Kali
ini, saya mau menulis tentang dunia perempuan dengan segunung pekerjaan di
rumahnya Dan salah satu pekerjaan yang memiliki segunung material di dalamnya
adalah menyerika. Tulisan ini sebenarnya lebih untuk mendokumentasikan hasil
obrolan ringan antara saya dengan beberapa teman. Segunung pekerjaan serta
sebuah pekerjaan dengan tumpukan pakaian yang menggunung, nyaris membuat ide
untuk menuangkan hasil bincang-bincang tak karuan tersebut, hilang dan tertelan
segunung lintasan ingatan dan kerja kognitif otak yang harus digunakan dalam
waktu bersamaan.
Ketika
saya membaca status AS Laksana di akun sosial media miliknya, dan ketika saya
membaca postingan mbak Mugniar di blognya, yang keduanya menuangkan hasil pemikiran
mereka tentang pekerjaan menyerika, saya seperti diingatkan untuk
menarik kembali hasil bincang-bincang tak karuan tersebut ke lembar sederhana
ini.
AS
Laksana, dalam statusnya, menulis;
Kalau setrikaanmu menumpuk, mintalah teman ngobrol yang menyenangkan untuk main ke rumahmu. Kau bisa menyeterika pakaian sambil mendengarkan ia becerita apa saja. Maka pekerjaan yang mengerikan itu akan kau selesaikan dengan perasaan senang.
Sementara
mbak Mugniar, dalam postingan blognya menulis:
Apakah semua pakaian yang sudah dicuci harus diseterika?
Tidak! Siapa yang mengharuskan?Tap kan..Tap kan, apa?Apakah ada orang yang terkena penyakit yang amat berat hanya karena pakaiannya tak diseterika?Tidak.Apakah ada orang yang terkena bencana maha dahsyat gara-gara pakaiannya tak diseterika?Tidak.Apakah ada orang yang meninggal hanya karena pakaiannya tak diseterika?Tidak.Apakah ada orang yang masuk neraka hanya karena pakaiannya tak diseterika?Tidak.Nah, kan? Kenapa menyiksa diri untuk hal-hal yang tidak penting? Seterika saja yang penting, yang memang kusut dan akan kau pakai bepergian. Lebih baik kau pentingkan kesehatan psikismu daripada kesehatan pakaianmu.
***
Sebenarnya,
perbincangan kami tersebut bukanlah perbincangan yang luar biasa, sebagaimana
perbincangan-perbincangan kami yang membahas tentang reliability, validity, hasil
sebuah penelitian, serta berbagai kajian jurnal ilmiah yang bisa kami unduh
secara gratis di negara ini. Ini hanya obrol-obrol tentang dunia kami, dunia
perempuan.
Saya
mengatakan, bahwa di dunia ini, pekerjaan rumah tangga yang paling membosankan
buat saya adalah menyerika. Ada sahabat yang mengekor setuju kalau dia juga
begitu, ada yang mengatakan bahwa baginya semua pekerjaan rumah tangga itu
membosankan, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa baginya semua pekerjaan di
dunia itu membosankan. Sebaliknya, ada yang malah sangat menikmati semua
pekerjaan, apapun itu.
Saya
menambahkan, sejak sebelum saya masuk ke lingkaran kehidupan rumah kami yang
tanpa tangga, bahkan saya sudah membenci pekerjaan menyeterika. Masalahnya,
saya adalah perempuan yang tidak berdaya. Tidak
berdaya karena saya diwarisi jiwa pemalas ibu saya, untungnya hanya satu
saja dari banyak pekerjaan yang malas dikerjakan ibu saya, menurun pada saya.
Saya kenyang dengan hidup yang keras dan penuh penderitaan, sehingga membayar
orang untuk menyeterika bukanlah sebuah pilihan yang menyenangkan. Namun ketika
nasib baik sedang berpihak pada saya, amboooiiii….alangkah sulitnya mencari
seorang gadis atau ibu-ibu di desa yang mau melepas peluhnya dalam tumpukan
pakaian yang menggunung. Padahal saya hanya minta menyeterika saja. Untuk pekerjaan
rumah tangga saya yang lain, saya belum membutuhkan orang lain. Karena seperti
yang saya bilang, menyerika adalah pekerjaan yang paling membosankan buat saya,
selain karena saya belum mampu menggaji seseorang untuk mengerjakan banyak hal
di rumah saya.
Saya
hidup di jaman di mana anak-anak perempuan yang lahir di era jelang abad 20,
hampir semua dapat duduk di bangku sekolah, melanjutkan ke perguruan tinggi,
mencari kerja, dan pekerjaan menjadi tukang seterika bukanlah pilihan yang
membahagiakan. Pilihan yang membahagiakan bagi sarjana-sarjana, sarjana muda,
bahkan lulusan SMA pun, adalah bekerja di kantor atau kembali ke sekolah asal
menjadi guru. Pokoknya sebuah tempat yang menyenangkanlah, dan itu bukan di
sebuah rumah dengan tumpukan pakaian yang menggunung.
Saya
tinggal di kompleks yang letaknya di sebuah desa di mana penduduk asli desa
tersebut termasuk ke dalam taraf ekonomi menengah ke bawah. Selain ekonomi
rendah, latar belakang pendidikan mereka juga rendah. Bahkan masih terdapat
banyak generasi yang tidak menamatkan SMP, apalagi perguruan tinggi. Padahal,
dua universitas terkemuka, tertua, dan terkenal di Aceh, berada hanya beberapa
kilometer saja dari desa saya. Dengan jarak tempuh lebih kurang 15 menit
menggunakan sepeda motor, mereka sudah bisa melihat dua kampus itu. Oh, bukan persoalan
kenapa mereka tidak bersekolah yang ingin saya tulis di catatan saya kali ini,
tapi tentang menyeterika.
Gadis-gadis
di desa kami, meskipun mereka tak bersekolah, yang tentu mereka saja tak menjadi
sarjana atau sarjana muda, yang akhirnya tentu saja tak bekerja di kantor, tapi
kok mereka memilih-milih pekerjaan, begitu tanya saya. Saya bilang, kan
lebih baik mereka membantu perempuan bekerja seperti saya, mendapat sedikit
rupiah, daripada hanya duduk diam di rumah, menunggu dibawakan rupiah yang tak
seberapa dari orangtua mereka yang berpeluh-peluh di kebun. Melalui seorang warga kompleks, saya
menawarkan beberapa helai rupiah dari sebuah pekerjaan di rumah, yaitu
menyeterika. Alangkah nelangsanya saya, ketika mereka menolak. Pasti mereka
lebih memilih duduk-duduk saja di rumah karena tak mau bekerja di rumah orang
lain, begitu dugaan saya. Saya menduga seperti ini karena saya melihat sebuah
fenomena di kampung saya nun di pelosok kampung di Aceh Selatan sana.
Gadis-gadis yang terlanjur tidak disekolahkan dan menamatkan sekolah, ya begitu
itu kondisinya. Mereka memiliki gengsi yang sama seperti gadis-gadis yang
sekolah sampai ke universitas. Menjadi asisten rumah tangga adalah pilihan yang
tidak membahagiakan. Dan untuk di jaman ini, di negara bernama Indonesia, ini
juga adalah pekerjaan yang memalukan.
Tapi
ternyata saya salah, gadis-gadis di desa ini, adalah gadis-gadis yang berbeda
dengan gadis-gadis di kampung saya nun di pelosok Aceh Selatan sana.
Menurut
tutur banyak orang, mereka lebih memilih bekerja di pabrik bata daripada
menerima tawaran saya dan tawaran-tawaran ibu-ibu bekerja lainnya di kompleks
kami, daripada menyeterika bergunung-gunung pakaian di rumah-rumah kami. Desa
di sini adalah desa dengan pabrik bata di mana-mana. Kenapa begitu? Tanya saya.
Bukankah menyeterika dan membuat bata adalah sama-sama pekerjaan? Menyeterika
tidak dilakukan setiap hari, tapi membuat bata, mereka lakukan setiap hari.
Seorang teman yang di kemudian hari kami membicarakan banyak hal tentang
menyeterika, mengatakan, mungkin saja bagi gadis-gadis itu, menyeterika juga
menjadi pekerjaan yang sama membosankan, seperti halnya kita.
Nah,
jika begitu jawabannya, berarti menyeterika adalah pekerjaan yang sama
membosankan bagi hampir semua kalangan. Bahkan AS Laksana dalam penggalan
paragraf pertama statusnya di media sosial menyebut ‘pekerjaan yang mengerikan’
untuk pekerjaan meneyeterika. ‘Mengerikan’ mengindikasikan bahwa menyeterika
adalah pekerjaan yang lebih dari membosankan. Sehingga ketika kau melakukan,
kau bisa mati dalam rasa bosan. AS Laksana menawarkan sebuah solusi yang
menarik; mengundang teman yang menyenangkan datang ke rumahmu dan meminta dia
bercerita. Di saat itu, di saat temanmu sedang bercerita, kau melanjutkan pekerjaanmu menyeterika. Tentu
Anda pernah terlibat dalam sebuah perbincangan yang menyenangkan, bukan?
Perbincangan seperti ini, dilakukan sambil melakukan pekerjaan lain, akan
membuat pekerjaan lain yang disambil tadi selesai tanpa disadari. Sebuah solusi
cerdas untuk perempuan yang menganggap menyeterika adalah pekerjaan yang paling
membosankan.
Lain
lagi dengan tulisan mbak Mugniar, yang seorang ibu penuh waktu (tidak bekerja),
yang sedang berhadapan dengan segunung pakaian yang menumpuk. Ah, saya rasa
mungkin bahkan sampai bergunung-gunung. Jika membandingkan dengan saya, dengan
suami satu dan anak satu ditambah saya, sudah bisa menciptakan sebuah gunungan
pakaian di rumah kami. Apalagi beliau, dengan anak tiga, pastilah ada bergunung-gunung
pakaian di rumahnya. Mbak Mugniar seperti sedang bermonolog bahwa tidak ada
keharusan untuk menyeterika semua pakaian yang sudah dicuci. Monolog ini
sebenarnya lebih untuk mencari pembenaran bahwa tidak penting menyeterika
pakaian yang tidak penting. Seterika pakaian yang penting-penting saja. Di
sini, mbak Mugniar ingin terbebas dari bergunung-gunung pakaian dengan cara yang
sedikit hiperbola; tidak menyeterika semua pakaian berarti tidak akan terkena
penyakit yang amat berat, tidak menyeterika semua pakaian berarti tidak terkena
bencana maha dahsyat, tidak menyeterika semua pakaian bearti tidak akan
meninggal, tidak menyeterika semua pakaian berarti tidak akan masuk neraka. Pentingkan
kesehatan psikismu, begitu kata mbak Mugniar. Kenapa langsung ke psikis,
bukankah harusnya fisik yang merasa lelah? Kau lihat saja tumpukan pakaian di
rumahmu, pasti kau akan se-stress saya, hingga selain kau lelah fisik
melakukannya, pikiran dihantui dengan tumpukan pakaian ini, nyaris seumur
hidup.
Gambar dari SINI |
Agaknya saya seide dengan mbak Mugniar, ditambah dengan solusi AS Laksana,
mungkin akan menjadi tips yang jitu. Yang saya lakukan setelah mengangkat
jemuran adalah; memisahkan pakaian-pakaian kami yang hanya kami pakai di rumah (pakaian
dalam, kaos kaki, dan lain lain) di satu bagian dan pakaian yang akan kami
pakai untuk ke tempat kerja, ke sekolah, pakaian yang hanya dipakai untuk
bepergian, di satu bagian lainnya. Satu bagian untuk saya seterika, satu bagian
lagi untuk saya lipat langsung dan saya masukkan ke lemari. Lihat saja, nanti
akan rapi dengan sendirinya, meski tidak serapi pakaian yang diseterika
tentunya. Tetapi, solusi AS Laksana tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Apa ada
orang yang mau selalu diminta datang ke rumah? Mungkin saja teman yang mau
diundang datang ke rumah belum tentu suka mengobrol yang menyenangkan dan teman
yang suka mengobrol menyenangkan belum tentu mau diundang ke rumah (selalu).
Pilihan antara dua di atas, sudah pasti ada pelakunya. Mungkin beberapa,
mungkin sedikit saja. Tapi kalau kau menggabungkan dua pilihan kondisi di atas
menjadi satu; mengundang teman ke rumah dan yang diundang hanya teman yang
memiliki obrolan yang menyenangkan, pengerucutan jumlah sudah pasti terjadi di
sini.
Tapi
rasanya, saya akan menjadi manusia tega, jika saya melakukan itu; mengundangnya
hanya untuk menjadikannya teman mengobrol ketika saya sedang menyeterika. Buat
saya, kalau bisa pekerjaan sambil mendengarkan teman bercerita apa saja, bukan
pekerjaan menyeterika. Mungkin menyulam, memasak, atau membuat anyaman.
***
Pada
akhirnya, pekerjaan menyeterika segunung pakaian di rumah tetaplah menjadi
pekerjaan yang tak terelakkan.
Pada
teman-teman saya tadi, yang saya dengan mereka berbincang tak karuan tentang
menyeterika, saya mulai berandai-andai.
“Seandainya
ada alat untuk menyeterika yang lebih modern, lebih praktis, dibanding
seterikaan kuno ini, tentu saya akan membelinya. Berapapun harganya. Maksud
saya, yang saya mengerjakannya tanpa harus menggunakan kedua tangan saya,” kata
saya.
“Oh,
tentu sudah ada yang lebih modern dari ini. Apa kau sudah melihatnya di channel
TV X? Aku pernah melihatnya. Tinggal kau gantungkan saja pakaianmu di lemari,
lalu kau gunakan alat tersebut dengan menggerak-gerakkannya di
pakaian-pakaiamu. Sama seperti cara menyeterika yang kita lakukan selama ini,
namun bedanya kita tak perlu membolak-balik pakaiannya di atas meja seterikaan.
Bahkan pakaian kusut bisa langsung kau pakai dank aku seterika dengan alat itu
ketika pakaian itu sudah di badan,” kata seorang teman saya.
Gambar ini ada di video INI |
"Apa?
Cara seperti itu kau sebut lebih modern? Tidak..tidak! Cara itu tidak lebih
baik dari cara meneyeterika selama ini. Kau tetap harus berhadapan lama dengan
pakaian-pakaianmu, satu per satu. Di mana letak menyenangkannya? Saya mesti
tetap menggunakan kedua tangan saya, sehingga tak bisa mengerjakan hal lainnya.
Kau tahu untuk apa diciptakan alat elektronik seperti penanak nasi, penghancur
bumbu, pencampur adonan kue, atau mesin cuci? Karena perempuan memiliki lebih
banyak tangan daripada laki-laki. Supaya energi perempuan tidak terpaku pada
satu hal itu saja. Karena jika ini terjadi, kau tidak bisa mengerjakan apa-apa.
Intinya, supaya perempuan bisa memainkan banyak tangannya itu untuk banyak hal.
Coba kalu lihat pada pekerjaan menyeterika yang kita lakukan selama ini. Kita
hanya terpaku melakukan hal satu itu saja. Akibatnya kau tidak bisa melakukan
banyak hal lain yang harusnya kau lakukan pada saat bersamaan. Kau memang bisa
melakukannya sambil melakukan yang lain, tapi pekerjaan sambilan yang kau
lakukan itu tidak melibatkan tangan-tanganmu. Kau melakukannya sambil
mendengarkan temanmu bercerita, sambil mendendangkan lagu-lagu, atau menonton
drama dengan berpuluh-puluh episode. Kau hanya melibatkan organ tubuhmu yang
lain sebagai pengalihan. Bandingkan saat kau meletakkan kain kotor ke dalam
mesin cuci, kau bisa mencuci beras lalu meletakkannya dalam panci elektrik,
setelah itu kau bisa meracik bumbu lalu meletakkannya dalam mangkuk penghancur
bumbu elektrik. Kau lihat, dengan tiga alat ini saja kau bisa memerankan banyak
tanganmu. Hmm…jadi begini, saya pernah membayangkan, dengan kata lain
berangan-anganlah, tentang alat menyeterika yang saya tak tahu, apakah alat
seperti ini sudah diproduksi, atau jika belum, apakah pakar teknologi sudah
memikirkan yang seperti saya pikirkan?”
“Ah,
kau terlalu banyak beimajinasi! Dasar tukang cerita! Tapi baiklah, apa yang kau
pikirkan?” tanya teman saya yang lainnya.
“Mungkin
ini bukan sesuatu yang luar biasa. Coba kau bayangkan sebuah alat berbentuk
kotak. Bisa jadi seperti lemari, atau seperti lemari es modern, atau seperti
mesin cuci yang tinggi. Kau kan tahu, bagaimana mesin cuci bekerja? Tinggal kau
masukkan pakaian-pakaian kotormu ke mesin cuci itu, kau campur dengan deterjen,
lalu kau putar mesinnya dan bekerjalah si mesin cuci. Siapa yang dulu pernah
membayangkan bahwa di jaman ini, perempuan tak perlu lagi sakit pinggang karena
berlama-lama membungkuk karena menyikat kain, atau tak perlu terkenal kutu air
karena kakinya terendam air dalam waktu yang lama. Alat-alat ini semakin
memanjakan perempuan. Kau pun tak perlu risau pakaian tak akan kering jika hari
mendung. Mesin cucimu sudah mengeringkannya untukmu. Apa yang tidak mungkin
dengan hasil pikir otak manusia? Yang tidak mungkin hanya menemukan sang
pencipta pikir itu sendiri. Nah, begitu juga dengan sebuah mesin untuk
menyeterika. Jadi begini, dalam mesin ini harus terdapat ruang kosong untuk menggantung
baju-baju. Setiap pakaian digantung pada satu gantungan. Gantung semua pakaian
dengan rapi sebagaimana kau menggantung bajumu dalam lemari. Untuk kain sejenis
sprei, selimut, kain sarung, mesti memakai gantungan khusus agar semua bagian
dari jenis kain-kain tersebut bisa terkena panasnya mesin. Karena itu yang
penting untuk jenis mesin pengganti seterika ini, semua sisi pakaian mesti
terkena panas. Agar mesinnya bekerja maksimal, pastikan pakaian yang kau
masukkan tidak kau taruh terlalu rapat. Setelah kau pastikan semuanya baik-baik
saja, tutup pintu mesinnya, lalu tekan tomol ‘on’. Panas yang bekerja
pada mesin pengganti seterika ini akan membuat kekusutan-kekusutan pada setiap
sudut menjadi tertarik dengan sangat licin dan seketika pakaianmu menjadi rapi.
Sambil kau menunggu hasil proses pelicinan pakaianmu selesai, kau bisa
melakukan pekerjaan lain. Nah, setelah itu kau keluarkan pakaianmu dan gantung
dalam lemari pakaianmu. Kau lihat, kau tak perlu harus menggunakan kedua tanganmu.
Kau tak perlu melakukan ini; membolak-balik bagian kedua lengan, bagian bahu,
bagian depan, bagian belakang, belum lagi jika pakaianmu memiliki banyak
aksesorisnya; renda, opnaisel, dan entah apa lagi aksesoris pakaian perempuan yang
saya tak ahu namanya.
Teman
saya tadi, yang saya dengan mereka berbincang tak karuan tentang menyeterika,
tertawa sambil mengiyakan.
“Bolehlah,
untuk hasil imajinasimu kali ini. Semoga saja ada yang mendengar idemu dan
membuat mesin seperti yang kau ceritakan tadi.”
***
28 comments
Write commentsOWhhh indahnya dunia jika punya alat itu mak ..
Replyhaha
Iya maaaakkk..alangkah indahnya dunia kalau ada mesin kayak gitu, hahaaa *ngayal :D*
Replyya mba fardelyn, saya juga mikir klo ada mesin seterika macam mesin cuci tuh enak kali ya.. apalagi yang anaknya banyak dan udah gede2, iih pusing kali yaa? Sekalian juga mesin cuci piring kalau ada :D ampun deh ya.. perempuan jaman sekarang males2 amat ya (termasuk saya nih)? padahal fatimah anak Nabi aja nggiling gandum sendiri :)
Replyhahah..itulah kita jama sekarang ya mak, banyak maunya dan banyak manjanya :D
ReplySaya sih cuma pengen mesin itu aja mbak, yang gak ada, juga gak apa :D
kalo mesin cuci piring sudah ad mba vina (nda syahdu) aku biasa liat djual d mall2 gt deh, kalo mesin setrika pengen beli jg klo ad tuch, bikin pinggang patah sih, tp klo aku ad bala bantuan dr siswi2 yg kurang mampu, nnt tak ksh duit jajan or d bayarin uang sekolahx perbulan, Alhamdulillah beres deh setrikaanx ;-)
ReplySetrika aja bisa jadi postingan sepanjang ini. Mantap deh.
ReplyTolong kabar2i ya kalau sudah ada mesin seperti itu. wkwkwk.
wow, pengen bgt kalo ada mesinnya. Tapi sebenernya saya lebih suka nyetrika daripada nyuci piring yang bertumpuk-tumpuk, masih bisa nonton TV soalnyo :D
Replyhehehe... saya suka menyetrika Mak.. biasanya sambil dengerin musik yang ngebeat trus ikutan nyanyi deh.. :D
Replypaling suka dengan rangkaian kalimat ini " Kau tahu untuk apa diciptakan alat elektronik seperti penanak nasi, penghancur bumbu, pencampur adonan kue, atau mesin cuci? Karena perempuan memiliki lebih banyak tangan daripada laki-laki. Supaya energi perempuan tidak terpaku pada satu hal itu saja. Karena jika ini terjadi, kau tidak bisa mengerjakan apa-apa. Intinya, supaya perempuan bisa memainkan banyak tangannya itu untuk banyak hal."
ReplyWanita memang perkasa!
Males nyetrika? Toss! sama kak...
ReplyKita sealiran rupanya Jeng Eqi :) Untung lagi2 suamiku gak begitu mengharuskan menyetrika semua bajunya, cukup pakaian kerjanya saja seminggu cuma 6 stel yg kusetrika saking malasnya qiqiq...
Replymmg nyetrika itu sesuatu banggettzzz..hehehe..
ReplyAih gak nyangka bisa jadi tulisan sepanjang ini lagi mbak. Seterikaan memang remeh tapi masalah yang ditimbulkannya bisa jadi tak remeh ya mbak? :)
ReplyTtg perempuan2 yang jobless tapi milih2 kerjaan itu ada di mana2 koq mbak. Sekarang itu susah nyari PRT. Kebanyakan perempuan2 dari kampung maunya jadi penjaga toko atau ya itu, kerja di pabrik, mereka gak mau disuruh2. Kalo pun jadi pembantu, sebentar2 kerjaan mereka mencet atau melototin HP. Ada kan kejadian penjaga anak seorang blogger, 2 lagi PRTnya yang lalai menjaga anak, anaknya sepedaan, lolos keluar kompleks. Mereka tinggal di Jakarta, bayangka betapa stresnya ibunya. Untungnya pencarian segera dilakukan dan anak itu ditemukan ibunya sendiri berada di kantor polisi, dalam penjagaan seorang polwan dalam radius 6-7 km dari rumah.
Kalau saya sekarang merasakan ternyata jauh lebih hemat listrik, sabun, dan air saat pekerjaan cuci dan seterika saya yang ambil alih. Walau tenaga tidak hemat. Kalau dihemat2 ya numpuk lagi. Tapi kalo dengan PRT dulu, haduh, berkali2 diajarin kalo nyusun baju mbok yang sama, milik saya misalnya disusun sama2, milik anak sulungku disusun sama2. Ini tidak, dia nyusunnya seenaknya jadi butuh waktu lama lagi untuk memindahkan baju dari keranjang seterikaan ke lemari. Enakan kerja sendiri, lipat yang tdk perlu diseterika, memasukkannya ke lemari tidak repot karena sudah disortir :)
Makasih ya mbak Ecky sudah mention saya di sini :)
Oya ada yang komen ini di blog saya mbak:
ReplyAda sih sebenarnya alat mempercepat seterika.
Masukin bajunya, tekan tombolnya, uap panas menyembur, selesai. Baju/celana sudah selesai diseterika dalam hitungan detik.
Tinggal dilipat.
Pernah liat di tempat laundry di mana gitu..
*Tapi pasti harganya selangit ya mbak? Dan .. ukurannya mungkin besar? Gak mungkin kan ukurannya mini. Kalo dalam rumah, butuh ruang lagi buat nyimpan alatnya :)*
Kaak! saya malah lebih suka nyetrika dari pada nyuci. hihihi
Replymbak Aty:
ReplyWah, saya penasaran sama mesin pencucui piring ituuuuu..penasaran sama cara kerjanya..pegimane caranya? Secara piringkan banyak yang berbahan kaca? apa gak pecah kira-kira? :D
mbak Niken:
Okeeee..mbak..kalau udah keluar mesin yang seperti dalam bayang saya (wkwkwk), tentu akan saya ingat postingan tulisan ini, wkwkwkw...
Mbak Rini:
bawa aja maaaaak, tivinya ke dapur :p
Mbak Riski:
Replygak apa mbaaaakkk..beda dengan isi postingan ini kan gak bikin dosa. *mulai hiperbola kayak mbak niar, wkwkwk :p
Nynyohm:
Iyaaaa....makanya kaum pria jangan suka meremehkan kaum perempuan yaaaa :
Makasih sudah membaca mbak :)
Nufus:
Toss aaah sama Nufus :D
Mbak Lina:
ReplyIya mbak, suamiku juag kayak gitu mbak. Bersyukurnya aku mendapat suami kayak dia, dia gak neko-neko siiiig :D
Mbak Desti:
iya mbaaakkk...sesuatuuuuu :D
Mbak Mugniar:
ReplyNah, apa yang mbak Niar komen di sini, adalah satu yang lain dilema mencari asisten rumah tangga. Banyaaaaak sekali problematikanya..yang aneh-aneh dan unik-unik. Jangankan orang lain, yang saudara sendiri pun,udah susah diajak tinggak, meskipun kita bilang cuma jagain anak. Belum lagi yang kayak mbak niat cerita,kalau asistennya itu anak gadis...hadeuuuuuuh...ini lebih-lebih mbak, banyak kali persoalannya.
Ohya mbak, aku penasaran dengan mesin pelicin pakaian yang disevbut itu? gimana ya kira-kira bentuknya
Mbak rin:
Replynggak apa kakaaaaaaak :D
Rasanya kalau cucian udah segunung, masih bisa ngandelin mesin cuci. Tapi kalau kain setrikaan yang menggunung, gak ada solusi lain selain KERJAIN SENDIRI. Duh...Mulainya aja udah males banget >.<
ReplyTagihan listrik di bulan lalu aja hampir 800 ribu, gimana jadinya klo sampe nambah mesin strika hayalan kak eqy ini, menggiurkan.... tapi biaya listriknya gak kuku T_T
ReplyTarget bulan ini, klo bisa tagihan listrik jauh menurun *hope
insyaaallah suatu saat nanti pasti ada alat itu eki, buktinya semakin hari makin aja ada penemuan baru, dari mesin cuci baju, mesin cuci piring, dll
ReplyLia:
ReplyYup, betul sekali tuh Lia, kalo nuyci masih bia mengandalkan mesin cuci, tapi seterikaan, blm ada ya :D
Fida:
80 ribu sebulan *pengsan*
Btw, kayaknya itu bukan hanya kebutuhan listrik untuk rumah tangga deh, kalo diikutkan bisnis, ya iyalaaaah :p
Lisa:
iya mak, mudah-mmudahan ya mak :D
kisahnya inspiratif utk diangkat ke dlm novel lho kak
Replywah, iyakah mbak Ela? padahal ini nulisnya iseng aja :D
Replyhahaha panjang tapi saya abisin bacanya..
Replyhayalannya ajib
ada loh mesin strika kayak dilaundry gt... gelar baju kayak mesin fotocopy.. keluar sdh licin tggl dilipat (eh msh pake 2 tangan ya buat lipat) tp kono kata tmn sy yg punya laundri kcl2an.. haganya itu 10 jeti :D mau?
eh rumahnya ganti gaya ya?
Replylebih suka yg ini mbak.. saya suka blog yg temoat sajiannya (postingan) lbh luas, berasa bertamu piring suguhannya lebar wkwkw.. gak kebanyakan tmpat buat sidebar (hiasan dinding kan ga gt pntg buat pembaca ya) :)
ConversionConversion EmoticonEmoticon