Panau


Semalam saat membuka linimasa twitter, langsung terlihat oleh saya tweet Ivan Lanin, seorang aktivis internet Indonesia yang sering membagikan padanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di akun media sosial miliknya. Baik di facebook maupun di twitter, tweet Ivan Lanin selalu muncul duluan di linimasa saya. Di Facebook, saya memang sengaja mengatur agar status Facebook Ivan Lanin muncul duluan saat saya membuka Facebook, tetapi tidak demikian dengan di twitter. Saya tidak mengatur apa-apa di twitter, tetap saja tweet Ivan Lanin sering muncul duluan.

Sebagai seorang penulis, saya harus mulai membiasakan menulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Apakah berdosa jika menulis tidak sesuai kaidah? Tidak juga. Setiap orang punya pilihan masing-masing. Ada yang peduli dengan kaidah bahasa, ada yang tidak peduli. Dalam ragam Bahasa Indonesia, ada yang namanya ragam santai. Kalian boleh menulis dengan ragam bahasa santai atau menulis dengan bahasa baku. Saya sering memakai keduanya. Namun, meski santai, saya selalu mengusahakan agar kata-kata yang saya tulis sesuai dengan EBI dan kaidah Bahasa Indonesia. Kata ‘saksama’ misalnya, selama ini kata tersebut sering ditulis―dan dulu saya juga sering menuliskan―’seksama’ padahal yang seharusnya adalah yang pertama menurut KBBI. Saya lebih memilih menggunakan bagaimana yang seharusnya menurut KBBI. Atau kesalahan yang paling sering dilakukan oleh jutaan orang Indonesia yaitu penggunaaan ‘di’ sebagai kata depan dan awalan yang tertukar.

Tugas penulis bukan hanya menulis, penulis juga harus memperkaya dirinya dengan kosakata-kosakata baru, harus belajar menguasai kaidah bahasa―karena seiring berjalannya waktu, tulisan-tulisan tersebut harus semakin baik dari segi bahasa dan diksi. KBBI dan Tesaurus adalah aplikasi yang wajib dimiliki oleh penulis jika ingin terus belajar dan mengembangkan diri. Saya hanya baru beberapa tahun belakangan ini saja mulai sadar menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika menulis, jadi saya masih jauh dari baik dan benar, saya masih sering asal menulis.
Lantas, apa hubungannya dengan panau, seperti judul tulisan ini?

Well, tweet Ivan Lanin yang saya maksud semalam adalah ini.



Saya kaget, tersentak, dan terhenyak (lebay) karena ternyata saya salah selama ini. Hahaha. Saya salah menduga kalau ‘panu’adalah kata baku dan ‘panau’ adalah bahasa daerah dari ‘panu’―dalam hal ini yang saya tahu panau adalah bahasa Jamee dari panu. Ternyata kenyataan yang saya ketahui kemarin adalah sebaliknya.


Mengingat panau adalah juga mengingat masa kecil saya dulu ketika saya pernah berpanau. Ya, waktu kecil dulu saya pernah beberapa kali berpanau dan saya tidak malu untuk menuliskan ini. Masa kecil saya yang tinggal di pelosok kampung mungkin sama dengan masa kecil anak-anak yang tinggal di pelosok kampung lainnya: ingusan, bau asam, dekil, malas mandi, dan berpanau. Lalu saya akan mendengar Mamak merepet kecil―agar tidak terdengar oleh tetangga―kalau saya berpanau. Panau bukan penyakit mematikan, tetapi itu bisa membuat rasa percaya diri kalian mati―jika diketahui oleh khalayak. Mamak bukan berasal dari suku Jamee, tetapi beliau menggunakan kata ‘panau’ alih-alih ‘panu’. Mungkin karena tinggal di selatan Aceh, Bahasa Indonesia kami sedikit banyak dipengaruhi oleh Bahasa Jamee. Kalau boleh saya bilang, Mamak saya sedikit lebih baik dibanding saya soal perpanauan. Hahaha.


Saya yang bertahun-tahun menulis ‘panu’ karena kebelumtahuan selama ini, tentu berterima kasih kepada Ivan Lanin. Padahal ‘panau’ bukanlah kata baru, tetapi saya saja―dan sebagian besar orang―yang tidak pernah memeriksa kata-kata di KBBI, seolah-olah itu sudah terjamin kebenaranya. Di sebuah grup WA, panau ini sempat bikin heboh. Bukan heboh karena penyakitnya, tetapi karena kata itu sendiri. Mungkin masih terdengar lucu, asing, atau aneh. Meskipun demikian, tetap saja terlihat bahwa semua orang menulis ‘panau’ dan bukan ‘panu’ saat membalas komentar. Hahaha.

Lantas, apakah salah jika kemudian ada penulis atau wartawan atau pelaku media online atau blogger tetap menulis 'panu' ? Tidak salah. Boleh-boleh saja. Tetapi saya memilih untuk menulis bagaimana seharusnya dan sebenarnya. Ini agar saya terbiasa menulis dengan baik.

Pada akhirnya, tulisan tentang panau menjadi sepanjang ini. :v
  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

1 comments:

Write comments
Anonim
AUTHOR
2 Desember 2022 pukul 19.18 delete

Upon her release, Sun visited quantity of} Las Vegas on line casino reward retailers and bought memento decks of playing in} cards. They look identical to these used on the gaming tables 솔카지노 however have holes punched by way of their facilities to stop cheaters from slipping a memento ace of spades, say, right into a poker recreation. Some had crisscrossing patterns that went proper to all 4 edges. The patterns on these cards, as a consequence of the manufacturing processes, have been trimmed barely differently way|in one other way} on top and bottom, resulting in uneven margins of 1/32 of an inch or much less. She spent round a thousand hours, over 4 years, coaching herself to recognize the minute variations on particular cards. Sun found out how she may leverage these differences that have been nearly imperceptible and acceptable by business requirements.

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky