Gambar dari SINI |
Malam ini, saya menghabiskan waktu beberapa jam untuk membaca dan ngubek-ngubek notes-nya Darwis Tere Liye di beranda fanpage Darwis Tere Liye. Anggap saja sebagai pengganti saya membaca novel-novelnya yang akhir-akhir ini menjadi pembicaraan di kalangan perbukuan, penerbitan, kritikus buku, penulis, dan lain-lain. Pun, saya belum pernah membaca buku-bukunya. Hanya mendengar tentang kehebatan karya beliau. Imajinasi yang tinggi. Penggambaran deskripsi tokoh dan setting yang detil. Cerita yang memukau. Begitu kira-kira komentar beberapa penulis dan penulis pendatang baru, di grup-grup kepenulisan yang saya ikuti. Tak salahlah kiranya jika buku-buku Tere Liye masuk dalam list buku yang akan saya beli jika saya pulang ke kampung halaman nantinya, pun jika cukup punya banyak uang, hehee...
Tere Liye termasuk penulis yang tidak pelit. Setidaknya begitu menurut saya ketika membaca notes-nya. Beberapa bukunya yang sekarang best seller pernah dibuat menjadi catatan bersambung di notes-nya sebelum akhirnya menjadi buku. Catatan-catatan itu masih dibiarkan teronggok dengan manis di notes fanpage facebook-nya. Beliau membolehkan dibaca oleh siapa saja yang tidak punya kesempatan membeli bukunya. Asal mau ngubek-ngubek catatannya yang sudah sangat banyak. Cerita bersambung "Bumi" yang selalu di-post di notes-nya akhir-akhir ini, saya kira juga calon untuk buku selanjutnya.
Saya menemukan catatan ini di notes-nya, berjudul "Kesia2an yang terlalu". Di bawah tulisan saya ini, saya sertakan juga catatan Tere Liye tersebut. Tentang fenomena facebook dan twitter. Seperti halnya Tere Liye, saya juga tidak punya twitter. Takut tidak sempat urus. Untuk sementara ini, cukuplah saya punya akun di facebook saja dan dua blog tempat saya 'menyimpan' tulisan-tulisan saya. Jika ada yang mengunjungi, senang sekali. Jika tidak pun, saya juga tetap senang.
Kembali ke catatan Tere Liye. Sebelum membaca catatan tersebut, saya sempat terpikir untuk membuat sebuah status yang isinya begini;
"Jika kita kumpulkan semua status dari awal kita bergabung di facebook hingga sekarang, mengumpulkan semua komentar-komentar kita di status kita sendiri plus komentar kita di status orang, mungkin akan menjadi seperti sebuah buku. Judul bukunya; Gado-Gado. Penunjang judul di cover; Maaf, ini bukan buku bagaimana menjadi pedagang Gado-Gado yang sukses atau bagaimana membuat Gado-Gado yang enak."
Belum saya buat jadi status. Malam ini, masuk dalam catatan saya saja dulu, hehee..
Meski demikian, hal di atas sudah mulai sedikit-sedikit saya lakukan. Mulai copi-paste status-status terdahulu. Saya simpan saja dahulu dalam bentuk Word. Biarlah suatu saat berkembang dan beranak pinak menjadi beberapa kalimat yang panjang. Lalu menjadi sebuah tulisan dengan satu judul. Satu status pendek jadi satu judul tulisan. Amiin. Pun, begitu pula komentar-komentar yang saya titipkan pada status teman-teman. Ini saya lakukan pada komentar-komentar yang agak panjang saja. Di sebuah grup kepenulisan, saya pernah menulis komentar yang agak panjang. Saya copi-paste, ternyata, olalaaaa...satu halaman dengan satu spasi. Jika saya tambah satu halaman lagi, sudah seperti tulisan-tulisan saya untuk rubrik Citizen Reporter yang cuma meminta dua halaman saja.
Tentunya sangat disayangkan, jika komentar saya itu hilang begitu saja dalam belantara postingan ribuan anggota grup.
Mungkin inilah yang disebut dengan 'menulis apa yang dipikirkan' bukan 'memikirkan apa yang akan dituliskan'.
Kta ingat-ingat lagi, saat kita menulis status, karena kita terpikir sesuatu, lalu tulis, lalu kirim.
Begitu juga ketika memberi komentar pada status teman, apa yang terpikirkan, itu pula yang kita tuliskan di kolom 'Tulis komentar.'
Dan tulisan ini, pun saya buat berdasarkan saran dalam tulisan Tere Liye tersebut. Mulailah.
Kalau tidak tahu memulai, mulai dengan yang ini:
"sy baru saja membaca notes tere liye yg berjudul: kesia2an yg terlalu. mulai. segera."
***
Berikut catatan Tere Liye:
kesia2an yang terlalu
oleh Darwis Tere Liye pada 12 Februari 2012 pukul 12:03 ·
minggu2 ini, atau bulan2 ini, sejak rilis film Delisa, sy selalu rajin memonitor twitter. menggunakan fungsi search, menampung begitu banyak tweet ttg film, sinetron dan apa sj terkait dgn audio visual buku2 tere-liye. itu penting. tapi sy tdk akan membahas soal itu.
nah, dgn rajin memantau twitter, sy jadi tahu, ada buanyaaakk sekali, orang2 yg memiliki akun twitter, meski follower-nya hanya 100, 200 orang, tapi oh my god, dia sudah nge tweet, 20.000x, 30.000x bahkan ada saja yg lebih dari 50.000x. ini menakjubkan. tapi sy tidak akan membahas soal betapa sedikitnya follower, tapi betapa banyaknya tweet itu. itu penting. tapi sy tdk akan bahas.
sy hanya ingin bilang, jika rata2 setiap tweet itu adalah 12 kata, maka bagi yang telah nge-tweet 50.000 kata, maka itu setara dengan 600.000 kata. nah, kalian mau tahu tebal novel 'hafalan shalat Delisa'? hanya 46.000 kata. itu artinya, setara kurang lebih 13 novel delisa. menakjubkan--apalagi usia twitter baru beberapa tahun, usia yang bersangkutan bergabung twitter baru 1-2 tahun. prestasi hebat sekali loh, menulis 600.000 kata. tetapi kemana lari2nya kata itu? aduh, sayangnya, hanya menguap di dunia maya. hilang bersama pulsa.
jadi, mulailah sedikit2 memahami penjelasan sy ini yg berkali2 saya lakukan. honestly, sy juga rajin ngurus facebook (meski tdk punya akun twitter), tapi setiap kali sy terlalu lama, maka sy akan menukarnya dgn menulis sesuatu--entah diposting atau tidak. itu untuk menebus waktu yg sia-sia digunakan, perasaan bersalah. nah, kalian bisa menirunya. mulailah geser kebiasaan online sia2 dgn yg bermanfaat. misalnya, mulailah setiap online menulis artikel, notes pendek (tdk usah panjang2, pendek sj, asal bermanfaat, dan bertenaga). posting di fb, mp, blog, apapun. dengan demikian, tanpa kita sadari, kita terus berlatih menulis, mengasah kemampuan, dan hei, menambah portfolio tulisan kita sendiri. bayangkan, seorang remaja atau ibu2 rumah tangga, setiap minggu rajin posting tulisan, dalam waktu 4 tahun, tanpa dia sibuk hitung, dia punya 200 lebih artikel. maka kalaupun tulisan2 itu tdk berakhir jadi buku bestseller, maka kita semua sdh berlatih sesuatu yg kelak akan bermanfaat lagi2 tanpa kita sadari.
saya harus mengingatkan, selalu pahami, 100x update status, komen, dan kicauan2, debat di forum2, dll itu tidak bisa mengalahkan berharganya satu notes/artikel yg ditulis dgn baik.
maka mulailah! tulis apa saja. apa yg kalian lihat, dengar. misalnya notes ttg: sy baru saja membaca notes tere liye yg berjudul: kesia2an yg terlalu. mulai. segera. jangan pernah mau dikalahkan dgn bisikan hati kecil: menulis itu susah, nyari ide tulisan itu susah, atau aduh, tulisan sy kok jelek, nggak sebagus tere liye. itu bisikan tipuan.
terakhir, penutup notes ini, sy hendak bilang, American Psychiatric Association (APA), akan memasukkan kecanduan internet, kecanduan jejaring sosial dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM). kalau itu sudah masuk, maka resmi sudah, kita yg keranjingan dunia internet, bisa disebut 'disorder' :) --terlepas diskusi ttg revisi DSM ini masih panjang
9 comments
Write commentsmemang inspirasi bisa dari mana saja mbak ^_^
Replyaku juga suka karya dari tere liye...
Saya harap, saya juga menyukainya atika telah membelinya nanti, karna belon baca sih, hehee
ReplyDiriku pasti masuk orang yang disorder :D
ReplyWaaaa...kalau begitu, saya juga mbak.
ReplyKomputer saya hampir sepanjang waktu dengan fb terbuka terus :D
Sebuah pelajaran berharga dari Tere Liye
alhamdulillah saya kayaknya nggak termasuk disorder.. buka fb, jarang bgt bgt.. kalo inget.. twitter? cuma kalo mau posting link dan mention ke twitternya aceh doang. nah, kalo ngeblog, baru banyak. blog adalah hal yg saya cek pertama kali ketika ngenet, bahkan lebih utama dari imel kantor :D
ReplySayya, juga mulai lebih condong ke blog.
ReplyMudah-mudahan, tidak masuk disorder :D
Kalo lagi blogging atau menulis, FB saya tutup sekarang mbak. Soalnya suka selingkuh sama FB, nulisnya/bloggingnya jadi terbengkalai :D
ReplyFB emang menggoda ya mbak
ReplyTanya kenapa?
Tere liye emang motivator
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon