Gambar: weheartit.com |
15
September lalu, saya mengalami kehilangan. Seharian saya keluar rumah. Saya
sedang di Medan untuk penelitian dan besoknya saya berencana balik ke kota
tercinta, Banda Aceh. Hari itu adalah hari terakhir saya berada di Medan karena
penelitian untuk thesis saya sudah selesai. Tujuan saya keluar adalah
mengunjungi keponakan suami dan mengikuti acara MODENA di Sun Plaza. Keponakan
suami saya tinggal di daerah yang jauh dengan daerah saya tinggal di Medan.
Jika dilihat secara hukum adat daerah kami, Aceh, seharusnya keponakan kami itu
yang terlebih dahulu mengunjungi saya karena saya jauuuuh lebih tua dari dia.
Apalagi saling mengunjungi ini dilakukan di kota yang sama-sama kami tumpangi.
Tapi mengingat dia bekerja sama orang, yang kerjanya tidak punya waktu libur
selain istirahat di malam hari, maka saya sungguh tidak tega meminta dia untuk
datang ke tempat saya. Saya pikir biarlah saya yang ke tempat dia.
Selepas
dari tempat keponakan suami saya tadi, saya pergi pergi ke Sun Plaza Medan
untuk mengikuti acara Road Show yang diadakan oleh MODENA, sebuah brand
peralatan rumah tangga. Acara dimulai pukul lima sore. Saya pulang menjelang
magrib. Selepas turun dari angkot, sepertinya dompet saya jatuh. Nyatanya, tas
saya kosong melompong. Saya berasa hampa udara. Tak tahu harus berbuat apa.
Saya langsung menelpon suami saya dan menangis sejadi-jadinya lewat telepon.
Orang-orang
yang saya tanyain di TKP, pada bilang; “Di kota Medan hilang dompet, itu nggak akan kembali
lagi. Kamu cari pun ke tempat di mana dompetmu jatuh tadi, kamu tak akan
menemukannya lagi. Itu Medan, bukan Banda Aceh.”
Nyatanya,
dompet saya raib sama sekali. Saya berdiri lama dan terpaku di tempat saya
turun dari angkot. Masih dengan airmata yang berlinang, saya terus menelpon
suami saya untuk menguatkan saya.
Awalnya
saya memang menangis atas uang saya yang hilang. Menangis atas kecerobohan
saya. Lebih dari itu, saya juga kehilangan sesuatu yang amat berharga. Lebih
berharga dari uang. Kartu mahasiswa saya di kampus saya di Thailand yang juga
berfungsi sebagai ATM saya di luar negeri, ATM bank Indonesia, sedikit
data-data thesis saya, beberapa surat berharga dan KTP.
Saya
hampa saat itu. Ketika sesaat lagi saya akan meninggalkan Medan, saya justru
meninggalkan kenangan yang tidak manis di sini.
Tapi ya
sudahlah... saya berpikir positif saja; mungkin selama ini saya kurang sedekah.
7 comments
Write commentsLebih hati-hati aja Ki
Replyaku juga pernah kehilangan dompet. kayaknya jatuh pas beli bensin dipinggir jalan. tas raket bulutangkis ku ngak ditutup rapat. ngeh baru hilang pas ditelp pengurus mesjid beurawe. ada orang yang nitip katanya.
Replyuang 500 ribu hilang. tapi syukur nya atm dan lain lain masih ada. aku ikhlaskan. siapa tau yang ambil lagi butuh uang beli susu anak.
Nufus juga pernah hampir dijamret di Medan kak...memang susah nemu barang yang udah hilang ya. Semoga kehilangan itu menjadi penghapus dosa dan pembuka rejeki yang lain ya kak Eqi.
ReplyMakasih atas semangatnya ya manteman.
ReplyYang sabar ya mba... saya juga pernah kejadian seperti itu, tapi saya mah kecopetan di dlm bus
Replyikut berduka cita ya kak... semoga diganti dengan yang lebih baik..
ReplyAamiin.
ReplyMakasih mbak Santi dan Khaira ;)
ConversionConversion EmoticonEmoticon