Hari
ini, aku akan berangkat ke TPS dan mencoblos salah satu kandidat presiden
pilihanku. Sebagaiman pileg yang berlangsung April lalu, pilpres di luar negeri
juga dilaksanakan lebih awal dari hari pemilihan di dalam negeri. WNI di Thailand
dan beberapa negara lainnya melaksanakan pemilu hari ini, 5 Juli 2014, meski
ada juga beberapa WNI lainnya yang sudah mencoblos kemarin dan hari-hari
sebelumnya.
Pemilihan
presiden kali mungkin berbeda dengan pemilihan presiden dari tahun-tahun
sebelumnya. Selain karena ini pertama
kalinya aku memilih presiden di luar negeri (harusnya sudah tidak aneh lagi
karena saat pileg aku juga memilih di LN), pemilihan presiden kali inipun
diwarnai ragam ‘perang’ di media sosial. Itulah susahnya jika kandidat presiden
dan wakil presiden hanya ada dua orang, ‘perang’
ini jadi terlihat begitu nyata, ‘perang’ ini menjadi seperti perang
Baratayudha, di mana dua hanya ada dua kubu yang saling berhadapan.
Berdasarkan
pengalaman pemilihan presiden yang sudah lewat, baru kali ini aku ngeri melihat
suasana yang begitu memanas di jagat maya. ‘Perang’ ini tidak hanya dilakoni
atau berdampak pada mereka yang tinggal di dalam negeri, tapi juga hingga ke
seluruh penjuru dunia di mana ada warga Indonesianya. Semua mulai menancapkan
pilihan masing-masing. Masalahnya, ternyata tak cukup hanya menancapkan pilihan
lalu selesai. Mereka belum puas jika belum menancapkan luka untuk
teman-temannya, saudaranya, bahkan mungkin tetangga di samping rumahnya.
Beginilah
kalau media sosial sudah dimiliki oleh hampir semua orang. Arus informasi
begitu mudah didapat, meski itu entah informasi apa, bahkan jika itu berisi
fitnah. Mereka sudah tak peduli lagi. Mula-mula terpercik sedikit api, lalu
disambut dengan api. Saling sambut menyambut hingga menjadi bola api yang
besar. Semakin besar dan besar.
Belum lagi jika setiap kali habis debat presiden, selalu
saja terjadi bulla bully dan dakwa dakwi yang tiada henti. Lihatlah tiap-tiap status yang menilik hasil debat, hampir
dipastikan selalu berujung pada debat tersendiri yang tak berkesudahan. Kedua kubu merasa pihaknyalah yang paling benar, sementara
yang lain salah. Kedua kudu merasa pihaknyalah
yang diberkati Tuhan, sementara yang lain dilaknat Tuhan.
Namun,
di balik hal-hal negatif tersebut, ada fakta yang menggembirakan. Aku membaca
beberapa status yang menyatakan bahwa bertahun-tahun mereka memilih golput,
namun kali ini mereka akan memberikan suaranya untuk salah satu kandidat.
Selain itu, mungkin baru pada pilpres kali ini tiap-tiap individu benar-benar
mencari tahu calon yang akan dipilihnya. Aku teringat saat dua kali mencoblos Pak
SBY, aku melakukannya karena ikut-ikutan dan isu janji-janji baik yang akan dilakukannya
jika beliau terpilih. Namun kali ini, aku benar-benar membaca dia yang akan
kupilih.
Well,
aku tak ingin menyimpan rahasia, aku akan mencoblos nama Jokowi dan JK di surat suara hari ini. Kenapa aku
memilih Jokowi? Sejak lawan Jokowi adalah orang itu, hati kecilku langsung
berkata aku akan memilih Jokowi. Mungkin berbeda jika lawan Jokowi bukan hanya
orang itu, tapi orang hebat lainnya, mungkin aku akan bimbang. Namun begitu
melihat hanya ada dua petarung, hatiku langsung memilih Jokowi. Apakah aku
tidak menyukai pak Prabowo? Oh, tidak sama sekali. Aku memilih Jokowi bukan
karena aku tidak menyukai Prabowo. Aku memilih Jokowi karena hati kecilku
menuntunku untuk memilih beliau. Ini bukan soal kalah atau menang. Bahwa
siapapun yang terpilih sebagai presiden nantinya, aku akan tetap mendukungnya,
sebagai pemimpin negeriku tercinta.
Selamat
memilih untuk teman-teman di luar negeri. Selamat menunggu tanggal 9 Juli untuk
teman-teman di Indonesia.
ConversionConversion EmoticonEmoticon