Bagaimanakah
rasanya menjadi istri seorang perdana menteri? Itulah yang dialami oleh Nam Da
Jeong, seorang jurnalis di Scandal News. Nam Da Jeong yang urakan,
slebor, dan apa adanya, tidak pernah membayangkan akan menikah dengan orang
nomor dua di Korea Selatan, Perdana Menteri (PM) Kwon Yool. Sayangnya,
pernikahan tersebut tidak seperti pernikahan yang diimpikan oleh Da Jeong. PM
Kwon Yool adalah lelaki yang dingin, cuek, kaku dan dengan status duda beranak
tiga. Ditambah dengan kenyataan pernikahan mereka hanya pura-pura alias nikah
kontrak. Pernikahan yang dilakukan demi reputasi sang Perdana Menteri hingga
tugasnya sebagai PM selesai, juga untuk membahagiakan ayah Da Jeong. Setelah
itu, hidup Da Jeong berubah 180 derajat. Da Jeong yang tadinya tomboi berubah
menjadi nyonya Perdana Menteri yang feminim. Da Jeong yang memiliki jiwa muda
yang bebas, tiba-tiba harus menjadi istri dan ibu untuk ketiga anak PM Kwon
Yool.
Apakah
kemudian Da Jeong frustasi? Ternyata tidak. Malah sebaliknya, meski dia
menganggap pernikahan tersebut aneh, Da Jeong sangat menikmati peran barunya.
Dia dengan senang hati dan riang gembira melayani PM Kwon Yool, melayani
anak-anak PM Kwon Yool dan menjadi ibu yang baik untuk mereka, serta
mendampingi ke manapun PM Kwon Yool bertugas. Da Jeong benar-benar berubah
menjadi perempuan sejati.
Semua
berjalan sesuai rencana, sampai kemudian Da Jeong sadar dia mulai menyukai PM
Kwon Yool. Bagaimana tidak? Mereka selalu bersama; ikut serta saat PM bertugas,
sarapan bersama sekeluarga, makan malam bersama, tidur di kamar yang sama (meski
dengan ranjang terpisah). Dengan mengenyahkan rasa malu, akhirnya Da Jeong
menyatakan perasaanya pada lelaki yang 20 tahun lebih tua darinya itu. Namun Da Jeong harus bertepuk sebelah tangan. PM
Kwon menolak cintanya. PM Kwon telah menutup hatinya untuk perempuan manapun
sejak dtinggal mati istrinya. Dengan semua kenyataan tersebut, apa yang bisa
diharapkan Da Jeong?
Harusnya
Da Jeong sakit hati. Sudahlah cintanya tak berbalas, PM Kwon Yool juga tidak
pernah berniat membawa pernikahan mereka menjadi ‘pernikahan yang sebenarnya’. Tapi
Da Jeong tidak patah semangat, dia tetap menjalani peran yang telah dilakoninya
dengan baik sebagaimana sebelumnya. Menjadi istri pura-pura PM dan menjadi ibu
untuk anak-anaknya. Sampai kemudian PM Kwon Yool luluh. Lama-lama, hati PM Kwon
Yool terpaut juga pada Da Jeong. Namun, tetap tidak mudah bagi mereka. Saat PM
Kwon Yool mulai membuka hati, saat hati mereka mulai menyatu, saat PM Kwon Yool
ingin membawa pernikahan mereka menjadi ‘pernikahan yang sebenarnya’,
seseorang dari masa lalu datang dan
memorak-morandakan harapan mereka.
***
Ini
ke sekian kalinya saya menonton drama dengan tema pernikahan kontrak atau menikah pura-pura atau
menikah karena dijodohkan. Intinya, cerita tentang pernikahan yang tidak
dimulai oleh rasa suka satu sama lain. Dan drama atau film Korea, cukup sering
menjadikan tema ini sebagai tema cerita. Saya sendiri, menyukai cerita-cerita seperti
ini. baik film maupun buku. Saya menikmati proses jatuh cinta pasangan suami
istri yang mulanya tidak saling mencintai. Rasanya, nilai romantisnya lebih
mengena jika membaca atau melihat adegan benci-benci-tapi-rindu dari pasangan
menikah atau ‘menikah’. Dari banyak cerita dengan tema
seperti ini, masing-masing memiliki eksekusi yang berbeda, yang semakin
memperkaya wawasan saya tentang bagaimana mengemas konflik yang cantik dari
sebuah tema yang tak lekang oleh waktu ini. Ya, drama percintaan ala perjodohan
termasuk tema cerita yang sering ditulis namun tetap menarik untuk dibaca.
Biasanya,
ada dua hal yang membuat cerita-cerita kisah percintaan biasa –baik dalam novel film– menjadi tidak biasa, yaitu bagaimana
mengeksekusi konflik menjadi cantik dan/atau kekuatan penokohan dari pemain
utamanya. Dalam PMI, dua hal tersebut saling mendukung sehingga membuat drama
ini menarik. Ratingnya juga cukup memuaskan meski tidak terlalu tinggi,
terutama pada episode-episode menjelang ending yang ratingnya sedikit turun.
Saya
menduga, ada dua hal yang menyebabkan rating PMI menjadi turun di episode-episode
menjelang ending. Pertama, karena hadirnya pihak ketiga dengan
cara yang tidak masuk akal saat kedua pemeran utama mulai membuat sebuah
komitmen serius. Saya sudah menonton sedikit film dan banyak novel romantis dengan
pola yang nyaris sama; ketika hati mulai bersatu setelah melalui lika-liku
perasaan yang panjang, tiba-tiba orang ketiga hadir. Apakah seseorang dari masa
lalu dari pihak salah satu atau kedua pemeran utama, atau seseorang yang baru
sama sekali. Untuk ukuran selera saya, saya cukup menyukai pola cerita seperti
ini. Rasanya, cerita-cerita romantis belum akan teruji keromantisannya atau
belum terlihat manisnya sebuah perjuangan cinta jika belum bertemu dengan
konflik hadirnya orang ketiga. Buat saya, pola cerita seperti ini bukan sesuatu
yang basi, asal cara menghadirkan orang ketiga ini dilakukan secara elegan dan
tidak lebay. Tapi, menghadirkan seseorang dari masa lalu dengan fakta bahwa seseorang
tersebut diketahui telah meninggal sejak tujuh tahun lalu seperti dalam cerita
PMI, bukanlah sebuah keputusan bijak. Bagaimana mungkin seseorang bisa
menyembunyikan statusnya selama tujuh tanpa diketahui publik dengan mengatakan
sudah meninggal? Apalagi jika melihat kenyataan bahwa seseorang tersebut tetap
hidup di kota Seoul dengan administrasi kependudukan yang cukup rapi dan bahkan
memiliki anak yang terpaksa ditinggalkan demi status palsu selama tujuh tahun?
Demi lelaki yang dicintainya, demi lelaki yang bukan suaminya, demi lelaki yang
bukan ayah dari anak-anaknya. Buat saya, ini agak tidak masuk akal, dan saya
benci cara menghadirkan orang ketiga dengan cara lebay seperti ini.
Faktor
kedua yang menyebabkan rating PMI turun di ending adalah (saya menduga) karena pengaruh keseragaman keinginan
penonton agar drama-drama romantis yang mereka sukai mestilah berakhir dengan happy
ending. Saya tidak mengatakan bahwa PMI tidak berakhir happy ending,
ending-nya tetap membawa kebahagiaan buat semua tokoh yang terlibat di
dalamnya. Tapi, jika hanya menghadirkan ending ‘hidup berbahagia
selamanya’ ala dongeng-dongeng klasik, di mana serunya? Saya beberapa kali
melihat happy ending tidak biasa ala film atau drama Korea. Happy ending
sih, tapi tetap meninggalkan greget lalu berteriak kencang antara gemas dan bahagia.
Memang sudah begitu seharusnya sebuah cerita, bukan? Meninggalkan emosi untuk
pembaca atau penontonya. Emosi yang tidak hanya senang karena berakhir bahagia.
Well, ketika
mantan istri sang Perdana Menteri sebagai orang ketiga akhirnya mengatakan
bahwa dia benar-benar tidak ingin menganggu hubungan mantan suaminya dengan ‘istri’
barunya, mungkin penonton akan berpikir bahwa inilah saatnya Da Jeong menemukan
jalan yang lurus menuju status istri sah sang Perdana Menteri. Tapi ternyata, Big
big NO untuk cara terlalu biasa seperti ini. Alih-alih menyatukan Da Jeong
dan Perdana Menteri dalam sebuah ikatan pernikahan yang sah, penulis skenario tiba-tiba
membelokkan jalan menuju ending. Da Jeong yang berhati peri memutuskan
untuk meninggalkan Perdana Menteri untuk waktu yang tak bisa dipastikan. Toh,
dia hanya istri pura-pura. Tidak ada ikatan apapun yang mewajibkan dia harus
selalu berada di samping PM. Beberapa waktu kemudian, merekapun bertemu kembali,
untuk sebuah awal yang baru. Hal ini ditandai dengan mereka pura-pura
berkenalan. Sudah, begitu saja, lalu selesai. Tanpa harus menjelaskan mereka akan
bagaimana selanjutnya. Inilah ending yang manis. Ending yang
memberikan kesempatan bagi penonton untuk berpikir dan gemas, karena
ketidakjelasan tersebut. Bagi tipikal pembaca atau penonton yang ingin ‘disuapi’
kalimat atau pernyataan ‘berakhir bahagia dengan menikah’ misalnya, mereka
tentu tidak menyukai ending seperti ini. Mereka menginginkan cerita yang
akhirnya benar-benar manis dan legit. Tapi saya tidak. Saya penyuka cerita dengan ending terbuka seperti. Dan mungkin,
hanya sedikit pembaca atau penonton seperti saya.
Melalui PMI, saya jadi tahu bahwa kantor kepresidenan Korea Selatan disebut Blue
House. Maaf kalau saya ketinggalan info, soalnya saya hanya tahu White
House, sih. Blue House adalah sebuah bangunan perpaduan antara arsitektur
tradisional Korea dan struktur modern. Karena atapnya berwarna biru, makanya kantor Presiden Korsel ini disebut Blue House.
Untuk
kedua pemeran utama, Lee Beom Soo dan Im Yoona, saya baru pertama kali melihat akting
mereka berdua. Mereka adalah pasangan pemain dari dua generasi yang berbeda.
Lee Beom Soo bukan pemain baru di dunia akting Korea Selatan. Dia termasuk
dalam jajaran aktor senior, umurnya pun berbeda jauh dengan lawan mainnya,
Im Yoona, meski tak bisa dibilang sudah tua. Umur 44 bukan usia yang tua untuk
laki-laki, justru di umur ini laki-laki biasanya akan terlihat lebih matang,
lebih dewasa, dan biasanya jadi terlihat lebih tampan. Kalau untuk Beom Soo,
saya tak meragukan aktingnya. Di PMI, Lee Beom Soo terlihat maksimal dengan
perannya. Sebagai Perdana Menteri Kwon Yool, Beom Soo terlihat cerdas dan
sempurna. Dia begitu dekat dengan rakyat Korea, peduli dengan rakyatnya meski
mendapat pertentangan dari pesaingnya, dia juga sering melakukan blusukan
dengan mendatangi daerah-daerah pedalaman, pasar, dan sebagainya. Kwon Yol
adalah gambaran pemimpin yang ideal. Akting
Beom yang paling keren menurut saya adalah saat dia menatap kantornya untuk
terakhir kalinya setelah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri. Di
sini ekkpresinya dapat banget, pengambilan angle-nya juga bagus. Scene
paling sedih sebagai Perdana Menteri adalah saat hari terakhir dia bertugas sebagai
PM. Mengenang rumah dinasnya dan bersalaman dengan mantan anak buahnya di hari
terakhir. Dia menyalami semua orang, dan orang-orang memberi penghormatan
padanya.
Sementara
itu, lawan mainnya, Im Yoona, meski ini bukan drama pertamanya, Yoona tidak
benar-benar mengawali karirnya di dunia akting. Yoona awalnya terjun ke dunia entertaiment sebagai salah satu
anggota girl band terkenal Korea Selatan, Girl’s Generation. Untuk dunia
akting, Yoona masih terhitung aktris yang masih baru. Umurnya juga masih sangat
muda. Dari beberapa kali menyaksikan Yoona beraksi panggung bersama
teman-temannya di Girl’s Generation, saya bisa menyimpulkan bahwa Im Yoona adalah
gadis manis yang lembut, imut-imut, dan lucu. Namun dalam PMI, Yoona terlihat
berbeda sama sekali. Dia mampu menyeimbangi karakter kuat Beom Soo yang
berperan sebagai Perdana Menteri. Yoona mampu berakting dengan cukup baik sebagai
perempuan dewasa, melepaskan imej imut-imut yang selama ini disandangnya. Tidak
terlalu sempurna, tapi Yoona mendapatkan peran yang pas. Yang membahagiakan
buat saya adalah pasangan ini memiliki chemistry yang kuat sebagai
pasangan ‘suam istri’. Well done Lee Beom Soo dan Yoona. Saya
benar-benat menikmati peran mereka.
Well,
jika kalian menyukai cerita romantis dengan kehangatan sebuah keluarga, Prime
Minister and I boleh kalian jadikan sebagai tontonan sekeluarga. Drama ini
mengajarkan bagaimana sabarnya menjadi seorang istri dan ibu, bagaimana menjadi
pemimpin keluarga sekaligus pemimpin negara yang baik. Melalui PMI, saya juga
melihat bahwa dunia politik itu memang busuk. Meski sang Perdana Menteri sudah
berusaha sebisa mungkin untuk tidak menjadi bagian dari yang ‘busuk’ tersebut,
tetap saja akhirnya dia terjegal oleh lawan politiknya. Dengan minus adegan
ciuman yang hot sebagaimana drama-drama Korea lainnya, PMI boleh
ditonton bersama anak remaja.
Ada
satu percakapan yang saya suka dalam drama ini yaitu saat PM Kwon Yool untuk ke
sekian kalinya menolak Da Jeong. Da Jeong lalu berkata;
Itulah kalimat Da Jeong yang membuat PM Kwon Yool tersentuh. Di kemudian hari, justru PM Kwon Yool mengucapkan kalimat yang sama untuk Da Jeong. So
sweet banget.
Beberapa
quote;
Hence you could choose to live in ignorance, wouldn’t that in the end be deceiving oneself and the people close to you? (Sekali saja kau memilih untuk mengabaikan kebenaran, bukankah sama dengan menipu dirimu sendiri dan orang-orang terdekatmu?) (Kwon Yool, ep.15)
When I decided become Prime Minister, I wanted to become the strength of the common people and to be a PM who stands on the weaker than the stronger side. (Kwon Yool, ep.16)
Saya
suka quote yang terakhir, karena itu adalah kalimat yang diucapkan seorang pemimpin,
tulus dari hati yang paling dalam. Daebak!
Sebagai penutup, silakan nikmati Original Soundtrack Prime Minister and I yang manis ini. Lagu yang paling saya suka di antara beberapa lagu yang menjadi ost PMI.
15 comments
Write commentsendingnya gak nikah beneran? gak mau nonton ah -_-
ReplyQ suka film iniiiii.....seru
Replyakhirnya daku tahu endingnya hahahha
ReplyAku suka anak bungsunya, sering nangis manggil "ajumma!"
ReplyHehehehe saya bisa liat langsung syutingnya hehwhehwbebw
Replyendingnya open ending miiiiil..jadi boleh dipersepsikan sendiri-sendiri, termasuk mereka menikah.
ReplyKalau menurut persepsi aku sih, mereka menikah. Kan udah gak ada halangan lagi :D
Toss mbak :D
Replyendingya menurut persepsi masing-masing aja yaaa :p
ReplyYa Bai, anak ini paling sering nongol di KDrama :D
ReplyWeleeeehhhh...dirimu bikin aku iri deeeh :D
ReplyYah si ibu, mainannya cuma Koreaa saja. thesismu udah siap belum? :)
ReplyAku nonton via you tube, tapi cuma sampai ep 11. Ep selanjutnya gak nemu. Kasih link-nya dong Ki. Pinisirin setelah PM ditusuk itu.
ReplyAda banyak pilihan untuk nonton mbak rin;
ReplyAku biasanya nonton di: http://www.dramaload.ch
Atau, bisa juga di; http://drama.net
Atau, bisa juga di; http://dramacrazy.eu/
Happy watchiiiiing :D
Ini drama yg bikin spechless.. kocak, sedih n romantis.. sedihnya pas kwon yool dan da jung udh mulai sama2 cinta eh istrinya tau2nya masih hidup dan karena da jung tulus sama yool n keluarga jd da jung malah milih pergi.. sweet banget pas yool udh mulai cinta, pas dia ucapin kalimat sama kayak da jung.. awalnya ga terima endingnya da jung harus pergi mungkin karna rasa bersalah ama alm. Bapaknya. Untung dia baca surat bapaknya yg pengen dia bahagia sama yool. Akhirnya da jung balik lg deh ketemu yool. "Suatu saat jika takdir mempertemukan kita kembali, kita akan memulai semuanya dengan benar, & aku akan memegang tanganmu, dan sampai hari itu tiba kau harus selalu sehat". Gregetannya kenapa ending pas ketemu cuma salaman ya.. hehehe.. (pokoknya like this deh)
ReplyAda rekomendasi film lain yang kayak gini ga min ? Yang semacan perdana menteri, atau pemimpin korea ? Lg pengen banget soalnya wkwk
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon