Review Buku: Nikah Sama Bule
Review buku oleh Fardelyn Hacky Irawani
Tulisan ini dimuat di surat kabar HARIAN ACEH, Sabtu, 15 September 2007
***
Judul buku : Nikah Sama Bule
Penyusun : Rahmadiyanti
Kontributor : Lienn Ottmann, Retno Biber, Nuni Berger, Vera Bossow, Dina Bliss, Ria Williams, Harwati Lindsten, Dewi Muto, Evi Collins, dan Pungki Bullock
Penerbit : Lingkar Pena Publishing House, Juni 2006
Tebal : 199 halaman + xiii
Orang Indonesia menyebut istilah bule untuk orang asing. Bagi sebagian orang, bule identik dengan rambut pirang dan berkulit putih –seperti yang terlihat pada cover buku ini. Tapi begitu membaca isi buku, tidaklah demikian halnya. Istilah bule ditujukan untuk semua WNA. Yang pirang atau tidak pirang, berkulit putih, berwarna atau berkulit hitam. Nah, kalau warga Indonesia (terutama perempuan) menikah dengan pria asing, berbagai stigma akan muncul. Menikah dengan WNA bagi sebagian orang kesannya keren. Apalagi kalo WNA-nya punya banyak uang. Tapi ada banyak hal yang harusnya menjadi pertimbangan ketika memutuskan menikah dengan WNA. Apakah sudah se-akidah? Bagaimana reaksi keluarga? Bagaimana status kewarganegaraan anak jika kelak punya anak? Sebagaimana kita ketahui bersama, Undang-undang di Indonesia tidak mengakui status WNI terhadap seorang anak yang lahir dari ibu yang WNI dan ayah WNA. Meski si ibu orang Indonesia asli dan meski si anak juga lahir di Indonesia.
Begitu kira-kira yang ingin disampaikan dalam buku Nikah Sama Bule ini. Ditulis oleh sepuluh perempuan Indonesia yang semuanya menikah dengan WNA dari berbagai negara. Mereka berbagi pengalaman dan seluk beluk ketika pertama kali berkenalan dengan pria mancanegara, merencanakan pernikahan bahkan pada proses pernikahan itu sendiri hingga memutuskan untuk ikut dan tinggal di negeri suami yang notabene sangat berbeda jauh dengan Indonesia, baik lingkungan, adat istiadat, maupun gaya hidup.
Berbagai kisah unik pertemuan dua manusia berbeda bangsa terangkum di sini. Mulai dari perkenalan via dunia maya (seperti pengalaman Lien Ottmann, Retno Biber, Nuni Berger dan Vera Bossow), bertemu di Indonesia sebagai guide atau rekan kerja (Harwati Lindsten, Ria Rasjid Williams dan Pungki Bullock), bertemu di luar negeri karena bersekolah atau bekerja (Dewi Muto dan Dina Bliss) sampai yang dijodohkan seperti yang dituturkan oleh Evi Collins.
Membaca buku ini, selain mendapatkan pencerahan mengenai segala hal dalam kehidupan berumah tangga, kita juga jadi semakin tahu bahwa menikah dengan WNA tidak semudah menikah dengan WNI. Jika menikah dengan WNI saja tak jarang harus melewati proses yang rumit dan bertele-tele, apalagi dengan WNA. Tentu lebih banyak tantangannya. Apalagi negara kita terkenal rumit dan suka merumit-rumitkan dalam urusan birokrasi.
Menikah dengan WNA memang tidak mudah. Tapi ketika mereka meniatkan menikah sebagai ibadah, maka segala kesulitan itu bisa mereka lewatkan dengan manis. Itu yang mereka coba bagi dalam buku ini. Seperti pengalaman Lien Ottmann yang menikah dengan WNA asal Prancis. Lien harus mengalami proses yang rumit dan bertele-tele di KUA. Belum lagi imej bahwa menikah dengan bule berarti pemasukan Dollar bagi si perempuan dan –mungkin saja– keluarga perempuan. Akibatnya Lien dan calon suaminya harus mengeluarkan biaya yang berkali-kali lipat lebih besar dari biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh WNI yang menikah dengan sesama WNI. Hal senada juga dialami oleh Vera Bossow, yang menikah dengan Ben Bossow, WNA asal Denmark. Vera berbagi pengalaman bagaimana melelahkan dan menguras cukup banyak energi ketika ia harus berurusan dengan birokrasi KUA.
Setelah menikah, masih banyak tantangan yang harus mereka hadapi. Tak bisa langsung berkumpul dengan suami karena berbagai faktor di negeri sendiri (bagi yang menikah di Indonesia). Ketika akhirnya mereka diboyong oleh suami mereka pun harus berhadapan dengan orang yang bahkan sama sekali berbeda dengan kultur ketimuran.
Perjuangan belum berakhir. Ketika sudah berkumpul dalam satu atap rumah tangga, mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang sama sekali berbeda dengan Indonesia. Atau harus memilki banyak tabungan kesabaran karena pasangan mereka sebelumnya non muslim kemudian dituntut menjadi muslim yang baik. Seperti yang dituturkan oleh Dina Bliss yang menikah dengan Erin Bliss, WNA asal Amerika Serikat. Suaminya ini sebelum berkenalan dengannya adalah non muslim. Setelah menikah, Dina bercerita bagaimana ia yang juga masih dalam tahap pembelajaran harus menuntun suaminya itu dalam hal beribadah.
Menikah dengan pria asing adalah pilihan. Dan ketika ke-sepuluh perempuan dalam buku ini dihadapkan pada pilihan tersebut, mereka tentunya harus memilih dengan berbagai konsekuensinya. Buku Nikah Sama Bule ini hadir untuk mencerahkan. Bahwa menikah –dengan siapapun itu, akan memberi warna yang lebih beragam pada hidup.
***
ConversionConversion EmoticonEmoticon