Di bawah ini adalah tulisan versi asli dari saya. Untuk versi yang udah diedit dan dimuat di Femina, hasilnya tak jauh berbeda dari asli, pihak Femina hanya menyunting sedikit kata, mengganti kata 'Perempuan' menjadi 'wanita' dan mengganti 'aku' dengan 'saya'
Honey oh Hani
Oleh: Fardelyn Hacky
Ketika
baru menikah, sebagaimana umumnya perempuan Aceh memanggil suaminya dengan
sebutan ‘Abang’, demikian juga halnya denganku. Meski aku sudah mengenalnya sebelum
kami menikah, namun sebelumnya aku tak pernah memanggilnya dengan sebutan ‘Abang’.
Untuk hal ini, kami berdua tidak perlu kompromi lagi.
Tapi
tidak begitu halnya dengan panggilan suamiku untukku. Sebagaimana juga umumnya
panggilan suami untuk istrinya seperti ‘dek’ atau ‘adek’, aku justru tidak mau
dipanggil dengan sebutan itu. Menurutku, kok
seperti panggilan seorang abang terhadap adiknya. Aku kan bukan adikmu, bang, begitu alasanku sama suamiku. Selain
itu, aku menginginkan panggilan yang beda dengan panggilan suami-suami pada
umumnya untuk istrinya.
Jika
ada yang protes karena anggapan panggilan ‘adik’ untuk istri aku anggap seperti
panggilan abang terhadap adiknya, lantas kenapa juga aku memanggil suamiku
dengan sebutan ‘Abang’? Bukankah hal yang sama juga berlaku jika aku memanggilnya
dengan sebutan tersebut?
Menurutku,
ini menurutku lho ya, panggilan ‘Abang’ adalah panggilan umum, baik adik
terhadap abangnya, panggilan orang yang lebih muda terhadap yang lebih tua,
atau panggilan penghormatan istri terhadap suaminya. Nah, untuk yang terakhir
ini, sejak dahulu perempuan Aceh yang baru menikah akan memanggil suaminya
dengan sebutan ‘Abang’ meskipun usia si
istri lebih tua dari suami, misalnya.
Nah,
untuk panggilan suamiku untukku ini, maka berkompromilah kami.
“Panggil
‘sayang’ aja ya, Bang!” usulku.
“Ah,
Abang gak mau panggil ‘sayang’, malu didengar orang. Apalagi kalau nanti kita
pulang kampung. Malu ah, didengar sama Ayah, Mamak, dan orang-orang tua di
kampung. Nanti dikira sok pamer. Trus nanti dibilangin, mentang-mentang
pengantin baru, sayang-sayangan.”
Akhirnya,
kami memutuskan aku dipanggil ‘honey’
saja oleh suamiku. Aku menyetujui panggilan ini, terdengar manis dan romantis. Suamiku
bukan tipe laki-laki romantis. Jadi cukuplah buatku panggilannya saja yang
terdengar romantis, hehe... Nah, untuk yang ini, baru deh suamiku setuju.
Alasannya, meski panggilan tersebut artinya juga ‘sayang’, tapi karena
menggunakan bahasa yang berbeda, tak terlalu tampak kesan pamernya.
“Buat
orang-orang yang tak begitu bagus nilai bahasa inggrisnya, pasti tak akan
mengira abang manggil sayang,” begitu kira-kira kesimpulan kami. Maksudnya, ini
untuk orang-orang tua di kampung ya, bukan anak muda jaman sekarang.
Begitulah,
sampai saat ini, di empat tahun usia pernikahan kami, suamiku masih memanggilku
dengan sebutan ‘honey’.
***
Adalah
Upo Miah, saudara jauh suamiku, yang
sama-sama tinggal di Banda Aceh. Upo atau
sering juga disingkat Po adalah
panggilan untuk kakak yang digunakan di sebagian daerah di Aceh Selatan.
Ketika
pertama kali aku dibawa ke rumah Po
Miah, memperkenalkan aku sebagai istrinya ke keluarga saudaranya tersebut,
suamiku tidak menyebutkan namaku ke keluarga Po Miah. Perkenalan tersebut hanya membawa aku ke rumah Po Miah tapi tidak menyebut namaku.
Mungkin karena masih pengantin baru, suamiku masih malu-malu menyebutkan segala
hal tentang aku kepada orang lain. Atau dia lupa? Entahlah. Aku pun tidak
menanyakan.
Rumah
Po Miah termasuk rumah yang paling sering kami kunjungi dibandingkan dengan
saudara-saudara suamiku yang lain. Pada kunjungan kami yang pertama tersebut
sampai pada kunjungan-kunjungan berikutnya, Po
Miah selalu memanggilku dengan sebutan “Hani’, lebih sering ‘Ni’ saja. Karena
keterusan aku dipanggil ‘Ni’, suami, anak-anak serta mertua Po Miah ikut-ikutan memaanggil ‘Ni’
padaku. Aku dan suamiku heran, kenapa dia memanggilku ‘Hani’, ya?
Setelah
aku menjadi akrab dengan Po Miah,
berkatalah aku pada Po Miah, “Po,
namaku bukan Hani hai Po, tapi Hacky.”
“Lho,
namamu bukan Hani? Tapi aku dengar si Salmi (nama suamiku) manggil kamu ‘Hani’?
Lepaslah
tawaku siang itu di depan Po Miah.
Ooohhh...rupanya karena panggilan ‘honey’
oleh suamiku. Lalu kujelaskan yang sebenarnya pada Po Miah, sambil malu-malu.**
17 comments
Write commentshehe lucu jadi ngetop dengan panggilan hani :D salam kenal mbak
Replysalam kenal ya mbak
Replybudhe saya juga ada yg namanya hani mbak :D
Okey hani eh honey heheheee
Replybaiklah Mbak Hani.. eh Hacky, panggil hani aja boleh??
ReplyHOneyyyyyyy i luv you :D
ReplyWhehe... jadi nama baru ya kak, Fardelyn 'Hani' Irawani :)
Replyhihihihi... lucu ini :)))))
ReplyKalau semuanya jadi panggil "Hani" gak romantis lagi dong ya.Hahaha...Harus cepat2 diluruskan itu, kak :P
ReplyWell, so Honey Not HANI, just make clear mbaa, top be ge te deh :) congrat udah nembus Femina yaa ;)
Replyhaha.
ReplyUntungnya bukan orang sekampung yang memanggil "Hani", Mak.
Hahaha...okelah Hany :P
Replyaihhh mesti potong kambing dulu tuh klo ganti nama :D
Replyselamat mak eki ya, asyik nie dapat honor banyak
Replypingin juga kirim ke femina
All: makasiiiiih semuanya, udah berkunjung ke mari yak. Ayo semua pada ngirim-ngirim :D
Replybtw, gak di mari, gak di fb, kok jadi malah dipanggil 'Hani' yak eike, wkwkwkk
Aihh... Hani keren deh :D gado2nya syedap mb :)
ReplyCeritanya lucu, mba :))
Replymakasih mbak Vanda dan mbak Isti ;)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon