I Am The King (2012); King Sejong The Great dan Kisah Pangeran yang Tertukar


Tahun ini saya belum menulis review film sama sekali. Ada beberapa file review yang sudah menanti untuk saya selesaikan, tetapi membutuhkan konsentrasi tinggi untuk menyelesaikannya.  Jadi sebagai review film perdana tahun ini, saya pilih film yang ringan-ringan saja dengan review yang juga ringan ketika menuliskannya, hahaa… Pilihan saya jatuh pada film Korea berjudul I Am The King. Sebetulnya saya sudah menonton film ini tahun lalu, tetapi karena waktu itu saya tidak membuat beberapa catatan penting ketika menontonnya, saya jadi lupa. Jadi saya menontonnya lagi sekarang, tentu untuk mencatat detail.

Film ini adalah adaptasi dari novel Mark Twain berjudul The Prince and The Pauper.  Ini novel Mark Twain paling terkenal di seluruh, inti cerita The Prince and The Pauper paling banyak diadaptasi ke berbagai film dan drama di seluruh dunia, dengan berbagai versi yang tentu saja setelah disesuaikan ‘rasa’ lokal di negara/daerah setempat. Tetapi saya belum membacanya :D


Sependek yang saya tahu, ada dua film Korea Selatan yang mengadaptasi cerita The Prince and The Pauper, yaitu film I Am The King dan Masquerade (review Masquerade menyusul, yak).

Fiction based on history facts
Korea memiliki peradaban sejarah yang panjang. Sebagaimana China, dinasti pertama Korea sudah berdiri sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Bagi mereka, terutama penulis dan para pelaku industri perfilman, cerita raja-raja dari tiap-tiap dinasti adalah sumber inspirasi yang tak habis-habis digali. Sependek yang saya tahu, sejak perfilman mereka masih dalam bentuk hitam putih, mereka sudah mengangkat cerita raja-raja mereka ke dalam dunia film, ada yang dibuat benar-benar berdasarkan sejarahnya, ada juga dengan konsep memasukkan cerita fiksi ke dalam cerita sejarah. Real history atau based on history facts, yang mana saja tidak masalah, selama itu adalah film bioskop dan bukannya film dokumenter.  Salah satu film jadul mereka yang pernah saya tonton adalah film berjudul Jang Hee Bin, rilis tahun 1961. Filmnya masih hitam putih, setting kerajaannya tidak kuat, kualitas film sangat buruk, akting para aktris masih kaku. Secara sinematografi, jika dibandingkan dengan film Indonesia yang rilis di tahun yang sama, jelas film Indonesia lebih baik kualitasnya. Film-film Indonesia di tahun-tahun 60-an hingga 80-an, adalah film-film terbaik menurut saya. Tetapi sekarang, industri perfilman kita tertinggal sangat jauh. Film-film Korea Selatan sudah menjadi langganan di berbagai festival film internasional. Visual effect yang mereka gunakan di beberapa film sudah sekelas film Hollywood.   

The Prince and The Pauper jelas murni cerita fiksi. Tetapi, sutradara Jang Gyu-Sung mengadaptasi inti cerita The Prince and The Pauper ke dalam cerita salah satu raja paling terkenal di dinasti Joseon bahkan terkenal sepanjang peradaban mereka. Dia adalah King Sejong The Great, salah satu raja yang mendapat gelar The Great
Statue of Sejong the Great, in front of Gyeongbokgung Palace, Seoul. 
Menurut sejarah, Sejong adalah raja yang membawa Korea pada peradaban emas. Sejong tidak takut pada Dinasti Ming (China), dia juga raja yang peduli terhadap kemakmuran rakyatnya. Sejong adalah raja paling cerdas di antara raja-raja lainnya, dia lah yang pertama sekali menciptakan abjad Korea yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hangul. Gambar Sejong juga terdapat di mata uang Won. Kalau kalian punya Won, lihat saja seseorang di situ, itulah dia Sejong The Great :D                                 

Pangeran yang Tertukar
Saya jadi curiga, jangan-jangan sinetron Indonesia, Putri yang Tertukar yang dibintangi oleh Nikila Willy, adalah adaptasi dari cerita The Prince and The Pauper juga, tetapi versi putrinya dan bukannya pangeran :D Bisa jadi ya, soalnya ada banyak sekali cerita tersebut diadaptasi ke dalam film, dari versi yang benar-benar jadul sampai versi modern seperti sinetron Putri yang Tertukar. Sama seperti cerita Romeo dan Juliet dengan telah banyak diadapatsi ke berbagai versi juga.

Dalam dunia kreatif, melakukan adaptasi itu bukanlah dosa karena tujuannya adalah menghasilkan sesuatu yang baru dengan bentuk dasar tetap dari aslinya (inti cerita). Dalam hal ini, inti cerita dari novel The Prince and The Pauper adalah pangeran yang tertukar. Lebih tepatnya ditukar, whatever, yang penting ada kata ‘tukar’, apakah tertukar atau ditukar :D asal jangan ditakar saja :v  

Bagaimana mengadaptasi cerita fiksi The Prince and The Pauper ke dalam kisah hidup raja paling terkenal ini? Apalagi Sejong adalah raja yang paling dihormati orang Korea, sampai kini. Jadi, menurut sejarahnya, ketika Sejong belum naik tahta, tidak ada ceritanya dia pernah menukar dirinya dengan rakyat jelata, tetapi dia pernah menolak dijadikan Putra Mahkota. Alasannya menolak adalah karena dia tidak ingin menjadi Raja. Di bagian inilah ide cerita pangeran yang tertukar ini diadaptasi.   

Diceritakan, Sejong adalah adalah seorang pangeran kutu buku. Kerjanya hanya membaca dan membaca dan membaca. Kamarnya adalah perpustakaanya. Suatu hari, ayahandanya, Raja Taejong, mencopot gelar Putra Mahkota abangnya. Abangnya adalah seorang pangeran yang pemalas, pemarah, suka main perempuan, pemabuk, penjudi, dan semua pe… pe… tidak baik lainnya. Bayangkan saja, dengan kelakuan-kelakuan tersebut, bagaimana mungkin dia bisa menjadi Raja Korea?  Gelar itu akhirnya diberikan kepada Sejong. Sejong stress bukan main. Dia tidak mau menjadi raja.

Maka Sejong melarikan diri ke luar istana. Saat melarikan diri, kebetulan ada seorang budak laki-laki yang mirip Sejong hendak pergi ke istana. Budak mirip Sejong ini ingin melihat kekasihnya yang menjadi tawanan kerajaan. Di saat Sejong memanjat pagar  hendak keluar dari istana, di saat itu pula si budak juga sedang memanjat pagar hendak menyelinap ke istana. maka di sinilah terjadi pertukaran tersebut.

Klise? Kalau boleh saya bilang, ide cerita pertukaran  pemuda pangeran ini memang klise banget. Dalam hal eksekusi cerita, juga tidak terdapat cerita yang luar biasa sekali. Pangeran keluar istana, lalu melihat rakyat miskin dan menderita, bahkan sempat juga terpaksa merasakan jadi orang miskin, sempat kelaparan, sempat disekap; itu juga cerita yang semua orang juga akan tahu ceritanya akan seperti itu. Nothing special lah, kalau dilihat dari segi cerita. Yang bikin spesial adalah akting Jo Ji Hoon yang kocak banget dengan memainkan dua karakter sekaligus. Dalam film ini, akting Jo Ji Hoon terlihat jauh lebih baik dibanding ketika dia bermain dalam Princess Hours.
Sejong asli dan palsu, ketika sedang menunaikan hajat :D

Praktik Politik Busuk A la Joseon
Dulu, saya pernah membaca salah satu dongeng di majalah Bobo yang bercerita tentang seorang Putra Mahkota yang menyamar menjadi rakyat jelata. Saya lupa judulnya, lupa juga siapa pengarangnya. Misi Putra Mahkota tersebut adalah ingin melihat sejauh mana kondisi rakyatnya, yang ternyata sangat memprihatinkan. Di balik kesengsaraan yang dialami Sejong selama pelariannya, dia juga melihat hal yang sama. Di luar istanalah dia melihat banyak ketimpangan yang dialami rakyatnya; pejabat yang korup dan semena-mena, kejahatan di mana-mana, jual beli budak oleh pejabat negara, dan banyak lagi praktik politik busuk a la pejabat Joseon kala itu. Nah, pendekatan cerita seperti inilah yang dipakai untuk mengeksekusi film berdurasi 120 menit ini, sekaligus ingin menunjukkan bahwa seorang Sejong yang kelak dikenal sebagai raja yang bijaksana dan menyayangi rakyatnya, bisa seperti itu karena dia sudah melihat dan mengalami langsung penderitaan rakyatnya, terlepas apakah ini true story atau bukan.

I Am The King bukan jenis film berat seperti  Roaring Current atau Masquerade. Meski film komedi, film ini sesekali menjadi sendu dengan menampilkan cerita yang mengharu biru ketika terjadi penangkapan dan penjualan budak-budak. Kehadiran aktris cilik Kim So Hyun yang berwajah sendu, membuat film ini terasa pas.   

Sejong memang terlihat berbeda sejak muda. Dia cerdas, welas asih, bijaksana, dan seorang anak yang berbakti kepada orangtua. Hanya karena Sejong bukan anak pertamalah yang menyebabkan dia tidak diangkat menjadi Putra Mahkota. Kta mungkin sudah sering mendengar atau membaca cerita-cerita perebutan kekuasaan tentang dari berbagai dinasti di dunia. Saudara sekandung bisa saling membunuh dem tahta. Tetapi Sejong malah menolak dijadikan Putra Mahkota. Jika saja ayahnya tidak ngotot menjadikannya sebagai Putra Mahkota, mungkin saja tidak akan pernah ada sejarah Raja Sejong yang terkenal hingga kini tersebut.

Moral of The Story
Sebelum Sejong naik tahta, Raja Taejong bertanya pada Sejong;
“What do you think politics is?”

Sejong menjawab;
“Confusius said, Great politic means having ample food, having a sufficient military and gaining the people’s trust.  Father, do you know what the greatest of these is? The one thing that must never be forgotten out of those 3! I will only do politics to gain the people’s trust!”

Sejong (diperankan oleh Joo Ji Hoon) ketika naik tahta
Saya selalu tertarik dengan filososfi Confucius. Kumpulan anaclects-nya senantiasa mengajarkan kebajikan dan kebijakan hidup. Anyone who is serious about living life well would do well to read Confucius’s Analects.  

Dunia politik itu kejam. Tetapi saya yakin, masih ada orang-orang baik yang terjun ke dunia politik bukan untuk kepentingan memperkaya diri. Tetapi orang-orang idealis seperti itu, sering sekali tenggelam dalam hingar bingar dunia yang kian kejam. Masih adakah politisi kita yang berkata; ‘Great politic means having ample food, having a sufficient military and gaining the people’s trust?’ Semoga

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

11 comments

Write comments
HM Zwan
AUTHOR
1 Maret 2015 pukul 19.43 delete

tanggal pertama di bulan maret,dan malam2 baca review film yang mau nggak mau jadi penasran sama filmnya.berarti pemainnya yang main di princes hour ya mbak??baru tahu hehehe....susah ngafalin nama artis korea xixixi

Reply
avatar
2 Maret 2015 pukul 05.12 delete

Iya mbak, ini yang maen Jo Ji Hoon pangeran di Princess Hours. Aku kalo yang nggak favorit atau belum pernah kuliha akting di layar kaca/film, nggak hapal juga sih mbak xixixii...

Reply
avatar
Katerina
AUTHOR
2 Maret 2015 pukul 10.30 delete

"whatever, yang penting ada kata ‘tukar’, apakah tertukar atau ditukar :D asal jangan ditakar saja :v "

Ngikik baca 'ditakar' :))

Kalo urusan mereview film or buku, mbak Eki jagonya nih *jempol*

Reply
avatar
3 Maret 2015 pukul 12.12 delete

Xixixiiii....mbak rien ada-ada aja :v :D

Iya mbak rien, memang sejak lama passion adalah menulis review buku, sekarang merambah ke review film. Masih belajar juga sih karena kadang masih menulis review suka-suka, hahaa

Reply
avatar
4 Maret 2015 pukul 14.56 delete

wah resensinya bagus...jadi bisa membayangkan seperti apa ceritanya ^_^

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
5 Maret 2015 pukul 13.31 delete

hmm kaya nya saya ketinggalan jaman iyaaaa :( saya engga tau film-film korea ..

Reply
avatar
8 Maret 2015 pukul 17.04 delete

Nggak mbaaaak...nggak tau film-film Korea nggak berarti ketinggalan jaman. Ini hanya masalah selera saja mbak :D

Reply
avatar
9 Maret 2015 pukul 09.48 delete

Mbak kok bisa review film sedetail ini. kalau aku langsung ba bi bu Awal dan langsung akhir. hehehe Keseringan baca nih blog ntar ketularan gandrung ama film Asia khususnya Korea :)

Reply
avatar
9 Maret 2015 pukul 22.15 delete

Soalnya mbak, detail itu terjadi karena saya menumpahkan semua isi kepala sehabis nonton mbak, wkwkwkk
Silakan mbak, mampir-mapir lagi ke sini. Semoga menginspirasi :D

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky