Kisah pilu yang dialami Angelina,
bocah manis korban Child Abuse,
membetot pikiranku kali ini. Hal yang juga pernah terjadi di tahun 2011 lalu,
saat di tengah malam ketika hendak memejamkan mata, tiba-tiba aku teringat dia.
Tetapi yang kuingat kali ini, bukan
hanya seorang, melainkan dua. Dia dan
dia. Seluruh tubuhku seperti dililit
tali masa lalu dan membuat aku tidak bias bernapas.
Aku ikuti perkembangan kasus
Angelina seharian itu sampai kemarin lewat internet, bak mengikuti sebuah acara
live show. Dari mulai berita
ditemukannya mayatnya, divisum, ketika ditangkap keluarga angkatnya, pokoknya
semua, yang mampu aku ikuti.
Saat itu, alam bawah sadarku belum
memberi sinyal apapun. Dia dan dia belum muncul di ingatanku. Sampai
saat kemudian aku membaca dua postingan blog yang ditulis oleh seorang blogger.
Seorang blogger yang menyebut dirinya sebagai child abuse survivor karena pernah mengalami kekerasan oleh ibu
kandungnya. Silakan baca kisah hidupnya di SINI dan lanjutannya di SINI.
Baru membaca tulisan part 1 saja,
airmataku langsung tumpah. Dia muncul
kembali di ingatanku, setelah aku mencoba melupakan peristiwa itu lebih dari 25
tahun lalu. Membaca rangkaian kisah hidupnya, membuat aku tergugu dan
tersedu-sedu, untuk kisah hidupnya yang memilukan dan untuk masa kecilku yang
menyakitkan.
Dia yang kedua muncul ketika tak lama kemudian status seorang
teman diberi judul child abuse muncul
di beranda. Aku pikir beliau sedang menulis sebuah opini tentang child abuse––seperti yang beliau lakukan
saat menanggapi sebuah isu, ternyata beliau menuliskan kisah hidupnya saat
mengalami kekerasan masa kecil yang dilakukan oleh ibu kandungnya, bahkan
SAMPAI SEKARANG.
Ini ceritanya.
Ini ceritanya.
Saya sejak SMP mengalami kekerasan berupa kekerasan verbal yang melukai emosional saya. Tapi sampai saya dewasa dan punya anak, ternyata saya ga bisa lepas dari kekerasan dari ibu saya.Ketika saya kabur demi melindungi anak-anak sayapun, posisi saya secara kultur disalahkan... karena saya jadi ‘durhaka’ karena mengabaikan ortu yang sudah tua.Padahal sebelum ibu saya tua, beliau sudah segalak itu, makin tua makin menjadi-jadi.Ketika ada anak-anak, saya tidak mampu menghadang kekerasan ibu saya yang mulai mengarah ke anak saya karena berupa verbal yang kalo ibu saya teriak udah pasti anak saya dengar. Belum lagi karena saya single parent, saya diharuskan kerja pula. Di saat saya kerja sudah pasti saya tidak bisa berbuat apapun untuk mencegah ibu saya melakukan kekerasan verbal.Saya tidak tau sebelumnya pernah separah apa, tapi suatu hari ibu saya pernah membentak putra saya karena menjatuhkan semangkok nasi. Nasi yang dimasak dari beras yang saya beli. Mangkok yang terjatuhpun saya yang beli dan mangkok itupun tidak pecah. Dan tentu saja anak saya tidak sengaja menjatuhkannya. Dia menjatuhkannya didalam rumah yang saya tanggung sewanya, bayaran listriknya dan pengeluaran gasnya.Tapi ibu saya meneriakinya dan tidak berhenti ketika saya memintanya untuk berhenti. "Sudah... sudah..." kata saya dengan pelan berkali-kali. Tapi suara ibu saya makin meninggi sehingga saya makin panik. Akhirnya kami adu suara. Ibu saya makin marah karena saya ‘berani melawan ibu yang melahirkan’.Saat itu kemarahan yang saya pendam meletup dan saya menampar ibu saya agar diam. Malah ibu saya makin menghebat dan menyerang saya. Memukuli kepala saya. Menarik dan merobek jilbab saya lalu menginjak2nya tentu dengan makian "anak durhaka! Percuma berjilbab tapi kamu ga menghormati ibumu!"Haloooo. You abusing my kids!!! And i may not defend them???Di depan anak saya, saya menutup kepala saya dengan kedua tangan dan ibu saya membabi buta memukuli saya. Sakit! Sakit ya sodara-sodara. Sehingga saya kemudian menangkis. Ibu saya makin kalap sehingga saya mendorongnya keluar pintu dapur untuk menutup pintu. Saya udah lupa waktu itu akhirnya gimana. Yang saya ingat jelas saya lalu lari ke rumah teman saya. Menangis ga bisa berhenti dengan kepala dan hati yang sakit. Dan anak saya masih di rumah!Dan coba tebak, buat orang yang datang nonton ‘sinetron live show’ gratisan kami itu.... siapa yang salah??? SAYA!Ketika anak saya masuk RS karena keracunan hingga saya nekad kawin lari lalu kabur membawa anak saya, yang salah siapa? SAYA lagi.Dasarnya cuma satu. Dia ibu yang telah melahirkan saya. Ga boleh dibantah. Dan saya ga boleh bilang "Yang minta dilahirkan itu siapa?" Karena bisa dijawab itu salah saya lagi, "kenapa kamu digugurin ga gugur sih!"
Oh, dadaku serasa dipukul-pukul ketika membaca kisah
kedua. Aku dihujam rasa sakit karena dia dan dihantui perasaan bersalah
karena dia. Tetapi aku belum setegar mereka ketika
menuliskan seluruh kisah masa kecil mereka. Aku yakin mereka tentu telah
melewati masa-masa sulit hingga sekarang mereka terlihat setegar karang. Entahlah,
aku merasa belum siap dan takut ketika selesai menuliskannya, dunia akan tahu
aib masa kecil dan masa remajaku. Mengingat masa-masa itu, sungguh terasa
menyakitkan buatku. Perasaan sakit dan rasa bersalah berputar-putar di otakku.
Aku ingin membukanya, mungkin suatu saat, tapi entah kapan, mungkin pun tidak
akan pernah.
Dunia
ini adalah hamparan surga, tetapi terkadang menjadi neraka untuk anak-anak. Kekerasan
demi kekerasan adalah ‘santapan’ mataku nyaris setiap hari. Kita mungkin tidak manyadari bahwa kekerasan anak lebih banyak dan sering
dilakukan oleh orang-orang terdekat; orangtua, kerabat, baby sitter, pokoknya
yang dekat dengan kehidupan anak sehari-hari.
Yang
bisa aku jadikan pelajaran dari kisah dua perempuan di atas dan masa kecilku
yang sangat keras adalah bahwa aku tidak boleh begitu, apalagi ketika kini aku
memiliki seorang putra. Aku harus lebih baik untuk anakku, aku
juga tidak boleh seperti dia, dan anakku jangan sampai bertemu dengan
seseorang seperti dia. Aku harus menjaga putraku. Biarlah dia menikmati
dunianya dengan kegembiraan. Aku mungkin bukan ibu yang sempurna, tetapi aku
ingin menjadi ibu yang terbaik untuk anakku. Keluarga dan orang-orang terdekat
harus menjadi orang paling nyaman buat anak-anak.
Peluk
putra dan putrimu, moms.
***
Ah, bahkan tulisanku kacau dan tak beraturan begini.
***
Ah, bahkan tulisanku kacau dan tak beraturan begini.
8 comments
Write commentsAku nunggu-nunggu mau komen dari tadi nggak bisa. Baru setengah jam kemudian kotak ini muncul :D Aku juga ngikutin berita ANgeline. Dan nangis berlinang air mata terus jika mengingatnya hingga sekarang :(
ReplyAku sedih banget, jadi nggak mau ngikuti kisah Angelina. Tapi aku rajin memberi komentar untuk memberi semangat teman kita, blog mak Mayya, yg survive dr masa kecil spt itu. Di balik sebuah pintu rumah seringkali tersimpan rahasia pilu. Makanya aku hati2 sekali mengomentari sikap seseorg, mungkin saja didalam dia tertekan. Sebaliknya, aku menolak utk diperlakukan seenaknya. Jika ada teman yg menggunakan kata2 yg mendiskreditkan aku apalagi smp melukai hatiku, langsung aku tinggal pergi tanpa pikir 2x. Itu pula yg kuajarkan pd anak2nya. Don't take it for granted krn kata2 abusive itu menular ke korban & bisa berubah jd kekerasan sbg pelampiasan.
Replyralat: anak2nya >>> anak2ku
ReplyKekerasan memang bisa secara fisik dan psikis.. Alhamdulillah kalau di recall Nufus belum (atau tidak merasa) mengalami yang namanya abuse atau bully...
ReplyPuk..pukk kak Eqi.. forget and forgive then move up ya kak..
ngeri ya mak,miris bangettt.....aku aja yang cuma nangani anak2 korban bulliying waktu jadi guru BK aja sampe nangis,karena g tega..apalgi yang sampai kayak gini,miris bangettt.sedih banget rasanya :(
ReplyGa tega ngikutin kasus Angeline... semoga jadi pengingat untuk kita yang dewasa agar bisa melindungi anak-anak di sekitar kita :(
ReplyMiris banget ama kejadian ini. Semoga pelakunya mendapat ganjaran yang setimpal...
Replyi know the feeling very clearly kak
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon