Lebih Sabar dengan Tetangga

Kehidupan bertetangga, penuh dengan dinamika. Tidak jarang kita mendengar ada pergesekan di antara dua keluarga atau lebih yang saling bertetangga. Sejak kecil, saya sudah sering menyaksikan pergesekan tersebut, karena saya tinggal di asrama polisi. Pergesekan tersebut umumnya terjadi di kalangan ibu-ibu. Macam-macam bentuknya, mulai dari persaingan membeli perabotan rumah tangga atau pakaian, salah paham yang berakhir adu mulut, sampai pada perkelahian duel face-to-face ala smackdown hanya gara-gara masalah anak, LOL. Bisa dibayangkan ya boooo’, bagaimana ibu-ibu Bhayangkari yang tinggal di satu komplek asrama, penuh dengan persaingan dan drama :D  Seorang anak  berantem dengan anak tetangga saja bisa membuat ibu mereka ikut-ikutan berantem. Tetapi ketika anak-anak sudah berbaikan, ibu mereka malah bisa sampai tidak bertegur sapa selama bertahun-tahun. Dunia orang dewasa memang rumit -_-

Kini, ketika saya punya kehidupan sendiri, satu komitmen yang sejak awal saya dan suami inginkan adalah berusaha tetap menjalin hubungan baik dengan tetangga. Islam sudah mengatur bagaimana kita seharusnya bersikap dengan tetangga. Saking pentingnya menjalin hubungan baik dengan tetangga, bahkan Rasulullah sampai mengaitkan kesempurnaan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga. Dalam salah satu hadist-nya disebutkan;
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari). 

Namun terkadang, kehidupan bertetangga gampang-gampang susah. Kalau tetangganya baik-baik semua ya Alhamdulillah, tapi kalau tetangganya suka mencari-cari masalah hanya soalan sepele, mungkin dengan cara beginilah Allah ingin menguji keimanan kita; sejauh mana kita bisa bersabar dengan tetangga. Pada akhirnya, pergesekan dengan tetangga memang sulit dihindari, karena perbedaan sifat dan tingkah manusia. Adakah yang tidak punya pergesekan dengan tetangga? Minimal mungkin pergesekan soal daun mangga pemilik tetangga sebelah kiri jatuh ke halaman rumah tetangga sebelah kanan, atau, sampah plastik tetangga sebelah kanan jatuh ditiup angin ke rumah tetangga sebelah kiri. Perkara remeh temeh begini, bisa menjadi besar dan lebih besar jika tidak disikapi dengan bijak. Kalau saya pribadi mah, pas lihat dedaunan pohon rumah tetangga atau sampah di sono jatuh ke halaman rumah saya, ya saya biarkan saja *iya, saya pemalas soalnya :p*, atau kalau kalian rajin ya tinggal disapu aja, tho? Nggak perlu misuh-misuh sama manusia. Memang tuh pohon atau sampah bisa ngatur-ngatur angin yang menerbangkan mereka?  

Namun bagaimana jika persoalan yang terjadi dengan bertetangga adalah bukan hanya tentang daun atau sampah plastik yang diterbangkan angin melainkan lebih besar dari itu? Kamipun pernah mengalaminya. Mulai dari kesalahpahaman soal penggunaan mesin air sampai ke soalan anak-anak yang bertengkar. Kalau tentang salah paham, kami berusaha untuk mencoba mengkomunikasikan secara baik dengan tetangga, sementara soalan anak-anak yang bertengkar, wah, saya nggak ambil pusing tentang ini, malah cenderung cuek. Saya belajar banyak dari lingkungan tempat saya tinggal waktu kecil.  

Sabar menghadapi tetangga bukan berarti cuek terhadap mereka. Tetangga adalah saudara terdekat kita, makanya kenapa Rasulullah menekankan begitu pentingnya memuliakan tetangga. Menjaga lisan, mengunjungi mereka ketika mereka sakit, membagi makanan atau rejeki kepada tetangga yang kurang mampu, itulah beberapa adab terhadap tetangga.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

2 comments

Write comments
3 Februari 2016 pukul 15.10 delete

wowowo.... ininiii keren deh kkaka ^^

Reply
avatar
8 Februari 2016 pukul 20.41 delete

ha tetangga saya tu suka cari kesalahan terus adu dan gosip bikin keluargaku ribut mulu jadi masalah ga berkepanjangan
@guru5seni8
http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky