Saya terbitkan kembali dalam rangka mengikuti lomba blog tentang menulis dan membaca yang diadakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) pusat menyambut milad-nya yang ke-15. Lomba ini memang membolehkan peserta meng-upload kembali tulisan-tulisan lama asal tentang dunia baca tulis. Selama saya menjadi salah seorang pegiat di FLP Aceh, kegiatan yang saya rangkum berikut; Kampanye Cinta Baca, merupakan kegiatan yang cukup sering kami lakukan setelah tsunami dan telah menumbuhkan semangat kebersamaan yang meninggi di antara pegiat FLP Aceh. Saat itu saya merasakan semangat muda dari teman-teman FLP Aceh baik yang masih muda atau tidak muda lagi. Kami tidak sungkan berjalan kaki dan berdiri di salah satu simpang terpadat di kota BandaAceh, Simpang Lima. Yang kami lakukan adalah; mengikat kepala ala demonstran dengan seutas kain bertuliskan Forum Lingkar Pena, turun ke jalan di saat lampu lalu lintas berwarna merah, membagi stiker atau brosur dari mobil mewah sampai mobil angkutan kota. Semua kami lakukan dengan santun dan tetap mematuhi aturan jalan.
Lain kali, kami memanfaatkan arena pameran kebudayaan di Pekan Kebudayaan Aceh. Hal yang sama kami lakukan seperti di jalan raya, sambil cuci mata di pameran tersebut. Alhamdulillah, di setiap kegiatan kampanye cinta baca yang kami lakukan, selalu mendapat sambutan yang positif dari masyarakat.
***
Kampanye cinta membaca. Turun ke jalan-jalan utama di kota Banda Aceh dan membagi-bagikan brosur plus stiker ke semua lapisan masyarakat. Itulah yang kami lakukan saat merayakan hari jadi FLP Aceh yang ke-enam, Minggu tanggal 11 Maret 2007. Ini kampanye ketiga yang kami lakukan setelah kampanye yang sama pada Agustus dan September 2005. Dan alhamdulillah, kegiatan ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.
FLP sebagai sebuah organisasi yang concern dalam kegiatan baca tulis, ingin sekali mengajak masyarakat dari semua lapisan untuk mau membaca. Buku adalah jendela dunia, seperti kata pepatah yang sudah cukup sering kita dengar. Tentu sangat disayangkan jika memiliki banyak buku tapi tak pernah dibuka apalagi dibaca. Maka jangan harap akan bisa melihat dunia karena kita tak pernah membuka ’jendela”nya.
Membaca dan menulis adalah dua paket kegiatan yang tak pernah bisa dilepaskan. Membaca tentu akan lebih bermakna kalau kita bisa menuliskannya kembali ke dalam sebuah tulisan versi kita sendiri. Setelah membaca, kita diharapkan mampu menuliskan apa saja, supaya apa yang terbaca akan memberi energi postif untuk kembali –meminjam istilah Pak Hernowo– mengikat makna.
Bohong kalau ada yang mengatakan suka menulis tapi tidak suka membaca. Kalau pun ada yang seperti ini, tentulah tulisannya tidak akan terasa ”mengikat” seperti halnya tulisan-tulisan mereka yang telah melakukan riset, salah satunya adalah dengan membaca karya-karya orang lain terlebih dahulu.
FLP tidak ingin muluk-muluk, mengajak masyarakat di Aceh untuk mau menulis misalnya. Meskipun selama ini FLP memang ingin sekali dan akan selalu selalu melakukan hal tersebut, meng-up grade pelajar, mahasiswa, dan siapa saja yang ingin dan suka menulis, mengaku tidak bisa menulis tapi punya minat besar di dunia kepenulisan. Tapi ada hal yang juga harus disadari bahwa tidak semua masyarakat di sekitar kita punya pemikiran seperti itu. Boro-boro mau menulis, melihat buku saja rasanya seperti melihat benda-benda yang bikin sakit mata atau sakit kepala kali.
Seorang teman yang mengaku suka –atau ikut-ikutan suka?– dengan sebuah novel yang sedang diperbincangkan oleh banyak orang atau melihat sebuah buku menarik, tapi dia tidak ingin bersusah payah membacanya. Mending disuruh baca saja sama orang, terus minta diceritakan ulang bagaimana ceritanya. Di mana asyiknya? Bukankah seperti kata Pak Hernowo, membaca itu Mengikat Makna?
Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena memang begitulah masyarakat kita. Buku telah tergantikan dengan hal lain yang dianggap lebih mengasyikkan. Mengobrol ngalor ngidul diangap lebih mengasyikkan daripada membaca. Duduk di warung kopi yang ujung-ujungnya pasti ngalor ngidul dianggap lebih mengasyikkan daripada membaca. Masyarakat kita adalah masyarakat yang suka mengobrol tapi berat untuk membaca.
Maka dari itu, ajakan membaca kami lakukan lakukan untuk siapa saja. Anak-anak, orang dewasa, pekerja kantoran, tukang becak dan peminta-minta di jalan raya.
Kita bisa menjadi siapa saja, dengan latar belakang yang berbeda. Tapi satu hal: buku dan membaca seharusnya dilakukan oleh siapa saja. Menjadi pejabat tapi tetap membaca. Menjadi tukang becak tapi tetap membaca. Bahkan menjadi pengangguran pun seharusnya tetap membaca.
11 comments
Write commentsIni lomba ya mbak. Semoga menang yah ... :)
ReplyIya mbak, lomba blog bertemakan 'Baca tulis'.
ReplySebenarnya agenda lama, tapi boleh di-posting ulang.
Amin. Makasih ya mbak
keren ya aksinya.... fighting flp!
ReplyWaktu itu belum ada sist Fida, hehee
ReplyMbaaak, mampir nih, di rumah yang seger...insyaAlloh kapan2 mampir lagi deh. lagi gak bisa folow nih, gak tahu error mulu...:)
ReplyFollow sukses di posisi 24 mba cantiiikkk,.
Replydi tunggu follow back.a..........
Makasih
Makasiiih mbak Eni dan Mas Falah udah mampir ke sini.
ReplyMas Falah berada di posisi 24, bener-bener nomor cantik, hehee
semoga lombnya menang ya,...
Replysenang sekali membaca tulisannya, say juga sering baca juga tulisan pak hernowo yang di mizan.com..
kunjungan pertama
salam kenal dan follow balik juga
Revolusi Galau
ternyata..gak menang, heheee
ReplyTak apa, yang penting sudah menulis sebagai sebuah proses pembelajaran
Makasih ya Mas bro Adang udah berkunjung ke sini
Tak fol-back deh :)
Waaah, kami belum gabung masa itu yaah... :)
ReplyIyaaaa..isni masih bayi waktu., hehee
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon