Rainbow; Warna-Warni Kehilangan


Novel Rainbow. Gambar: goodreads.com


Judul Buku : Rainbow; Akan Selalu Ada Kesempatan Kedua
Penulis : Eni Martini
Penerbit :Elex Media Komputindo
Cetakan : 2013
Tebal : 201 halaman
ISBN : 978-602-02-1609-6


Seorang psikiater kebangsaan Swiss, Elizabeth Kübler-Ross, menulis buku berjudul On Death and Dying yang membahas tentang tahap-tahap kehilangan yang dialami manusia saat menghadapi maut dan kematian. Teorinya kemudian lebih dikenal dengan sebutan Model Kübler-Ross. Saya mendapatkan materi tentang Model Kübler-Ross sudah lama sekali, ketika masih  duduk di tingkat pertama perkuliahan. Seiring berjalannya waktu, model ini tidak hanya digunakan untuk membahas tentang kehilangan menjelang kematian saja, termasuk juga seseorang yang mengalami sebuah peristiwa yang mengubah hidupnya, seperti perceraian, putusnya suatu hubungan, kehilangan pekerjaan, atau berbagai bentuk kehilangan lainnya yang terjadi dalam kehidupan. Menurut Kübler-Ross, lima tahap yang dialami manusia ketika mengalami kehilangan antara lain; denial (penyangkalan), anger (marah), bargaining (menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).

Eni Martini, seorang novelis senior, menulis sebuah novel dengan tema kehilangan yang berjudul Rainbow. Entah apakah seorang Eni sudah tahu banyak tentang teori kehilangan Kübler-Ross, sehingga ketika saya mengikuti alur cerita kehilangan yang dialami oleh tokoh sentral dalam novel ini, saya diingatkan kembali dengan teori tersebut.  Ya, alur kehilangan keduanya –antara teori dan alur novel ini– memang sama. Namun, terlepas apakah penulisnya tahu atau tidak, sering saya membaca/mendengar/melihat peristiwa-peristiwa kehilangan yang memiliki alur yang runut; menyangkal, lalu marah, lalu menawar atau terkadang berandai-andai ‘seandainya saya tidak begini’ atau ‘seandainya saya tidak keluar malam itu’ dan sejenisnya, lalu depresi, dan akhirnya menerima apapun keadaan yang dialaminya sekarang.  
Namun, untuk fiksi, jarang saya temui alur kehilangan yang rapat dan dengan tahapan yang lengkap seperti halnya dalam teori. Bisa saja penulisnya hanya mengeksplor rasa penolakan hingga depresi saja lalu selesai, atau lebih singkat lagi, hanya satu tahap saja lalu selesai. Dan itu sah-sah saja untuk sebuah fiksi. Dan dalam Rainbow – seperti yang saya tulis entah penulisnya sangat menyadari akan hal ini atau tidak – Eni Martini membuat cerita kehilangan menjadi lengkap, sesuai dengan alur novel ini yaitu alur maju, dari penolakan sang tokoh sampai akhirnya dia bisa menerima kenyataan meski bukan pasrah.
Tidak percaya? Mari kita lihat.
Akna dan Keisha, dua tokoh sentral dalam novel Rainbow, adalah pasangan suami istri yang bahagia. Sayangnya, ‘hidup bahagia selamanya’ hanya ada dalam dongeng-dongeng klasik. Coba tunjuk satu saja biduk pasangan menikah yang tidak menghadapi terjangan ombak ganas yang menghadang perjalanan mereka mengarungi lautan kehidupan? Nyaris tidak ada, sekecil apapun itu. Dan mereka mengalaminya, hujan dan badai mengguncang biduk pernikahan yang telah dijalin dengan manis. Akna sang suami mengalami sebuah kecelakaan dan kaki kanannya harus diamputasi. Ada banyak kehilangan yang diderita Akna setelahnya; kehilangan pekerjaan, kehilangan bayangan masa depan yang indah, dan kehilangan rasa kepercayaan diri. Akna seperti dihempas ke dalam lorong gelap yang dia tak tahu di mana dasarnya. Maka runtutan peristiwa yang terjadi kemudian adalah sebagai berikut;
Penolakan Akna ketika mengetahui kakinya diamputasi justru ada di bagian  pertama buku ini, sebagai pembuka jalan cerita, sebagai awal dari dimulainya alur tahapan kehilangan yang dialami Akna. Ketika terbangun dan tersadar bahwa kakinya sudah diamputasi, Akna serasa ingin kembali menutup mata dan berharap semua itu hanya mimpi buruk.
Akna dibawa pulang dengan istrinya Keisha sebagai perawat utama. Namun di rumahnya Akna justru bertingkah seperti orang gila; uring-uringan, marah terhadap semua orang, bahkan menyakiti istrinya dengan kata-kata yang tak pantas disebutkan seorang suami kepada istrinya. Kemarahan Akna dan sikap dingin yang ditunjukkannya dieksplor dengan cantik dan memikat oleh Eni Martini di bagian ‘Winter in Home’. Membuat pembaca yang berposisi sama dengan Keisha, seperti saya misalnya, juga merasakan sebuah kemarahan akibat kelakuan Akna. 
Akna memejamkan mata. Sudah lama sekali dia tidak pernah cemburu dengan istrinya. Sejak mereka menikah, Keisha selalu berada dalam lindungannya, selalu pulang ke dalam dekapannya. Dia yang mencintai Akna dengan tulus dan polos. Di saat dirinya cacat, Keisha juga seti–Ah, sampai kapan wanita itu bertahan di sampingnya? (halaman 92).  
Untuk tahapan ini, saya sekali lagi salut untuk Eni Martini yang berhasil menggambarkan bagaimana seorang Akna mengalami depresi yang kemudian oleh istrinya, dia disebut ‘gila’. Ya, meski Akna didampingi oleh istri yang selalu setia dan menyanyanginya, namun di pihak Keisha, dia merasa bahwa mereka berdua seperti hidup di dua dunia yang terpisah jauh. Mereka dekat tapi jauh. Keisha dengan dunianya untuk membenahi keutuhan ekeonomi keluarga dan juga dunia yang dicobanya untuk mendekati Akna, sementara Akna hanya ada di dunianya sendiri tanpa mau memasukkan Keisha ke dalamnya. Akna menjadi irit bicara bukan hanya pada istrinya, namun juga pada kedua orangtuanya dan sahabat-sahabatnya. Puncaknya adalah saat Akna melihat keberhasilan Keisha lalu menjadi merasa bahwa dirinya adalah lelaki paling tidak berguna sedunia. Ditambah dengan rasa cemburu yang membabi buta, di saat itulah  biduk mereka oleng dan nyaris karam.
Untungya, sebelum biduk suci itu karam, sang nahkoda cepat tersadarkan diri. Untungnya lagi, sebuah berita mengejutkan tentang Keisha sebagai pemicu utama Akna untuk hidup kembali seperti Akna yang dulu, membuat alur cerita ini jauh dari kesan drama dengan jalan menuju ending yang cantik dan ciamik. Apakah yang terjadi pada Keisha sehingga biduk mereka tidak jadi karam? Saya rasa lebih baik Anda membacanya sendiri dan temukan jawabannya.
***
Rainbow adalah novel pertama Eni Martini yang saya baca, dari sekian banyak novelnya yang sudah beredar. Ekspektasi saya setiap kali membaca karya-karya penulis senior adalah saya bisa belajar dari caranya menulis. Setiap penulis tentu memiliki gaya menulisnya sendiri. Dalam novel ini, Eni Martini lebih dominan mengandalkan masalah pasca-kecelakaan sebagai konflik cerita. Dengan diksi yang sederhana, alur cerita maju dengan rapat, namun dengan menyisakan sedikit celah. Terlalu mengedepankan konflik dan ‘perang urat saraf’ sehingga menyisakan porsi yang sedikit untuk deskripsi tokoh utama. Saya berharap mendapatkan eksplorasi perasaan yang lebih tentang Akna, terutama pasca-kecelakaan. Namun terlepas dari celah yang sedikit ini, karya Eni Martini bisa menjadi rujukan dunia kepenulisan fiksi. Juga rujukan untuk para suami dan istri tentang bagaimana seharusnya bersikap ketika suatu waktu pasangan kita menjadi seperti yang tidak diharapkan. Good job Eni Martini!
 ***
Tulisan ini menjadi juara 1 Lomba menulis Resensi Novel Rainbow, September- Oktober 2013
http://cahyakayangan.blogspot.com/2013/10/pengumuman-pemenang-lomba-resensi.html
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

40 comments

Write comments
Eni Martini
AUTHOR
30 September 2013 pukul 09.30 delete

sampai bengong bacanya...lalu berpikir, apakah karena aku pernah kehilangan???

Reply
avatar
Leyla Hana
AUTHOR
30 September 2013 pukul 10.03 delete

wah keren nih, ada teori psikologinya.

Reply
avatar
Ihan Sunrise
AUTHOR
30 September 2013 pukul 10.43 delete

Eky ini keren sekali ulasannya, tidak seperti biasanya, walau panjang kuhabiskan membacanya :-D

Reply
avatar
Ade Anita
AUTHOR
30 September 2013 pukul 11.13 delete

Resensi nya keren banget. Suka dengan bagian penjelasan babak2 kehilangan ditinjau dari ilmu jiwa. Informatif sekaligusmenghibur. Suka model resensi spt ini

Reply
avatar
Ila Rizky
AUTHOR
30 September 2013 pukul 11.27 delete

tahap penerimaan keluarga terhadap orang yang bermasalah itu yang paling bikin gregetan. baik individu dan yang disekitarnya harus sama2 menerima perubahan karena kecelakaan itu ya, mba

Reply
avatar
5 Oktober 2013 pukul 21.23 delete

mbak Eni:
bukankah pernah mbak? dan pernah itu mungkin secara tak sadar menyusup ke alam bawah sadar :D

Makasih juga buat mbak ela, Ihan, mbak Ade dan Ila yang udah berkunjung ke sini dan membaca review sederhana ini ;)

Reply
avatar
Azhar Penulis
AUTHOR
7 Oktober 2013 pukul 20.14 delete

Itukah kenapa keluarga seringkali harus dilibatkan dalam penanganan depresi,,, two thumbs kak Eky,,, resensi yang menark dan bermanfaat tentunya...

Reply
avatar
Lisa Tjut Ali
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 01.08 delete

bijak sekali kata-kata ini '' Kehilangan sesungguhnya kesempatan untuk mengawali sesuatu yang baru, untuk membangun kembali, untuk menemukan kembali, dan belajar pengalaman baru''
sukses ya eki utk reviewnya, bagus sekali reviewnya, lengkap dengan alur dan watak tokoh

btw fotonya itu emak2 kali, hehhehehehehe

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 01.11 delete

wkwkwkw...nggak ku ku aku baca komenmu Lisa.
Emang udah emak-emaaaaak kok :p

Reply
avatar
isni wardaton
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 05.41 delete

Isni suka sekali kutipan ini, "Kehilangan sesungguhnya kesempatan untuk mengawali sesuatu yang baru, untuk membangun kembali, untuk menemukan kembali, dan belajar pengalaman baru".
Pengemasannya bagus kak, mau lah diajarin nulis resensi. ^^

Reply
avatar
Isratul Izzah
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 06.35 delete

Sepertinya kak Eky membuat resensi dgn persiapan yg matang. penceritaan alurnya apik dan unik, ada teori psikologinya. jadi penasaran dgn ceritanya.
Otsukare sama deshita (good job) kak Eky :)

Reply
avatar
Sarah Mellina
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 07.15 delete

waaah, uda lama ngidam pingin baca novel rainbow-nya mba eni ini, baca resensi k eky jadi tambah ngiler pingin punya novelnya, pingin baca utuh, tambah penasaraaan... berasa emang buku recomended untuk dimiliki, ih .... :-)

Reply
avatar
Aslan Saputra
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 10.28 delete

Mantap kak (y)
Setelah membaca resensi ini saya jadi pingin tahu gimana perasaan akna. Sepertinya kita semua akan larut dengan membaca novel ini..

Cool!

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 11.40 delete

Isni: kakak juga suka kalimat yang itu :D
nanti kapan-kapan di kelas FLP ita bahas resensi yak isni :D


Isratul Izzah:
kebetulan ini background pendidikan kakak Isra, jadi pengin nulis dari sisi yang beda, xixixiiii...

Sarah;
kakak juga sarah, udah sejak lama pengen baca karya Eni Martini. nah, ini adalah buku pertama beliau yang kakak baca meski ini bukan buku pertama beliau :D

Aslan:
tengkiuuuuu Aslan udah baca ;)

Reply
avatar
Hijrahheiji
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 11.59 delete

Wah, kereen kak, belum baca novelnya, jadi penasaran...jadi pengen punya istri juga #Eh? #KemudianCurhat

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 12.01 delete

hahahaa..Hijrah
Semoga cepat dapat jodoh ya :D

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 12.01 delete

wah buku psikologi. Saya suka teorinya. jadi kepingin baca bukunya :)

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 12.37 delete

Move on juga lewatin bbrp tahap ini.. kecuali depresi haha

Reply
avatar
Citra Rahman
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 13.45 delete

Kehilangan itu ngajarin kita untuk menemukan sesuatu yang baru. Aku suka sekali sama ulasannya. Menjadi penasaran ingin tahu endingnya seperti apa.

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 13.58 delete

Mesintiktua:
saya juga :D

Cut Isyana:
Eh, iya ya :D

Citra:
Makasih atas kunjungan pertamanya Citra :D

Reply
avatar
Khaira
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 14.11 delete

Suka ceritanya kak... Akhirnya smpat baca jg stlh lama teronggok di atas lemari^^

Inti yg Khaira dpt: buah hati selalu dapat menyatukan dua hati :)

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 14.29 delete

wah, jadi Kharira udah baca juga novel ini? menarik kaaaan? ;)
eniwe, suka dengan kalimat Khaira; Buah hati selalu dapat menyatukan dua hati
TFS ya Khaira ;)

Reply
avatar
Khaira
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 14.38 delete

Udah kakak... Tertarik setelah baca resensi mbak Leyla Hana :)

Sama2 kak...
Tugasnya klo ga ntar malam bsok ya siapnya :)

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 14.56 delete

aku paling suka cerita bergenre rumah tangga.. teringat sebuah status teman di jejaring sosial, menikah itu lima menit, pestanya hitungan jam, sementara bekeluarga itu selamanya.
so pilihlah pasangan hidup paling baik dan tentu saja disaat yang sama kita juga terus memperbaiki hidup kit.

demikian khutbah hari ini ......

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 15.09 delete

Khaira: okeeee ;)

Ariel; pantesan ente suka nulis cerpen bergenre rumah tangga selawet ini ya, hmm....

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 15.43 delete

saya selalu jadi blog walking di blognya kak eki. kak,,smoga jadi jawara, dan bisa bawa pulang gadget impiannya, amiiiiin. :)

Reply
avatar
11 Oktober 2013 pukul 15.49 delete

Aamiin. makasih ya munawar ;)

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 21.12 delete

Luar biasa Eky...gimana gak, pembaca (bang arie, mksdnya) diajak untuk membaca resensinya runut hingga habis. Dan tentu saja dgn rasa "penasaran" seperti apa ending novel tsb. Hmmmm....kyknya hrs beli nih, apalagi liat covernya, mengingatkan lukisan2 era romantisme eropa. Wuiiiihhhh

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 21.14 delete

Dan, good job Kak Fardelyn Hacky. Ulasannya renyah dan patut dibaca sampe tuntas. Pesan dari novel dapet. Saya kira layak menang. :D

Reply
avatar
Azhar Penulis
AUTHOR
11 Oktober 2013 pukul 22.26 delete Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
avatar
Unknown
AUTHOR
12 Oktober 2013 pukul 13.51 delete

wah pingin donk punya novel ini :) bagus banget

Reply
avatar
12 Oktober 2013 pukul 17.26 delete

Gampong backpacker:
Iya bang, kovernya unik ya, agak beda dengan kover-kover novel yang terbit belakangan ini :D

Makmur Dimila:
Aamiin. semogalah saya menang. Makasih ya makmur :D

Sri Hayati:
iya mbak, bagus novelnya ;)

Reply
avatar
Liza
AUTHOR
12 Oktober 2013 pukul 18.38 delete

mantap postingannya kak eki. btw kk vbeli dimana sih novelnya? liza selalu ketinggalan berita

Reply
avatar
12 Oktober 2013 pukul 21.29 delete

Kakak beli di Medan Liza, lebih tepatnya di toko buku Gramedia Medan. Komplit kali di sana bukunya, bahkan buku baru udah mejeng.
Pas pulak waktu kakak di sana, ada beberapa info menulis resensi diluncurkan, langsung deh kakak hunting buku-buku yang ingin diikutkan dalam lomba resensi, xixixixiiii...

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
18 Oktober 2013 pukul 14.14 delete

syu suka fotonya...

Reply
avatar
18 Oktober 2013 pukul 16.04 delete

itu sengaja anakku foto bareng Syu, eh baca bareng, xixixiiii..

Reply
avatar
Eni Martini
AUTHOR
28 Oktober 2013 pukul 07.48 delete

SELAMAT RESENSI INI MENJADI PEMENANG PERTAMA ^_^

Reply
avatar
Triana Dewi
AUTHOR
28 Oktober 2013 pukul 08.59 delete

Dan aku setuju, memang bagus, berteori lagi, jadi pantas menjadi juara pertama, selamat ya sayang..

Reply
avatar
28 Oktober 2013 pukul 10.42 delete

mbak Eni:
Alhamdulillah mbak. terima kasih banyak sudah mengadakan lomba ini :D

mbak Triana:
Makasiiiiiiih mbak Triana. Aku juga suka baca tulisanmu mbak. Tulisanmu sangat menyentuh sekali mbak :)

Reply
avatar
Ainialailatul
AUTHOR
10 Januari 2017 pukul 10.38 delete

jangan jangan drepresi mak :o

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky