Indonesia (saya) di antara Bangladesh (kiri) dan Nepal (kanan) :D |
Selama
menjadi mahasiswa di Thailand, teman beda-bangsa-non-Thailand yang lumayan
dekat dengan saya adalah mereka yang berasal dari Bangladesh. Saya sebut dekat
bukan dalam artian bahwa saya akrab banget dengan mereka. Kami menjadi dekat
karena di kelas saya, kelas psychiatric,
hanya terdiri dari orang Indonesia dan Bangladesh saja. Sementara di kelas
umum, kelas nursing science, ini yang
agak lebih beragam.
Walaupun
saya kurang suka terlalu akrab dengan teman-teman seperjuangan kuliah yang
berasal Bangladesh karena alasan-alasan tertentu yang akan saya tuliskan
kapan-kapan, tetapi beginilah hingga saat ini, mau tak mau kami menjadi dekat. Lha
wong sudah sekelas dan berjumpa setiap hari :D
Lebih dari
itu, saya termasuk orang yang suka berteman dengan orang-orang yang datang dari
berbagai latar belakang budaya. Dengan begini, saya bisa mempelajari budaya
bangsa lain, memerhatikan dengan seksama, atau mempelajari karakter manusia
dari berbagai bangsa. Syukur-syukur bisa jadi bahan tulisan. Ya, itulah tujuan
utamanya, hahaa.
Maka demi
hal-hal tersebut, saya enyahkan ego saya sebagai orang Indonesia yang lebih
‘maju’ dari mereka. Hitung-hitung menciptakan kekompakan sebagai kumpulan
orang-orang yang berasal dari dua negara yang menjadi penyumbang populasi
terbanyak di dunia, lol.
Berkat
berteman dengan mereka pula, saya bisa punya kesempatan memakai Saree.
Salah satu
hal yang saya suka jika bertandang ke tempat teman-teman Bangladesh adalah
karena tempat tinggal mereka yang besar dan luas. Mereka tinggal bersama,
ramai-ramai dalam satu apartemen, oleh karena itu mereka perlu menyewa
apartemen yang besar. How lucky they are, ada Ajarn di sini yang
menyewakan apartemen untuk mereka dengan harga yang murah tetapi tempatnya luas
banget. Kamarnya juga luas banget. Kalau boleh saya bilang, ini adalah rumah
dan bukannya apartemen. Beda dengan tempat tinggal saya yang sempit sekali :D
Oleh
karenanya, saya sesekali pernah bertandang ke tempat teman-teman Bangladesh,
jika diundang. Sebenarnya saya lumayan sering diundang ke tempat mereka, tetapi
lebih sering saya tolak. Selain karena alasan-alasan tertentu yang akan saya
tuliskan kapan-kapan, alasan penolakan lainnya adalah karena saya kurang suka
makanan khas Asia Selatan. Makanan Bangladesh bisa saya bilang adalah sama
seperti makanan India. Tetapi, jujur, saya tidak suka makanan India. Baunya
rempahnya itu, alamakjaaang… bikin rontok bulu
hidungku, lol.
Orang
Bangladesh sama seperti orang Aceh pada umumnya, di mana jika mereka atau kami
orang Aceh kedatangan atau mengundang tamu, kami akan masak banyak dan menyuguhkan
makan siang/malam untuk tamu, jika kebetulan tamu datang saat tiba waktu makan.
Kalaupun belum masuk waktu makan, kami malah meminta tamu untuk jangan pulang terlebih
dahulu sebelum makan siang atau makan malam.
Tetapi
menjadi masalah jika tamu (saya maksudnya) tidak menyukai makanan si tuan
rumah. Saya bukan tipe picky eater
lho, malah kalau bisa saya bilang, saya adalah tipe pemakan segalanya, as long as itu makanan Indonesia, dan as long as itu bukan makanan India atau
makanan khas Asia Selatan, lol.
Sungguh,
saya tersiksa dengan aroma makanan India.
Tetapi
sesekali, saya tidak bisa menghindari penyiksaan ini, karena mereka teman
terdekat saya saat ini.
Seperti
siang itu, saya datang ke tempat mereka, dan seperti yang sudah saya duga,
mereka memasakkan sesuatu untuk kami makan bersama.
Khichuri,
itulah nama makanan yang mereka masak siang itu. Nama yang cantik,
sayangnya–seperti kebanyakan makanan mereka lainnya–tidak berhasil menggoyang
lidah saya. Tetapi saya selalu senang bisa turun ke dapur mereka, melihat bagaimana
mereka meracik bumbu, membantu memotong sayuran, dan melihat proses pemasakan
makanan itu sendiri. Sambil foto-foto tentunya, lol.
Khichuri
adalah makanan khas dari Asia Selatan, bukan hanya Bangladesh atau India saja.
Meski demikian, makanan ini diklaim berasal dari India. Berhubung
India-Bangladesh-Pakistan-Nepal adalah negara dengan rumpun yang sama –bahkan
mereka juga sama-sama pakai Saree dan Salwar Khameez sebagai
pakaian khas, maka Khichuri adalah juga makanan khas di negara-negara tersebut.
Hanya saja, saya pertama sekali mengenal Khichuri melalui orang Bangladesh yang
ada di Thailand.
Dari hasil searching
via Google, mostly, Kichuri itu bentuknya kayak nasi nasi
kuning, kalau bisa saya simpulkan begitu. Tetapi dari beberapa kali saya
melihat teman Bangladesh saya membuat Khichuri, bentuknya seperti bubur dengan
warna kuning.
Warna
kuning, ini juga yang menjadi ciri khas makanan Asia Selatan selain aroma
rempahnya yang begitu kuat. Makanan apapun yang mereka buat, mestilah tak boleh
ketinggalan rempahnya (masala), mesti
jugalah berwarna kuning, yang mana itu berasal dari kunyit.
Bahan dasar
untuk membuat Khichuri adalah beras putih, dan dimasak seperti halnya menanak
nasi. Bahan-bahan lainnya adalah Dal
(kacang lentil), sayur-sayuran, dan masala serta kunyit tentunya.
Sebelumnya,
mari kita mengenal Dal terlebih
dahulu.
Dal atau kacang lentil. Foto: buyitdaily.com |
Dal adalah sebutan mereka untuk satu jenis kacang-kacangan, yaitu
kacang lentil. Saya belum pernah melihat jenis kacang-kacangan ini–setidaknya–di
kampung halaman saya, tidak tahu jika di Indonesia bagian lainnya. Warnanya orange
muda, bijinya kira-kira seukuran kacang hijau tetapi bentuknya agak pipih,
tidak bulat sebagaimana kacang hijau. Menurut beberapa sumber yang saya baca,
kacang lentil tidak hanya berwarna orange saja, bahkan ada kacang lentil
coklat dan hijau. Tetapi selama ini, yang bisa saya lihat dari persediaan bumbu
dapur di dapur teman Bangladesh saya, mereka hanya memiliki kacang lentil warna
orange saja. Dan sependek pengalaman saya tinggal di Thailand, saya juga
tidak pernah menemukan kacang lentil di Thailand. Teman Bangladesh saya selalu
membawa kacang lentil dari negara mereka. Dal atau lentil memang jenis
kacang-kacangan yang banyak terdapat dan dikonsumsi oleh orang-orang yang
tinggal di Asia Selatan, Maroko, dan Turki.
Cara Memasak
Khichuri Versi Bangladesh
Seperti yang
saya tulis sebelumnya, Khichuri versi orang Bangladesh adalah Khichuri versi
bubur, tidak seperti Khichuri versi orang India.
Nasi putih
dibersihkan, lalu masukan ke dalam rice cooker, lalu dicampur dengan kunyit, masala–dengan
aromanya yang kuat itu, lol, garam, bawang putih bawang merah bawang bombai,
dan sayur-sayuran seperti kentang, wortel, terong, tomat.
Semua bahan
dicampur hingga merata dan berwarna kuning. Baru kemudian ditambahkan air, seperti
halnya menanak nasi, tetapi mereka sengaja menaruh airnya dalam jumlah yang
agak banyak agar menjadi seperti bubur saat setelah masak.
Saat proses
pemasakan, Dal atau kacang lentil akan hancur dan bercampur dengan nasi.
Dan Khichuri
siap untuk disantap.
Siapa yang
mau? Saya enggak, wkwkwk… Rasanya aneh banget di lidah Indonesia saya :D
Ini bukan Khichuri, hanya sayur kol yang mereka tumis dengan udang. Warnanya teteuup kuning. Dan saya teteuup nggak doyan :D |
11 comments
Write commentsSetiap negara masakannya aneh - aneh ya mak, mungkin rasanya aneh untuk pertama kali makan hehe :D
ReplyHahahaa. Kakak kayaknya gak bisa jadi presenter acara kuliner ni :D
ReplyBtw, cocok pake saree gitu ;)
jadi penasaran banget sama aroma masakna india,kuat banget ya rempah2nya^^
Replysaya pernah dikasih nasi kari instan sama kaka yg tinggal di singapura, rempah2nya kuat bangte, saya juga ga terlalu suka
Replywah kayanya enak tu mba ecky
ReplyAku suka makanan India, cuma kadang gak nahan ama bawang merah atau bawang bombay-nya.. Dan pas baca resepnya kichuri ini ternyata juga gak lepas dari si bawang bombay ya mbak :D
ReplyBtw, mbak Eky manis banget pake saree itu ;)
sama mbak..aku pemakan segala juga..nggak nolak dikasih apa aja yg penting halal deh..hehehe
ReplyIdem Bu Hacky...
ReplyKehidupan di bangladesh gimana bund?
Replyapakah orang-orangnya ramah-ramah?
orang bangladesh kan mayoritas badan nya bau bawang. hufttt...
ReplyRamah banget orang2 Bangladesh.
ReplyBaik2 jg.
Cm sayang disana udara nya panas banget.
ConversionConversion EmoticonEmoticon