Review Buku: Wanita dan Islam: Kumpulan Tulisan Santriwati Aceh


WANITA & ISLAM: Sebuah Telaah tentang Kedudukan Perempuan dalam Islam
Oleh: Fardelyn Hacky Irawani
Tulisan ini pernah dimuat di Harian WASPADA Medan, tapi saya lupa tanggal pemuatan
***

Judul Buku: Wanita dan Islam: Kumpulan Tulisan Santriwati Aceh
Penerbit: LAPENA Aceh
Genre: Non Fiksi
Tahun terbit: 2006
Penulis:
Siti Zalikha H. Ibrahim
Azizah Muhammad
Junaidah Mahmud
Maisarah H. Muhammad
Siti Radhiah H. Ridhwan Gapi
Safrida Hamdani


Buku yang berjudul “WANITA & ISLAM ini adalah buku kumpulam tulisan santriwati dayah salafiyah di Aceh. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh penerbit LAPENA bekerjasama dengan Sartker BRR Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Kehidupan Keagamaan NAD-Nias Desember 2006.
Hmm, sepertinya buku ini menarik. Begitu komentar saya saat melihat kover buku tersebut. Sungguh cantik. Warna hijau cerah dengan ilustrasi seorang perempuan cantik berkerudung. Tapi, don’t judge a book by it’s cover, begitu petuah lama.

Buku ini diawali dengan kata pengantar dari penerbit LAPENA yang dalam hal ini diwakili oleh para penyunting buku: Helmi Hass, Sulaiman Tripa, Mohd. Harun Al Rasyid dan D. Kemalawati, juga tak lupa pengantar dari ’petinggi’ BRR, Bapak Hasan Basri M. Nur.

Keenam penulis santriwati ini menulis tentang dunia perempuan dalam Islam. Tentang jilbab, aurat perempuan, warisan, hubungan pria dengan perempuan dan poligami. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dalam menyampaikan pendapat dan pandangannya.

Siti Zalikha H. Ibrahim dengan judul tulisannya “Islamikah Tradisi Jilbab Kita?” membahas tentang konsep jilbab, kerudung dan selendang, di mana para ulama mempunyai pendapat yang berbeda tentang hal ini. Perbedaan pendapat tersebut hanya tentang persoalan mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh. Sementara tentang hukum berjilbab, penulis menekankan –dengan berbagai sumber akurat– bahwa hal tersebut bukanlah persoalan khilafiah (perbedaan pendapat), karena hal ini jelas-jelas perintah dari Allah sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an. Selain menguraikan tentang beberapa fungsi jilbab untuk perempuan, penulis juga menguraikan tentang tradisi berjilbab masa kini. Ada bermacam corak. Dari yang syar’i hingga yang tidak syar’i. Perempuan masa kini boleh berjilbab dengan mengikuti model dan bentuk jilbab yang berlaku di masyarakat saat ini selama tidak bertentangan dengan ajaran islam yang sebenarnya, begitu tulis Siti Zalikha H. Ibrahim. Untuk hal ini, penulis mencontohkan bagaimana tradisi berpakaian perempuan-perempuan di bumi Sangaji Bima yang disebut rimpu, di mana cara mereka berpakaian sangat unik; mengikuti prinsip jilbab, bentuk dan modelnya sama seperti kain sarung, satu dipakai di bagian atas dan satu lagi dipakai di bagian bawah. Hal ini tentu saja sudah tidak cocok lagi dipakai untuk saat ini.

Azizah Muhammad dengan judul tulisannya ”Hak Wanita dalam Pembagian Warisan” banyak membahas tentang ahli waris, kadar harta warisan yang diperoleh perempuan, dan hikmah mengapa perempuan hanya mendapat sebagian harta warisan. Tentang hikmah ini, Azizah dengan konkret memberikan penjelasan bahwa terdapat perbedaan peran laki-laki dan perempuan setelah mereka menikah. Perempuan akan menjadi tangung jawab suaminya sementara laki-laki akan menjadi pencari nafkah untuk keluarganya.

Junaidah Mahmud dengan judul tulisannya “Hubungan Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam” membahas lebih jauh tentang hubungan antara pria dan wanita yang bukan mahram dan pergaulan suami istri. Maisarah H. Muhammad dengan judul tulisannya “Poligami dan Hak Keistimewaan dalam Islam” banyak menulis hal-hal apa saja yang menyangkut poligami dalam Islam. Siti Radhiah H. Ridhwan Gapi menulis tentang “Jilbab dan Aurat Wanita dalam Konteks Islam” dan terakhir tulisan Safrida Hamdani yang berjudul “Keutamaan Wanita Salehah dalam Islam”.

Hmm, sebagai penulis yang mengaku baru pertama kali menulis, saya cukup ‘terkesima’ dengan adanya buku kumpulan tulisan ini. ‘Terkesima’ karena ternyata mereka bisa menulis tema-tema tentang ‘keperempuanan’ yang bisa jadi itu bagian dari kehidupan mereka. Lebih dari itu, sumber rujukan tulisan yang memang cukup komplit dan panjang yang bisa jadi merupakan bacaan yang sudah biasa mereka ‘santap’ selama mereka berada di lingkungan dayah.

Buku yang tebalnya 179 halaman ini boleh jadi akan menjadi rujukan bacaan bagi kaum perempuan yang ingin mengetahui lebih banyak tentang dunia keperempuanan dalam Islam. Bahasanya yang ringan dan tidak bertele-tele membuat buku ini enak dibaca.

Namun, entah kenapa, ketika saya membaca lembaran-lembaranya, saya merasa seperti membaca sebuah buku pelajaran agama di sekolah. Bisa jadi ini karena adanya sistem penomoran pada semua judul tulisan –bahkan pada sub judul– yang mereka buat dan itu cukup mengganggu. Entahlah, apakah mereka sudah sepakat terlebih dahulu untuk membuat jenis tulisan seperti itu ataukah mereka memang memiliki ‘gaya’ penulisan yag memang seperti itu. Ketika berbicara soal ‘gaya’ maka hal itu adalah sesuatu yang kita sendiri tidak sadari lahir dengan sendirinya. Lantas, kalau memang begitu, apakah mereka mempunyai kesamaan ‘gaya’? Atau malah mencoba untuk menyamakannya? Sebenarnya, silakan saja bagi mereka yang ingin menulis dengan gaya apapun. Namun ketika itu harus berhadapan dengan jenis tulisan seperti tulisan yang mereka buat dalam buku ini, maka penulisnya layak untuk memikirkan tentang ‘pembaca’nya.

Awalnya saya kira buku ini adalah sebuah buku kumpulan essei. Tapi ternyata saya kecele. Memang ada beberapa paragraf yang –saya kira– merupakan ide dari pikiran penulisnya. Membaca kelanjutannya, maka saya seperti dihadapkan pada kumpulan tulisan berbagai pendapat –terutama ulama– yang akhirnya dicoba rangkumkan oleh penulisnya.

Lantas, tentang setiap topik yang diangkat oleh penulisnya yag berbeda-beda –kecuali Siti Zalikha H. Ibrahim dan Siti Radhiah H. Ridhwan Gapi yang berbicara tentang topik yang hampir sama– tetapi dalam penyusunannya seolah-olah antara satu toipk dengan topik lainnya berhubungan. Padahal kita boleh saja memulai membaca dari judul manapun yang kita inginkan . Topik pertama bukan berarti kita harus membaca topik itu terlebih dahulu. Bisa jadi hal ini karena adanya sistem penomoran seperti saya katakan di atas sehingga kesannya seperti bagian dari bab.

Buku ini istimewa karena semua penulisnya santriwati Aceh. Pastilah mereka akan berbicara tentang perempuan dalam konteks Islam dan menghubungkan dengan budaya adat istiadat Aceh – kalau hal tersebut memungkinkan. Tapi lagi-lagi saya kecele, tak saya jumpai hal tersebut dalam tulisan mereka. Tak ada konteks ‘keacehan’ di sini. Bahkan Siti Zalikha H. Ibrahim harus jauh-jauh membandingkannnya dengan adat berpakaian ala rimpu daerah Sangaji Bima. Saya kira ada banyak konteks ‘keacehan’ di sekitar kita yang bisa diangkat dan ini akan menambah ‘keindahan’ isi buku. Mungkin yang diperlukan, penulis harus lebih ekstra ‘membaca’ tentang hal ini.

Terlepas dari berbagai hal di atas, buku ini memang layak untuk menjadi rujukan. Wallahu’alam.
***
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

Instagram @fardelynhacky