Buku
dengan cover pink di atas, itu bukan buku saya (ya iyyaaalah, udah jelas-jelas
tertera nama penulisnya kok :D). Buku ini adalah buku terbaru seorang penulis
sekaligus emak cantik, Leyla Imtichannah. Trus, ngapain saya pake naruh entu
buku di blog saya? Jawabannya karena saya pengen dapetin tuh buku secara
gratis. Tapi tau kan ya, gak ada yang namanya bener-bener gratis di dunia ini.
Jadi, untuk dapetin gratis nih buku, saya mesti menyenangkan penulisnya dengan
mengikuti apa maunya si penulis melalui sebuah giveway. Halah..mau bilang giveaway
aja bahasanya berbelit-belit, hehe..
Mau
tau apa giveaway-nya?
Jadi,
dalam novel yang kata penulisnya ditulis tujuh tahun lalu, menemukan jodoh
penerbit setahun lalu, beredar setahun setelah tahun lalu, dan akan menemukan
pemilik barunya –semoga saya – di waktu yang akan datang di tahun ini, terdapat
tiga tokoh yang menderita syndrome Cinderella. Mau tau apa itu Cinderella
Syndrome. Sebaiknya beli dan baca
bukunya aja, ya. Atau ikutin giveaway
ini, siapa tau kamu beruntung.
Cinderella?
Lhaa...emang masih ada ya Cinderella di jaman modern? Maksudnya sih, bukan nama
dan kehidupannya yang seperti Cinderella. Perempuan jaman sekarang mana ada
yang mau jadi upik abu. Pengennya jadi seorang putri terus nikahnya tetap sama
pangeran tampan. Pangeran tampan dengan kuda besi. Pokoknya pangeran tampan
dengan kehidupan yang mapan, lah. Nah, dari tiga tokoh tersebut yang tentang
mereka hanya sedikit digambarkan, penulis meminta untuk meneruskan cerita
kehidupan salah satu tokoh berupa
sinopsis cerita, dengan gaya suka-suka dan cerita suka-suka.
Baiklah,
setelah bersemedi tujuh hari tujuh malam *lebay* di pulau kapuk dan yang pasti tanpa kembang tujuh rupa, saya menjatuhkan
pilihan pada seorang gadis bernama Violet.
Violet, 25 tahun, seorang penulis yang jarang keluar rumah, hingga menjadi amat manja dan tidak bisa bepergian ke mana-mana sendirian. Ia harus mengajak teman atau ibunya kalau tidak ingin tersesat. Terpikir untuk menikah supaya punya pengawal pribadi yang siap mengantarnya ke mana-mana.
Violet,
itu hanya nama samaran yang ditulis di cover buku-bukunya. Dia menyukai nama
ini. Terasa manis seperti kisah cinta dalam novel-novelnya.
Violet
jatuh cinta pada seorang penggemar novelnya yang secara tidak sengaja
ditemuinya di sebuah toko buku.
Suatu
hari, seperti yang biasa dilakukannya, Violet mengajak mamanya ke toko buku.
Violet memang jarang keluar rumah. Apalagi sejak selesai kuliah tiga tahun lalu,
Violet memutuskan untuk total menjadi penulis dan tinggal di rumah saja bersama
orangtuanya. Ini adalah dunia yang mengasikkan buat Violet. Dia tidak perlu
merepotkan supir pribadinya yang selalu mengantar dan menjemputnya ke sekolah
dan kampus. Merepotkan teman-temannya ketika berada di kota yang jauh dari kota
tempat tinggalnya. Dan paling penting, dia tidak perlu melihat bagaimana
kerasnya kehidupan di luar rumahnya yang damai. Macetnya kota, jalanan berdebu,
kejahatan di mana-mana.
Violet
hendak melangkah ke rak di mana bukunya dijual ketika melihat seorang lelaki sedang
berdiri di depan rak tersebut dan... memegang novel terbarunya. Awalnya Violet berusaha untuk tidak peduli.
Penjualan novelnya cukup bagus di pasaran walaupun belum menjadi best seller.
Bisa jadi lelaki itu salah satu pembaca bukunya atau hanya kebetulan saja
berdiri di depan rak tersebut. Namun Violet urung untuk tidak peduli ketika
seorang lelaki lain muncul di samping lelaki pertama yang dilihatnya. Sebuah
percakapan tentang dirinyalah yang membuat Violet tiba-tiba menjadi peduli.
“Buku
terbaru dari Violet, Lang?”
Lelaki
pertama yang dilihat Violet tidak menyahut.
“Gue
heran sama lu. Lu kan gak suka sama novel roman, tapi lu ngoleksi semua
novelnya Violet. Jangan-jangan lu jatuh cinta sama penulisnya, bukan sama
tulisannya.”
Sebuah
jawaban dengan suara berat dari lelaki pertama membuat Violet tiba-tiba menjadi
tidak tenang. Dia berjalan ke belakang rak di mana dua lelaki itu sedang
bercakap-cakap. Mereka sedang membicarakan Violet dan Violet ingin tahu.
“Lu
bener banget, Ji. Gue memang jatuh cinta sama penulisnya. Gue merasakan ini
sejak pertama gue baca novel Violet. Dan hal ini membuat gue nggak bisa jatuh
cinta sama gadis lain.”
“Lu
gila ah, Lang. Mana ada orang jatuh cinta sama seseorang yang belum dikenalnya.
Bahkan siapa itu Violet nggak ada seorangpun yang tau. Kalau kenyataannya dia udah jadi emak-emak atau udah jadi nenek
sekalian, apa lu masih bisa jatuh cinta sama entu orang?”
“Hmmm...perasaan
gue bilang kalau Violet ini adalah seorang gadis cantik.”
Percakapan
berakhir dengan ditertawakannya lelaki pertama oleh lelaki kedua. Mereka berdua
pergi ke kasir dan membayar buku yang masing-masing mereka beli. Violet
berjalan ke rak di dekat kasir. Dia ingin tahu lelaki yang telah mengusik
pikirannya tadi.
Sebelum
keluar dari toko buku, lelaki yang pertama dilihat Violet berbicara pada
pemilik toko buku, “Mas, apakah mas tau siapa itu Violet?” Lalu dijawab tidak
oleh pemilik toko buku. “Apakah saya boleh minta tolong?” Dijawab boleh oleh
pemilik toko buku. “Saya sangat ingin bertemu dengan penulis novel ini, Violet.
Saya yakin seseorang yang bernama Violet sering berkunjung ke toko buku ini.
Bolehkah kiranya saya menempelkan pengumuman di depan toko buku ini bahwa saya
ingin bertemu Violet? Ini saya titip kartu nama saya. Jika Violet juga memiliki
keinginan yang sama dengan saya setelah membaca pengumuman tersebut, dia akan
mengambil kartu nama saya. Terima kasih.”
Violet
ternganga. Dari jarak yang dekat dia melihat lelaki itu keluar dari toko buku.
Dia tampan. Pakaiannya berkelas.
Violet
pulang bersama mamanya, mengabaikan kartu nama si lelaki tampan tersebut.
***
Setahun
kemudian...
Setelah
sekian lama memastikan perasaanya bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada lelaki
itu, Violet memutuskan untuk mengambil kartu nama yang dititipkan lelaki itu
pada pemilik toko buku. Setahun yang dijalaninya tanpa menghasilkan tulisan
apapun, kecuali memenuhi isi kepalanya dengan bayangan lelaki itu. Violet
berpikir apakah sudah saatnya untuknya menikah? Selama ini dia takut memikirkan
kata menikah. Dia takut jika dia menikah dengan orang yang salah. Bagaimana jika
lelaki yang akan menjadi suaminya nanti tidak bisa melakukan apa yang orangtuanya lakukan, tidak bisa dijadikan tempat bermanja dan tidak bisa dijadikan seorang
teman di kala dia takut berjalan sendiri dan takut tersesat? Akhirnya Violet
berdamai dengan kenyataan bahwa dia tidak mungkin selamanya bisa bergantung
dengan orangtuanya. Dia ingin memiliki suami yang tampan dan mapan,
seperti...lelaki yang dilihatnya di toko buku setahun lalu. Kali ini Violet
menyerah pada kata hatinya bahwa lelaki
itu akan menjadi lelaki impiannya. Lelaki yang akan mencintainya sepanjang
hidupnya dan siap menemaninya ke mana saja.
Violet
meminta supirnya menjumpai pemilik toko buku dan mengatakan bahwa dia sudah
membaca pengumuman itu setahun lalu. Bagaimanapun, Violet tetap tidak akan
menunjukkan identitas dirinya pada siapapun.
Violet
menerima kabar dari supirnya. Lelaki itu memang benar-benar mapan. Dia bekerja di
sebuah perusahaan pertambangan yang kantornya pusatnya ada di kota itu. Dia
tentu bisa menjadi lelaki yang diharapkan menjadi teman hidupnya. Dia tentu bisa
menjadi pengawal pribadi yang akan menemaninya ke mana saja. Tapi oh, ada kabar
buruk di baliknya. Sekarang lelaki itu sudah berpindah tugas ke luar negeri, ke
sebuah negeri yang tidak pernah dibayangkan pun oleh Violet akan menginjakkan
kakinya ke sana. Beberapa bulan lalu lelaki itu berpesan pada pada pemilik toko
buku bahwa dia menghentikan pencariannya.
Kenyataan
ini membuat Violet merana. Dia sudah menyia-nyiakan kesempatan yang harusnya
dimilikinya segera, setahun lalu. Violet menyesal karena telah menuruti
ketakutannya sendiri. Harusnya sejak setahun lalu dia memiliki kepercayaan bahwa lelaki itu adalah
lelaki yang baik. Coba bayangkan, mana ada lelaki yang begitu besar
perjuangannya hanya karena dia percaya dengan kata hatinya. Bahkan dia belum
pernah melihat Violet? Dia tidak tahu apakah Violet itu buruk rupa, cacat,
sudah tua, dan berbagai kekurangan lainnya. Tapi lelaki itu percaya pada
nalurinya sebagaimana pernah diungkapkannya pada teman lelakinya di toko buku
itu, setahun lalu. “Perasaan gue bilang kalau Violet ini adalah seorang gadis
cantik.”
Akhirnya
kesempatan untuk bisa menikah dengan pangeran tampan dan mapan kandas begitu
saja. Violet kembali menjalani hari-harinya di ruangan pribadinya. Tetap menutup
diri dari interaksi sosial dan tidak pernah menunjukkan pada siapapun siapa
sebenarnya Violet.
16 comments
Write commentseh, itu cerita tentang violet karangan kakak ya?
Replykasian e dia, hehe
moga berhasil... :)
Cuma tentang Violet aja Khaira, cuma nerusin kira-kira gimana nasib si Violet, hihihiii..
Replyhmmmm seru nya,.. ciamik deh mba :D
ReplyHihihii..ini nulis suka-suka mbak Hana :D
ReplySedih banget baca kisah violet, penyesalan memang selalu datang terlambat ya... sukses ya mba u GA nya, jd pingin ikutan berimajinasi juga :))
ReplyYuuuuk mbak Vanda ikutan juga DL-nya malam ini :D
Replycerita yang sangat sangat menarik. sukses yaaaa..... :)
ReplyAiiiiih...jadi maluuuuuw saya dipuji sama yang udah mahir nulis fiksi.
ReplyMakasih kak Alaika :)
mba, blognya manis sekaliii ^_^ ajarin dong bikin template...
ReplyHiyaaaaaa....perasaan, blog-ku cuma blog sederhana sekali mbak,hihihiii...
ReplyIni template aku ambil template free mbak. Ngcak-ngacak pake gugel, dengan kata kata kunci 'free template' ketemu yang ini, langsung jatuh cintrong deh, hehee
Makasih udah berkunjung ya mbak risa :)
Wah, sayang sekali akhirnya sad ending T.T
ReplyIya mbak, aku suka buat cerita yang sad ending nih :D
ReplyBaru baca postingan yang ini. Kasian bener ya violet, tapi moment 'kehidupan novel' memang gak semuanya harus happy ending :D
Replykalo saya. untuk ending lebih suka open ending sih, biar pembacanya diajak menebak-nebak, hehehe..
Replysaya hanya ingin meninggalkan jejak..:)
Replysaleum dari civitas gampongaceh.com
Makasih atas kunjungannya Kanda Ihsan :D
ReplySiip. nanti berkunjung balik
Saleum dari sesama warga Aceh :)
ConversionConversion EmoticonEmoticon