Impian setiap pasangan, apalagi di
tahun-tahun awal menikah, biasanya ada
dua: punya anak dan punya rumah. Thanks to Allah, kedua impian tersebut sudah
kami miliki di tahun ketiga pernikahan kami. Di tahun itu, kami sudah
dikaruniai seorang putra yang lucu dan sebuah rumah yang errr … sangat sederhana
sekali saking sederhananya sehingga susah selonjor.
Saya dan suami saya, SS, memiliki prinsip yang sama tentang rumah: beli sekarang juga! Eng ing eng … tapi, uangnya manaaaa??? Lol.
Jangan sinis dulu. Walaupun kami
memiliki prinsip begitu, tetapi tetap saja, kami terkendala dengan uang. Pernikahan
kami dimulai dari nol, begitu selesai akad nikah, kami langsung berpisah dengan
orangtua di kampung, berangkat ke Banda Aceh dan mengontrak rumah di sebuah
kompleks. Jangankan memiliki sejumlah uang di tabungan, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari di tahun-tahun
pertama pernikahan saja kami masih terseok-seok. Meski demikian, kami tetap ingin
cepat-cepat punya rumah. Pertimbangannya; (1) kami berdua sudah tinggal menetap
di kota Banda Aceh ini dan Insya Allah tidak akan pindah-pindah, (2) jadi karena
sudah sama-sama menetap di satu kota, maka semakin cepat bisa punya rumah
semakin baik.
Rumah menurut saya adalah hal yang
perlu dibela-belain untuk dimiliki segera. Apakah dengan menabung terlebih dahulu atau
mengajukan KPR. Semakin dini semakin baik.
Cerita kami membeli rumah mirip
seperti perjodohan antara dua anak manusia. Ada tangan Tuhan yang bermain di
dalamnya, juga ada tarik ulur saat menjalani prosesnya. Ketika kami memiliki
sedikit tabungan, eh dapat kabar ada yang menjual rumah tidak jauh dari rumah kontrakan
kami. Setelah mengetahui harga rumah, eh sayang, uang kami tidak cukup. Kami mengundurkan
diri dulu (walaupun mundurnya ragu-ragu, bhahaha), ndilalah … malah yang punya
rumah kini yang maju, menawarkan solusi. Karena yang punya rumah kepepet uang,
dan uang kami yang jumlahnya kepepet, maka titik temunya adalah: kami boleh
mencicil sisanya. Deal? Dari segi
pembayaran memang sudah ketemu titi temu, tetapi jika melihat rumahnya, pikiran
negatif mulai bermain-main di dalam pikiran: ‘Ih, rumahnya jelek amat! Tidak layak disebut rumah! Masa kami mau akan tinggal
di rumah model begini? Duh, bukan rumah impian banget!’
Penampakan di samping rumah
Nah, melihat bentuk rumah di atas, apa kalian memiliki pikiran (negatif) yang sama kayak saya? Tosslah kalau sama, lol.
Tetapi pada akhirnya kebenaran eh pikiran positif mengalahkan
pikiran-pikiran negatif. ‘Rumah ini
memang masih jelek, kami bisa membuatnya menjadi lebih layak.’ ‘Ini memang bukan
rumah impian, kami bisa menyulapnya menjadi rumah yang mendekati rumah impian.’
Rumah tersebut akhirnya menjadi milik
kami. Langkah selanjutnya adalah, apa yang akan kami lakukan terhadap rumah
tersebut? Merenovasinya atau membangun ulang? Kami memilih kombinasi keduanya.
Merenovasi rumah sambil membangunnya dari awal. Nah lho, bagaimana pula itu, merenovasi sekaligus membangun ulang?
Makanya ikuti terus cerita renov-bangun
rumah tipe sangat-sederhana-sekali-saking sederhananya-sehingga-susah-selonjor
kami.
Rumah
yang kami beli adalah rumah perumnas tipe 36, 2 kamar yang letaknya sejajar, berdinding
batako yang belum terplester, tanpa plafon, dan tanpa dapur. Jadi luasnya hanya
mentok pada 6 x 6 meter itu saja. Berjalan sepuluh langkah kea rah belakang,
langsung ketemu halaman belakang rumah, lol.
Rumah
tersebut masih memiliki lahan sisa seluas 11 x 4 meter di bagian belakang hingga
ke bagian samping belakang, 6 x 4 meter di samping kanan, dan 6 x 1 meter di
samping kiri (tepat di sebelah kamar). Dengan
adanya lahan kosong yang agak luas (dibanding luas bangunan yang sudah ada) tersebut,
kami berencana membangun dapur dan kamar
anak (pada lahan seluas 11 x 4 meter di bagian belakang hingga ke bagian
samping belakang), dan garasi (pada 6 x 4 meter di bagian samping).
Perlu
diketahui, dengan lahan sisa seluas yang saya sebutkan di atas, rumah kami
masih memiliki lahan sisa seluas 2,5 meter ke arah depan (yang menjadi halaman
depan). Halaman tersebut berbatasan langsung dengan saluran pembuangan kompleks.
SS
memberi usul agar merenovasi rumah mungil kami dengan konsep yang berbeda. Iya,
berbeda dengan yang dilakukan beberapa tetangga Perumnas kami yang telah duluan
merenovasi rumah mereka.
Tips
merenovasi-membangun rumah yang diusulkan SS adalah dengan meninggikan pondasi
yang lebih tinggi dari pondasi dasar (pondasi bawaan awal rumah) dan
meninggikan rumah lebih tinggi dari rumah asli (4 meter dari tinggi rumah asli
yang hanya 2,8 meter). Jadi nantinya rumah ini akan terlihat tinggi menjulang
karena pondasinya yang tinggi dan tinggi rumah yang juga lebih tinggi.
Pondasi setelah renovasi yang lebih tinggi dari sebelumnya |
Tinggi
rumah setelah ditinggikan, dari sebelumnya 2,8 meter menjadi 4 meter.
Lihat batas atas ventilasi yang merupakan batas plafon lama.
Jadinya, sekarang tinggi rumah kami nyaris sama dengan tinggi rumah tetangga depan yang rumahnya berlantai 2.
Perbedaan tinggi atap sebelumnya dan atap baru, dengan model pemilik rumah di depannya :D |
Tampak belakang |
Ini
terbukti saat kami merenovasi kamar kami.
Kamar
utama (yang kemudian menjadi kamar saya dan SS) berukuran 3 x 3 meter. Saya tanya ke
SS, apa memungkinkan jika kamar utama diperluas. Saya ingin punya kamar yang
luas (supaya saya bisa berkreasi sepuasnya di kamar, haha) dengan kamar mandi
di dalamnya. SS bilang bisa, tetapi mau tidak mau kami haru menghabiskan lahan sisa 6 x 1 meter
yang berada persis di sebelah kamar utama dan mengambil sedikit lahan (sekitar
1 meter dari 2,5 meter) halaman. Itu artinya, rumah kami nantinya tidak akan
menyisakan lahan kosong di samping kanan dan kirinya alias dinding rumah akan
berbatasan langsung dengan dinding rumah tetangga di samping kanan dan kiri,
juga halaman yang menjadi sempit. Saya setuju, tidak masalah halaman menjadi
sempit, yang penting bisa punya kamar yang luas dengan kamar mandi di dalamnya, lol.
Dengan cara tersebut, sekarang kami hanya memiliki halaman depan tak sampai dua meter lagi dan sisi kiri rumah yang tak lagi bersisa. Menurut suami saya, ini adalah upaya terakhir untuk berinovasi dengan rumah yang memiliki lahan sempit seperti rumah kami.
Karena kamar dimajukan dengan mengambil sedikit halaman, maka ruang tamu pun ikut dimajukan |
Kerabat
dan tetangga sempat mengusulkan untuk membuat dua kamar yang berdiri sejajar
menjadi satu kamar, jadi tidak perlu memajukan rumah dan mengambil lahan
halaman untuk memperluas kamar. Tetapi saya tidak mau seperti itu. Saya ingin
kamar satunya lagi itu dijadikan ruang
keluarga dan perpustakaan. Senangnya, SS lebih setuju dengan usul saya
*kami memang sehati, ehem*
Jadi,
beginilah proses renov-bangun dari rumah dasar menuju rumah impian. Dinding
depan dan samping dihancurkan, pondasi ditinggikan, dan rumah ditinggikan.
Bagian depan, setelah dimajukan dan ditinggikan |
Pondasi lama diganti dengan pondasi cakar ayam |
Karena pondasi sudah ditinggikan, maka bagian dalam rumah harus ikut ditimbun |
Pemasangan kaca block |
Teras depan yang sedang dibangun
Bagian depan setelah diplester |
Pintu depan |
Ruang tamu |
Plafon ruang tamu |
Kamar mandi bagian belakang, terletak di sebelah dapur |
Pembuatan septic tank baru, lebih lebar dan lebih luas dari sebelumnya. Septic tank sebelumnya ditutup |
Penampakan septic tank setelah dipasang bata |
Septic tank selesai |
Ohya,
rumah kami memiliki sisa ruangan yang cukup tinggi di atas plafon. Suami saya
berencana memberdayakan ruangan tersebut sebagai lantai dua dengan dasar dari
kayu. Jadi di ruang sisa yang terdapat di loteng ini, bisa kami jadikan sebagai
kamar tamu dan ruang baca. *tapi ini masih lama, sih*
Sekarang saatnya melihat lahan di belakang seluas 11 x 4 meter. Di lahan sisa di belakang rumah tersebut, kami membangun bangunan baru yang bersambung dengan rumah awal. Di bangunan belakang terdapat satu kamar mandi umum, dapur (bersebelahan dengan kamar mandi), ruang makan, dan kamar anak berukuran 4 x 4 meter.
Bagian belakang samping rumah, ini adalah kamar anak |
Pembangunan kamar anak, dilihat dari depan |
Sementara
itu, lahan di samping kanan berukuran 6 x 4 meter (yang berada tepat di depan kamar anak), belum kami apa-apakan. Masih
kosong. Pasti sudah tahu kan ya, tempat itu cocoknya untuk apa? Yup, itu untuk
garasi. Rencana jangka panjangnya, kami
berencana membuatnya menjadi dua lantai. Di lantai 1 sebagai garasi, lantai 2
sebagai kamar (mudah-mudahan jika Allah memberi kami satu anak lagi, itu adalah kamar buat dia).
Lahan di samping kanan rumah seluas 6 x 4 meter, rencana untuk garasi dan lantai 2-nya untuk kamar |
Merenovasi-bangun
rumah pada lahan yang sempit seperti halnya pada perumahan sederhana dengan
lahan yang sempit, memang susah-susah gampang. Susahnya karena sudah ada
bangunan sebelumnya jadi ada bagian-bagian bangunan yang dipertahankan dan ada yang
harus dirobohkan. Pada proses renov-bangun rumah kami misalnya, kami lebih
banyak merobohkan bangunan yang ada untuk membuat bangunan yang baru.
Berdasarkan
pengalaman kami merenovasi-membangun rumah, saya bisa memberi beberapa tips renovasi-bangun
rumah dengan lahan yang sempit, sebagai berikut:
Pertama, harus punya ide yang matang, ingin konsep
rumah seperti apa untuk rumah yang akan dibangun/direnovasi.
Kedua, tentukan apakah akan melanjutkan
membangun dari rumah yang sudah ada atau merobohkan yang lama kemudian
membangun yang baru atau kombinasi keduanya seperti yang kami lakukan.
Ketiga, jangan berharap memiliki
ruangan-ruangan yang besar layaknya hall, jangan terlalu berharap punya
dapur yang terlalu luas, tapi berkreasilah dengan ruangan minimalis namun
berfungsi maksimalis.
Keempat, tinggikan pondasi dan buat pondasi
yang kuat layaknya pondasi lantai 2 meskipun belum ada keinginan membuat rumah
berlantai 2.
Kelima, bangun rumah seperti rumah saya,
yaitu yang tinggi meski itu hanya baru lantai satu.
Nah,
jika kau ingin tahu lebih banyak tentang renovasi, desain, serta tips dan trik
untuk memperbaiki dan mempercantik rumah, kau boleh baca-baca artikel dan tips
dari RumahHokie untuk mengetahui spesifikasi materialnya sebelum diaplikasikan.
Sekarang, ‘gubuk
derita’ kami yang dulu sudah kami ‘sulap’ menjadi lebih baik. Memang belum selesai, masih
jauh perjalanan kami untuk mewujudkan rumah ini menjadi sebentuk rumah impian,
rumah yang tidak hanya terdiri bangunan dan sekumpulan orang-orang, lebih dari
itu, ada cinta dan kehangatan di dalamnya.
Saya menyukai lingkungan perumahan tempat kami tinggal sekarang, di sebuah perumahan yang terletak di sebuah desa bernama Desa Angan. Angan adalah sebuah pelosok kampung yang damai, jauh dari hingar bingar kota, dengan penduduk kampung yang masih sedikit, dengan suasana lingkungan yang nyaman dan aman, tetangga yang ramah dan bersahabat, dengan sumber air yang bersih, serta warga kampung yang tinggal di luar perumahan yang sangat kooperatif dengan warga perumahan yang notebene hampir semua pendatang. Angan adalah sebuah tempat di mana saya, sebagai seorang pengkhayal berat, bisa selalu berangan-angan, menulis fiksi, ngeblog, dan membaca.
Maka tak henti rasa syukur kami
pohonkan pada Tuhan atas semua nikmat yang diberikan kepada kami. Semoga rumah
ini bisa menjadi surga dunia buat keluarga kecil kami. Aamiin.
19 comments
Write commentsTahu gimana rasanya, baru saja menjalani proses bangun rumah. Nice post.
ReplyBenar-benar dari 0 kak ya, seru juga kalau setelah menikah langsung mandiri seperti itu. Terima kasih juga tipsnya, jadi terarah terus ne planningnya saat setelah menikah nanti. Hehehehe
ReplyWah 4 meter tinggii ya mbak. Enak kalo tinggi gitu.. Ventilasi lebih luas dan terasa lebih lega.
Replysegimanapun, emang lebih enak punya rumah sendiri ya mba
ReplySemoga lancar ya mbak Eky proses renovasinya. Ntar kalo aku ke Aceh bisa main ke sana ya :)
Replyomnduut.com
Nih kalo udah jadi bakalan cantik rumahnya. semoga lancar pekerjaan membangun rumahnya, hehehe
Replymantap kak
Replyapartemen dengan fasilitas terlengkap
Wah, keren banget nih proses pembangunan rumahnya secara perlahan tapi pasti. keren.
ReplyAkan bahagia banget rasanya jika kita bisa mempunyai rumah sendiri yang merupakan hasil dari usaha sendiri. Walaupun kecil, tapi puas.
ReplyWah keren banget nih mbak, seluruh prosesnya benar-benar dimulai dari awal. Sehingga bisa mengetahui setiap tahap pembangunannya.
ReplyNice post gan, seneng banget baca postingan yang nyeritain proses sebuah peristiwa. Jadi seolah kita ikut ambil bagian dari proses tersebut.
ReplyMohon maaf lahir batin. Semoga rumah mbak bisa selesai dengan baik dan rapih serta menjadi tempat yang nyaman untuk keluarga.
ReplyMemang benar, untuk membangun rumah, ada baiknya dibangun dengan pondasi yang tinggi. Siapa tahu banjir datang, biar nggak masuk ke rumah.
ReplyWah kratif nih si mbak, mengabadikan proses pembangunan rumahnya, biar kelak bisa flashback lagi sama proses-proses yang ini, eheheh...
ReplyYang penting hasilnya kuat dan bagus, tidak perlu besar, tidak perlu mewah. Selama masih bisa memberikan perlindungan dari hujan dan panas matahari, maka rumah kita adalah yang terbaik.
Replymantap sekali, benar benar dari 0 nih :)
Replysemangaaat mbaaaa...aku juga rencananya akan renovasi rumah tahun iniii..Semoga lekas selesai dan sesuai harapan yaaa mbaaa
ReplyAlhamdulillah bak... Do'akan saya bak semoga bisa cepat menyusul hehe
Reply👍👍
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon