Buranakarn Suksa Witya School, Sekolah Bantuan Turki di Pattani, Thailand Selatan


Akhir Agustus lalu, saya jalan ke Pattani bersama teman-teman muslim Indonesia. Ya, ini jalan-jalan khusus hanya untuk mereka yang muslim saja. Di sini kita punya kelompok pengajian mahasiswa Muslim Indonesia yang mana kita juga sering mengadakan kegiatan jalan-jalan atau kegiatan amal.

Boleh dibilang ini semacam wisata rohani. Kita tetap bikin pengajian tetapi diadakan di tempat lain–lebih tepatnya di provinsi lain biar terasa jalan-jalannya–biar nggak bosan.

Karena namanya wisata rohani, maka tempat yang cocok untuk berwisata rohani adalah melipir ke kawasan selatannya Thailand. Tentu sudah pada tahu kan ya kalau Selatannya Thailand merupakan daerah dengan penduduknya mayoritas Muslim, terutama di provinsi-provinsi ini; Pattani, Narathiwat, Yala, dan Satun. Nah, bulan lalu itu, kami memilih melipir ke Provinsi Pattani.
***
Van yang kami tumpangi tiba di sebuah tempat yang disebut oleh Pak Ketua Kelompok Pengajian kami sebagai Panti Asuhan. Tempatnya berada tidak begitu jauh dari ibukota Provinsi Pattani, tetapi berada di kawasan yang sepi. Sepertinya ini adalah bekas hutan yang kemudian dijadikan lahan untuk mendirikan bangunan (bangunan yang oleh Pak Ketua disebut sebagai panti asuhan), begitu pikir saya melihat tempatnya yang agak terpencil. Saya mengiyakan saja bahwa itu adalah panti asuhan, tetapi ternyata kami salah. Seorang teman kami muslim Thailand yang berasal dari Provinsi Yala-lah yang memberitahu tentang tempat ini. Dia sekaligus menjadi guide jalan-jalan religi kali ini.

Dari kejauhan, saya melihat sebuah kompleks dengan bangunan-bangunan bercat biru. Ketika mobil van sewaan memasuki gapura tinggi yang juga bercat biru, saya lihat segerombolan remaja berseragam biru-biru berjalan hilir mudik di dalam kompleks. Tempat ini, semuanya dibuat dengan nuansa biru.

Lha, ternyata ini sekolah? Begitu tanya saya dalam hati, juga tanya teman-teman, ketika memasuki gedung utama di mana terdapat ruang-ruang kelas dan kantor untuk guru-guru. Beberapa siswi mengintip malu-malu dari ruang kelas. Sepertinya sedang jam istirahat.

Saya mengeja tulisan di baliho biru yang digantung tinggi-tinggi di depan sebuas kelas yang persis menghadap ke lapangan; Buranakarn Suksa Witya School. Di sebelahnya, tergantung poster dengan gambar raja Thailand Yang Mulia Raja Bhumibol Adulyadej dan Ratu Sirikit. Masyarakat Thailand memang terkenal sangat mencintai rajanya, apapun agama mereka. Keluaraga kerajaan dan mayoritas masyarakat Thailand adalah beragama Budhha. Meski demikian masyarakat muslim pun sangat mencintai Yang Mulia Raja Bhumibol Adulyadej dan keluarga kerajaan. Sependek pengalaman saya berkunjung ke beberapa Provinsi di daerah Selatan ini, tidak ada tempat yang tak memejang foto atau poster atau baliho Yang Mulia Raja Bhumibol Adulyadej. 






Kami disambut oleh seorang pria setengah baya, berbaju batik biru muda dan mengenakan peci. Beliau mempersilakan kami masuk ke kantornya. Wah, ternyata kantornya lumayan luas. Lalu kami berkenalan. Nama beliau adalah Bapak Hasan Etae. Beliau sangat welcome dan ramah. Senyum tak lepas dari bibirnya. Tuturnya santun dan lemah lembut.  Apalagi yang berkunjung adalah saudara sesama muslim. 

Nah, dari Pak Hasan inilah akhirnya kami tahu bahwa ternyata ini bukan panti asuhan melainkan sekolah berbasis boarding school. Tetapi yang pasti ini adalah sekolah untuk anak-anak yatim dan fakir miskin. Mungkin dulu awalnya beliau berniat mendirikan panti asuhan tetapi ketika akhirnya Pak Hasan dan teman-temannya mendapat bantuan dari Turki, maka jadilah sekolah. Mungkin saja begitu, soalnya kami tidak bertanya sedetail itu.

Berbicara sekolah Turki, saya jadi teringat dengan beberapa sekolah Turki yang ada di Banda Aceh, yang mana sekolah-sekolah tersebut menjadi sekolah bonafit di Banda Aceh. Biaya masuknya saja bisa sampai belasan juta. Hanya anak-anak orang kaya saja yang bisa bersekolah di situ. Mereka diajar oleh guru-guru Indonesia dan guru-guru yang didatangkan dari Turki.  Sudah tentu, mereka juga belajar bahasa Turki selain Bahasa Inggris. Tetapi di sini berbeda. Siswa-siswa di Buranakarn Suksa Witya School bukan anak-anak orang kaya, malah ada yang anak yatim. Dari 300 siswa, terdapat lebih kurang 100 siswa denga status anak yatim.

“Tetapi di sini kami tidak menyebut mereka anak yatim. Kami menyebut mereka scholarship student agar anak-anak yatim ini tidak merasa minder dan berkecil hati.”

Siswa di sini belajar empat bahasa yaitu bahasa  Turki, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Melayu, dengan guru-guru yang berasal dari latar belakang beragam. Tidak hanya guru-guru Thai, mereka juga punya guru asing; guru dari Turki dan Afrika. Guru dari Afrika mengajar bahasa Arab dan guru dari Turki mengajar bahasa Turki.

“Kalau ada mahasiswa-mahasiswa Turki yang baru selesai kuliah di sana, mereka akan dikirim ke sini sebulan untuk praktek mengajarkan bahasa Turki,” Pak Hasan menjelaskan. [sebenarnya beliau berbicara dalam bahasa melayu-Jawi, tetapi saya tulis seperlunya dalam bahasa Indonesia].

Tahun depan, mereka berencana membuka kelas pengajaran bahasa Indonesia, lho. Saat ini sedang dalam tahap mengirim permintaan guru-guru dari Indonesia untuk mengajarkan bahasa Indonesia. Rencana awal, cukup dua orang guru bahasa Indonesia saja dahulu, begitu penuturan Bapak Hasan.

Sementara guru dari Thailand mengajar beragam mata pelajaran. Jika mereka lulusan timur tengah, mereka akan mengajar bahasa Arab juga. Pak Hasan selaku Pembina yayasan yang berada langsung di bawah LSM Turki ini juga mengajar bahasa Arab. Beliau memang bukan lulusan Timur Tengah, tetapi beliau pernah belajar studi Islam di Islamabad, Pakistan. Keren!

Pas celingak-celinguk, lho guru-guru dari Turkinya mana, nih? Ceritanya kan mau cuci mata gitu, mau lihat brondong-brondong Turki yang tampan menawan. Lol. Tapiii… tak satupun batang hidung mereka tampak di depan mata. Jangankan orangnya, batang hidungnya saja tak nampak coba! Ckckck! Ternyata, mereka baru saja kembali ke Turki.  Program mendatangkan guru asing dari Turki ini memang baru saja berjalan. Sebulan di sini, lalu mereka balik lagi ke negaranya karena memang begitulah bentuk kerjasamanya. Ke depan akan datang guru Turki yang lain pula untuk waktu sebulan juga. Begitu seterusnya.  



Anyway Pak Hasan, boleh tahu dari mana dana untuk penunjang akademik? Apakah dari Turki semua karena ini bantuan dari Turki?”

Ternyata Turki tidak membantu penuh sodara-sodara. Mereka hanya membantu pembangunan gedung ini [sebagian masih dalam proses], membantu mengirimkan guru-guru, dan bantuan untuk anak-anak yatim saja. Selebihnya tidak.

“Untuk anak-anak yatim, mereka free semua. Dari biaya sekolah, biaya makan, seragam, semuanya lah, free. Dan itu semua dibantu sama Turki. Anak-anak tak mampu bayar setengah biaya, dan anak-anak yang mampu bayar penuh.”

Bagaimana dengan gaji guru serta [terutama guru dari Thailand] serta operasional lainnya dalam menjalankan sekolah ini?  

“Selain dari itu, kami dibantu sama kerajaan. Kerajaan yang bayar gaji guru.”

“Ohya, jadi kerajaan mau membantu sekolah muslim, Pak?” tanya saya.

“Sangat mau. Kerajaan mau membantu dan sekolah inipun sudah terdaftar di kementerian pendidikan (meskipun ini sekolah swasta).”

Karena perbincangan sudah mulai mengarah ke topik mayoritas-minoritas yang mana itu ada kaitannya dengan gejolak politik di daerah selatan Thailand, saya pun melontarkan pertanyaan yang sudah lama membuat saya penasaran.

“Pak, bagaimana sikap pemerintah Thailand (yang notebene Buddha) terhadap kaum muslim yang notabene minoritas di negeri ini? Saya cukup sering membaca atau mendengar bahwa pemerintah Thailand bersikap diskriminasi terhadap muslim di kawasan selatan.”

“Sama sekali tidak benar bahwa pemerintah Thailand mendiskriminasi umat Muslim d Thailand. Mereka sering membantu sekolah-sekolah muslim, termasuk sekolah kami ini. Apa yang dibaca atau didengar belum tentu benar. Banyak pihak yang memiliki kepentingan di balik sesuatu. Yang penting, tidak terlibat dengan gerakan politik yang menentang pemerintah, Insya Allah tidak mengapa.”   

Buranakarn Suksa Witya School memang sekolah baru. Mereka baru beroperasi selama dua tahun, jadi belum ada lulusannya. Sekolahnya sendiri adalah setingkat SMP dan SMA. Sekolah tingkat SMP disebut secondary one  dan untuk sekolah tingkat SMA disebut secondary two. Karena baru dua tahun, jadi baru ada kelas 1 dan 2 untuk masing-masing tingkat.

Konsep belajar mereka menggunakan tiga sistem yaitu; Islamic, academic, dan practice. Untuk bahasa Melayu, mereka menggunakan melayu Jawi dan melayu Rumi. Apa bedanya? Lain kali akan saya bahas di postingan tersendiri.

Contoh buku pelajaran secondary one, bahasa Melayu Rumi.

Karena ini sekolah berbasis Islam, maka setiap siswa diwajibkan untuk menghapal Alqur’an.

“Satu tahun harus hapal 5 juz, jadi enam tahun, di saat begitu mereka lulus nantinya, siswa diharapkan sudah hapal 30 juz.”  

“Ngomong-ngomong, Pak, ini kenapa pada biru semua nih. Dari gedung, sampai baju seragam sekolah?”

Menurut  Pak Hasan, biru adalah warna dari lembaga pemberi bantuan dari Turki. Merekalah yang memberi ide warna biru ini. Ini dia nama lembaga di Turki sono yang telah membangun sekolah ini. Ada yang pernah dengar atau baca? Saya sih belum :D



Masih menurut Pak Hasan, ini adalah sekolah bantuan Turki yang pertama di Thailand. Turki selama ini telah banyak membantu negara-negara di ASEAN, tetapi Thailand belum pernah. Maka sekolah inilah sebagai penanda bahwa Turki sudah mulai memberi perhatian pada Thailand.

Alhamdulillah, kunjungan hari itu telah memberi insight baru, kenalan baru, dan update-an terbaru, minimal buat saya.

Alhamdulillah juga, kami bisa berbagi dengan adik-adik di sekolah tersebut. Kami membawa beberapa potong pakaian dan sedikit uang untuk disumbangkan kepada siswa-siswa yang yatim.
Pak Hasan Etae menerima sumbangan dari kelompok pengajian PSU, juga seorang siswa menerima sumabangan pakaian. Pemberian bantuan diwakilkan oleh mas Kholid Raosyidi sebagai ketua pengajian

Kami lalu berkeliling seputaran kompleks sekolah ini. Dari satu bangunan ke bangunan lain. Sempat juga masuk ke asrama siswa (karena dibawa Pak Hasan) dan melihat-lihat bagian dalamnya yang terlihat masih berantakan karena adanya renovasi. Meskipun demikian, kesan mewah tetap tak bisa ditutupi. 







Pak Hasan tak lupa membawa saya dan teman-teman masuk ke kelas-kelas. Di sini, kelas perempuan dan laki-laki dipisah.




Di bagian paling depan, terdapat mesjid yang juga masih dalam tahap renovasi. Menara biru dengan bangunan serba biru di sampingnya terlihat garang menantang siang  yang kian membara. Hanya bangunan mesjidnya saja yang tidak berwarna biru. Tampaknya mesjid ini sudah lama dibangun, mungkin sebelum kompleks ini dibangun Turki. Ini terlihat dari bangunan mesjidnya yang tampak berbeda dengan bangunan-bangunan lainnya. Sepertinya, tak lama lagi, mesjid ini juga akan dibirukan.










Segerombolan siswi berseragam serba biru melintas di depan saya, ketika saya sedang asyik memotret mesjid.

Saya menyapa mereka lalu mengajak berfoto bersama. Mereka suka. Ya sudah, lanjut berfoto.



“Dari mana?” tanya saya.

“Sembahyang,” jawab mereka kompak, tapi dengan suara tertahan karena malu-malu.

“Bukan di mesjid?” tanya saya sambil menunjuk mesjid.

Mereka bilang, mesjid sedang diperbaiki, jadi sembahyang berjamaahnya di asrama siswa saja.

Saya mengangguk dan mengucapkan terima sudah mau saya ajak foto bareng.    

“Datang lagi ya, Kak!”

Saya tersenyum saja sambil berkata dalam hati; semoga bisa datang lagi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

18 comments

Write comments
Katerina
AUTHOR
26 September 2015 pukul 07.59 delete

Serba biru, sejuk lihatnya. Pak Hasan pakai batik biru juga. Batik Thailand kah? Mbak Eki jejer sama siswi-siswi itu kayak siswi belum punya seragam :D Imuuuut

Reply
avatar
26 September 2015 pukul 08.04 delete

Serba biru mulai dari sergam, kelas, hingga masjidnya juga berwarna biru :D

Reply
avatar
26 September 2015 pukul 11.00 delete

Baru tahu kalau ada sekolah Turky di Aceh.
Seragam sekolahnya khas biru biru, keliahtan segerrrr

Reply
avatar
Dian Radiata
AUTHOR
26 September 2015 pukul 11.51 delete

Oooh pantesaaan.. waktu saya ke Thailand dulu itu, di sepanjang jalan dan setiap sudut Thailand saya ngeliat poster-poster bergambar kepala negara yang ukurannya gede-gede. Ada yang seukuran baliho gede dipasang di simpang jalan, kayak kalo lagi musim kampanye di Indonesia.. Bukan cuma satu, tapi banyak. Rupanya mereka sangat mencintai rajanya yaa..

Reply
avatar
26 September 2015 pukul 17.01 delete

Iya mbak rien. Itu batik Thailand mbak. Motif batik mereka besar-besar mbak, kadang bunga-bunga, trus warna bajunya warna-warni ngejreeeeng gitu. Unik :D

Reply
avatar
26 September 2015 pukul 17.02 delete

Iyaaaa... warna biru memang bikin segeeeeer :D

Reply
avatar
26 September 2015 pukul 17.03 delete

Betul sekali mb Dee An. Nanti kapan-kapan saya bikin postingan khusus tentang ini :D

Reply
avatar
Bai Ruindra
AUTHOR
26 September 2015 pukul 18.45 delete

Gayamu di foto terakhir Ki 😀

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
26 September 2015 pukul 18.46 delete

Hahahaaaa.... Syahrini kalaaaaah, wkwkwkwk

Reply
avatar
astin astanti
AUTHOR
26 September 2015 pukul 18.52 delete

Warnanya cakep ya, saya suka birunya. MEmang lebih pas dipanggilnya bkan anak yatim ya Mba. Foto-fotonya cakep

Reply
avatar
27 September 2015 pukul 21.31 delete

Subhanallah,sekolah pencetak penghapal Al-Quran.

Mbak Eky, bener deh, aku kayaknya harus balik lagi ke Thailand dan menyusuri kota-kota lain.

Reply
avatar
28 September 2015 pukul 13.06 delete

Cantik sekaliiii.... Nuansa bangunan dan seragamnya biru ya. Aku baru tahu kalau bahasa melayu ada jawi dan rumi. Penasaran bedanya kaya apa. Kalau bahasa Indonesia mengacu ke jenis yang mana mba?

Reply
avatar
28 September 2015 pukul 20.29 delete

Megah bangunan sekolahnya, Mbak... Alhamdulillah seneng banget aku baca kisah2 seperti ini. ira

Reply
avatar
29 September 2015 pukul 06.52 delete

Baliiiiik mas yan. Thailand itu bukan hanya Bangkok, masih banyaaaaak tempat2 indah lainnya :D

Reply
avatar
29 September 2015 pukul 06.53 delete

Bahasa Indonesia mirip dengan Melayu Jawi mbak. Nanti kapan2 saya tulis deh :D

Reply
avatar
29 September 2015 pukul 06.54 delete

Alhamdulillah mbak. Senang membaca Muslim di sini mendapat perhatian yang wah :D

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
5 Juli 2019 pukul 14.36 delete

Untuk bisa datang kesana, kifa kontak kesiapa ya?

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky