Dahsyatnya Citarasa Jajanan Kaki Lima Indonesia


Stand makanan Indonesia di acara International Cultural Day, Hatyai, Thailand. Foto: dokumen pribadi

Hari itu, hampir semua international students yang sedang melanjutkan kuliah di Hatyai, ikut unjuk gigi dengan memamerkan kekhasan budaya masing-masing, termasuk di dalamnya kuliner. Saya dan beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Hatyai, juga tak ketinggalan dalam sebuah kegiatan tahunan kampus Prince of Songkla University, Hatyai, Thailand. Kegiatan tahunan tersebut adalah International Cultural Day. International Cultural Day biasanya berlangsung saat open week di kampus nomor tiga di Thailand ini, yaitu sekitar  pertengahan Agustus.
Kampus saya didatangi oleh mahasiswa luar Thailand yang tak hanya berasal dari negeri tetangga saja (seperti saya dan teman-teman dari Indonesia), tetapi ada juga yang berasal dari negara-negara Asia lainnya bahkan ada mahasiswa dari Afrika.  Salah satu sub kegiatan pada culture day ini adalah Food Contest, di mana setiap negara harus menampilkan makanan khas dari negara masing-masing. Meskipun namanya Food Contest, bukan berarti bahwa itu adalah perlomban, mana makanan yang enak atau tidak enak, yang menang atau yang kalah. Inti kegiatan ini menunjukkan makanan dari Negara masing-masing dan mengajak siapa saja untuk mencicipinya. Sebelum acara, saya bersama beberapa mahasiswa Indonesia yang ada di Hatyai, duduk dan rembuk untuk mendiskusikan, kiranya makanan apa yang akan kami tampilkan di kegiatan tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk menampilkan gado-gado dan bakwan, ditambah tumpeng, yang menjadi ciri khasnya Indonesia. Tak lengkap rasanya menunjukkan ciri khas makanan Indonesia jika tak menampilkan tumpeng. Sebenarnya ingin membuat lebih banyak lagi makanan ala jajanan kaki lima, hanya saja, karena mahasiswa Indonesia di Hatyai, tidak sebanyak mahasiswa Indonesia yang ada di Bangkok, maka hanya dua jenis makanan itu saja yang sanggup kami buat. Lebih mudah membuatnya, bahan-bahannya tersedia di Hatyai, dan praktis tentunya.  Apalagi, tiga jenis makanan tersebut cukup dikenal oleh kami yang notabene berasal dari berbagai daerah di Indonesia.  

Sangat menggugah selera. Foto: dokumen pribadi
Semua negara menggelar stand makananya masing-masing. Meja-meja dihias dengan cantik. Ucapan selamat datang menghiasi setiap stand makanan. Berbagai menu tersusun dengan rapi di atas meja dengan tak lupa menyematkan nama makanan beserta cara membuatnya. Di stand makanan milik Indonesia, tahu goreng sudah terpotong-potong dengan menambahkan pelengkap sayuran berupa tauge, selada, dan kubis. Tak lupa saus kuah kacang sebagai pelengkap cita rasa.  Sebagai salah satu stand makanan dengan label halal, tentunya stand Indonesia diserbu oleh para pengunjung muslim Thailand dan mahasisa-mahasiswa muslim dari Negara lainnya. Mahasiswa Indonesia juga welcome kepada pengunjung non muslim. Sebentar saja, makanan dan minuman di stand Indonesia, ludes tak bersisa. Makanan Indonesia sangat lezat, begitu komentar para pengunjung.
Mahasiswa Bangladesh dan India juga suka dengan makanan Indonesia. Foto: dokumen pribadi

Jajanan Kaki Lima di Aceh
Melihat antusiasme pengunjung ke stand makanan Indonesia, saya langsung teringat akan kampung halaman tercinta, Indonesia. Di Indonesia, rasanya tak sulit menemukan aneka jajanan kaki lima. Ke mana pun kaki melangkah di sepenjuru negeri ini, tidak susah menemukan makanan jajanan kaki lima. Selain enak, harganya pun murah meriah.  Kita patut bersyukur hidup di negeri ini. Indonesia terkenal akan keanekaragaman kulinernya yang enak-enak serta bergizi. Setiap daerah memiliki jajanan khas masing-masing. Di provinsi asal saya, Aceh, jajanan kali lima yang khas di sini, bisa saya sebut antara lain bingkang, timphan, mi caluek, rujak Aceh, kue sele, pulut panggang, pisang sale, dan banyak lagi. Yang paling dikenal, tentunya timphan dan rujak Aceh. Selain mengidolakan timphan dan rujak Acek, saya juga sangat suka dengan mi caluek. Mi caluek ini mirip seperti pecel sayur, hanya saja bahan utamanya adalah mie lidi yang besar-besar. Mie lidi yang telah digoreng terlebih dahulu, siap disajikan, lalu dicampur dengan sedikit sayuran dan kuah bumbu kacang. Hmm, rasanya….lazziisss… Di kampung-kampung, mie caluek diijual dengan harga yang sangat murah. Cukup dua atau tiga ribu ribu rupiah saja, sudah dapat sebungkus mi caluek dengan porsi sedang beserta pelengkap lainnya yang tak kalah lengkap. Bingkang juga termasuk jajanan Aceh yang mulai dikenal akhir-akhir ini. Bagi sebagian masyarakat Aceh, mungkin sudah kenal dengan sebutan kue Adhee. Kue Adhee ini sebenarnya adalah kue bingkang. Kue Adhee bahkan sudah terkenal sampai ke luar negeri. Kalau rujak Aceh, hmm…jangan ditanya, jika Anda ke Aceh, tak lengkap rasanya jika tak mampir ke warung-warung yang menjual rujak Aceh dan merasakan sensasi pedas dari cabe, manis dan asam dari campuran buah-buahan yang diserut kasar, serta sedikit rasa sepat dari buah rumbia dan buah batok.   
Selain jajanan khas Aceh di atas, jajanan umumnya lainnya berupa pecel, gado-gado, siomay, martabak telor, kue terang bulan, .. atau yang di Aceh disebut kue pancong karena bentuknya setengah. Pancong dalam bahasa Aceh berarti setengah. Makanan semisal rujak Aceh, timphan, dan mi caluek,  paling sering muncul di bulan Ramadhan. Pada saat ini, aneka jajanan tersebut bisa ditemukan hampir di sepanjang ruas jalan di kota Banda Aceh dan sekitarnya.
Di Aceh, saya tinggal di kawasan yang sangat berdekatan dengan dua kampus negeri terkenal di Aceh; Unsyiah dan IAIN. Namanya juga daerah kampus, di mana sudah tentu banyak mahasiswa yang berdomisili di situ, sudah tentu pula, yang namanya jajanan selalu tersedia dari pagi hingga malam. Di kampus Unsyiah, tepatnya di jalan utama kampus, sejak pagi hingga sore banyak penjual kaki lima yang mangkal di situ. Baik yang dengan membawa gerobak dorong, warung mini, maupun dengan membuatkan tenda darurat. Makanan yang paling banyak dijual di kawasan yang padat mahasiswa itu antara gorengan. Dan sekarang, mulai tren dengan jajanan bakso bakar. Semua makanan dijual dengan harga yang sangat murah. Daerah mahasiswa, harganya pun sesuai dengan kantong mahasiswa. Hanya dengan modal lima ribu rupiah, kita sudah bisa membawa pulang sekantung gorengan, atau lima tusuk bakso bakar. Selain murah, rasanya sangat enak lidah sehingga ingin beli lagi dan lagi. Kenyataannya, permintaan akan jajanan kali lima tak pernah sepi. Di mana ada gerobak dorong atau tenda mini dengan aneka jajanan, maka ke situlah orang akan mengejar.  

Dukung Jajanan Tradisional Mendunia
Indonesia boleh bangga saat makanan khas Indonesia, rendang, disebut-sebut sebagai makanan paling enak di dunia. Saat ini, rendang masih saing-saingan dengan Massaman Curry, makanan kari dari Thailand, yang juga disebut sebagai makanan terenak di dunia. Pada dasarnya, Massaman Curry hampir sama dengan rendang. Hanya saja terdapat beberapa bumbu yang sedikit berbeda. Namun buat saya yang kurang menyukai bumbu-bumbu Asia selain Indonesia, rendang tetap is the the best, tiada duanya.  Lebih dari itu, saya memang tetap cinta makanan Indonesia, meski saat saya berada di luar Indonesia. Terbukti, saat berangkat ke Thailand untuk belajar di sana, saya senantiasa tidak lupa membawa bumbu-bumbu seperti kemiri dan ketumbar (di Thailand tidak ada kemiri dan ketumbar), sunti yang merupakan bumbu wajib untuk lidah Aceh seperti lidah saya, dan yang pasti adalah bumbu pecel yang sudah dikemas. Biasanya saya membeli bumbu pecel di supermarket yang menjual aneka bumbu kemasan di Banda Aceh. Sebagai seseorang yang tidak begitu menyukai bumbu lain selain bumbu Indonesia, yang lidahnya lebih menerima cita rasa makanan Indonesia dibanding makanan luar, membawa bumbu-bumbu tersebut cukup membantu saya jika saya merindukan makanan Indonesia, terutama di bulan Ramadhan. Coba tanya pada orang-orang yang tinggal di luar negeri tentang makanan yang mereka favoritkan, jawabannya pasti makanan jajanan Indonesia; nasi goreng, mie goreng, gado-gado, bakso, soto, pecel lele, pecel sayur, aneka jenis kue, dan jajanan lainnya yang jumlahnya sangat banyak dan akan memenuhi halaman ini jika disebut satu persatu. Obama saja saat ditanya, apa makanan Indonesia yang dia suka, dia menjawab bakso, bukan jajanan luar yang ada di Indonesia.
Namun mirisnya, saat salah satu makanan Indonesia dinobatkan sebagai makanan terenak di dunia, yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Akibat gempuran arus globalisasi,  pola dan gaya hidup masyarakat Indonesia sudah bergeser. Salah satu dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada warga perkotaan adalah perubahan pola makan, termasuk di dalamnya bagaimana memilih tempat makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food) seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama di kalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas di kota-kota besar. Di pihak lain, kecintaan masyarakat terhadap makanan tradisional Indonesia, mulai menurun. Makanan dan jajanan tradisional dianggap kurang keren dan kampungan sehingga banyak yang memilih restoran-restoran Amerika sebagai tempat jajan, tempat kongkow, tempat meeting, tempat reunian, bahkan tempat merayakan ulang tahun anak. Sejak kecil, anak-anak Indonesia di perkotaan sudah diperkenalkan dengan makanan impor ketimbang makanan hasil olahan negeri sendiri. Sehingga jangan heran, jika anak-anak di perkotaan pun, gaya hidupnya sudah sama seperti orang dewasa.  Mereka sebenarnya tahu kalau makanan-makanan tersebut termasuk junk food, sudah banyak tulisan dari media-media dan buku-buku kesehatan yang menuliskan tentang ini, tapi tetap saja didatangi karena tempat-tempat tersebut mewah dan berkelas. Bandingkan jika jajan di pedagang kaki lima, yang penjualnya hanya memanfaatkan tempat di pinggir jalan, halaman ruko, lorong-lorong sempit, gerobak dorong, kursi kayu panjang atau bahkan tak ada tempat duduk sama sekali karena tidak melayani pembeli yang makan di tempat, yang kesemuanya memiliki kesan kumuh dan kampungan.   
Padahal citarasa jajanan Indonesia tidak kalah dengan makanan impor yang dijual di restoran-restoran cepat saji. Secara nilai gizi, jika melihat bahan dasar olahan jajanan, tentu saja jajanan Indonesia lebih tinggi nilai gizinya. Diolah dari pisang, dari sukun, labu, ketela, singkong, ubi jalar, tepung beras, tepung ketan, santan kelapa, sayur-sayuran, yang kesemuanya berasal dari alam Indonesia, dijual di pasar-pasar tradisional, dan bahan-bahan tersebut pun tersedia di hampir seluruh penjuru Indonesia. Bandingkan dengan bahan jajanan cepat saji; ayam yang sudah disuntik menjadi lebih besar ukurannya dibanding ayam yang sama yang dijual di pasar tradisional, minuman bersoda yang sama sekali tidak baik untuk kesehatan.
Selain itu, jajanan Indonesia perlu dilestarikan keberadaannya karena beberapa jenis jajanan dan penganan tradisional, sudah jarang terlihat dijual di kaki lima. Kemarin, saya membaca berita di Yahoo (beritanya bisa dibaca di SINI), bahwa pada 31 Mei hingga 9 Juni 2013 nanti, Indonesia akan mengikutsertakan empat jenis jajanan Indonesia pada kegiatan  The World Street Food Congress yang diadakan di Singapura. Keempat jenis jajanan tersebut antara lain Kerak Telor (jajanan kaki lima dari Betawi), Soto Tangkar dan sate kuah (juga berasal dari Jakarta), nasi kapau (jajanan dari  Sumatera Barat), dan masakan Kawanua (Manado). Keempat jenis jajanan ini mewakili ribuan jajanan yang ada di seluruh nusantara ke kancah internasional yang kiranya bertujuan untuk mengangkat kembali nama jajanan tersebut agar lebih dikenal masyarakat.  Kerak telor misalnya, disebut-sebut bahwa jajanan asal Jakarta ini hampir punah keberadaannya karena sudah jarang yang menjual jajanan ini.  Itulah sebabnya jajanan kuno ini diangkat ke kancah internasional, dengan harapan bisa menaikkan kembali ‘derajat’ jajanan tersebut yang kini sudah dianggap kuno dan kampungan. 

Dukung Jajanan dengan Bahan Pangan Lokal
Krisis beras dan kedelai bebarapa waktu lalu, membuat Indonesia harus mengimpor beras dan kedelai dari luar. Impor beras bahkan masih berlangsung hingga kini. Miris memang. Indonesia dengan alamnya yang kaya, luas, dan subur, tapi kekurangan bahan pangan. Sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu sedang terjadi di negeri ini. Modernisasi telah membuat kita lupa bahwa sebenarnya kita memiliki bahan pangan lokal yang melimpah; singkong, ubi jalar, sagu, dan talas, yang kesemuanya juga mengandung karbohidrat sebagaimana gandum, bahan pangan yang selama ini  diimpor karena paling sering digunakan dalam pembuatan aneka jenis jajanan. Anda mungkin sudah tidak asing lagi dengan ubi jalar ungu, yang mulai digalakkan budidayanya. Disinyalir, ubi jalar ungu mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dibanding jenis umbi-umbian lainnya. Ubi jalar ungu mengandung antosianin, yang merupakan antioksidan. Dengan kandungan gizinya yang baik untuk kesehatan, para ahli gizi menyarankan untuk memcampurkan makanan/bubur bayi dengan ubi jalar ungu yang telah direbus dan dihaluskan. Ubi jalar ungu sangat baik untuk perkembangan otak anak.
Saat ini, ubi jalar ungu sudah banyak tersedia di pasar-pasar tradisional. Para penjaja jajanan dan ibu-ibu rumah tangga mulai memanfaatkan dan berkreasi dengan ubi jalar ungu ini. Ada yang mencampurkannya dengan es krim, selai buah, kue kering, dan beragam kue-kue basah. Saya sendiri pernah melakukannya. Terinspirasi pada jajanan kaki lima yang saya beli di kampung saya di Aceh Selatan, saya pun ingin mencoba membuatnya. Jajanan yang saya beli tersebut adalah Kelepon. Orang Aceh menyebutnya boh rom rom.  Hari itu, saya tertarik dengan kelepon yang dijual di sebuah warung di pinggir jalan, namun warnanya yang sedikit berbeda dari kelepon pada umumnya, yaitu hijau. Saya pun bertanya pada pemilik warung, keleponnya dicampur dengan apa hingga berwarna ungu? Sang pemilik warung mengatakan bahwa dia mencampurkan tepung ketan (sebagai bahan dasar membuat kelepon) dengan ubi jalar ungu yang sudah direbus dan dihancurkan . Wah, sebagai penggemar kelepon dan saya cukup sering membuatnya di rumah, ini adalah sesuatu yang baru buat saya. Saya mencoba di rumah dan berhasil. Rasanya tetap enak, tetap gurih, membuatnya sama mudahnya dengan membuat kelepon biasa, dan tentunya bergizi. Saya rasa, kelepon ungu cocok juga jika kelak saya jadikan bekal ke sekolah untuk anak saya sebagai  makanan jajanannya di sekolah :D.
Bahan pangan lokal lainnya selain ubi adalah labu kuning. Labu ini juga sangat bagus diberikan untuk bayi yang sudah mendapat MP-ASI (Makanan Pendamping ASI). Lebih dari itu, labu kuning juga bisa dikreasikan dengan aneka olahan jajanan. Di Aceh, yang terkenal dengan jajanan timphan-nya, pemanfaatan labu kuning sudah lama dilirik kaum ibu dan pembuat makanan jajanan. Jajanan berbungkus daun pisang ini, kini lebih sering tampil dengan campuran labu kuning karena rasanya lebih nikmat jika dicampur dengan labu.   Yang mengejutkan saya, seperti halnya saya menemukan Kelepon ungu, saya juga menemukan timphan ungu. Timphan ungu mengganti bahan labu kuning dengan ubi jalar ungu. Saat dimakan, rasanya tidak kalah maknyus dibanding timphan ungu. Walaupun timphan dan kelepon ungu belum begitu familiar di masyarakat, namun saya yakin, prospek bahan pangan ubi jalar ungu ini akan sangat bagus ke depannya, jika dikreasikan dengan aneka jajanan kaki lima. Jajanan yang sederhana namun tetap sehat.
Kita berharap, semoga saja pemerintah, melalui instansi terkait semisal Departemen Pertanian, mau peduli untuk lebih meningkatkan produksi bahan pangan lokal  ketimbang mengimpor bahan pangan dari luar. Terbukti, melalui tangan-tangan kreatif, ada banyak aneka jajanan yang bisa diolah dari bahan pangan lokal.   
Pilah pilih jajanan
Memilih  jajanan biasanya atas pertimbangan sebagai berikut; proses pembuatannya hijenis atau tidak, tidak menambahkan  boraks atau pengawet, menggunakan hanya pewarna makanan secukupnya jika makanannya berwarna, atau tidak menggoreng dengan mencampurkan plastik ke dalam minyak yang bertujuan agar makanan renyah, dan yang pasti sehat. Saya sendiri lebih suka membeli jajanan yang mengandung sayur seperti pecel sayur dan gado-gado. Sesekali, saya juga memanjakan lidah dengan jajan bakso dan makan mie Aceh. Untuk anak-anak, kehati-hatian ini mesti ditekankan sekali sejak usia dini. Faktanya, sekolah adalah tempat yang paling strategis untuk berjualan. Tinggal membawa gerobak mini es krim, gerobak siomay, atau bakso bakar, yang merupakan makanan favorit anak-anak, ke depan gerbang sekolah, pasti akan langsung diserbu oleh anak-anak. Dijual dengan harga setengah harga lebih murah, tetap akan menguntungkan pedagang karena jumlah pembeli (anak-anak) yang berjubel. Pastikan anak-anak kita mendapat jajanan yang sehat (minimal bebas penggunaan pengawet, pewarna berlebihan, dan pemanis buatan).  



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

10 comments

Write comments
Lisa Tjut Ali
AUTHOR
7 Mei 2013 pukul 21.25 delete

jajanan kaki lima aceh memang sangat banyak dan enak-enak, selain cara pembuatannya gampang, harganya pun murah, dan mudah di dapatkan di kedai2 yang ada di seputaran banda aceh.

Reply
avatar
Kinzihana
AUTHOR
7 Mei 2013 pukul 23.45 delete

Aku suka mie acehhh hehe

Reply
avatar
Khaira
AUTHOR
8 Mei 2013 pukul 19.54 delete

Khaira paling suka jajan gorengan. Apalagi kalo lagi hujan,
mantap! hehe

Reply
avatar
9 Mei 2013 pukul 17.14 delete

Lisa:
Iya, Lisa. Kemana pun aku pergi, tetap rindu dengan jajananAceh. Pulamg keAceh,ituduluyang kucari,hehee

MakHana:
Aku jugaaaaaaa..yuk toss maaak :D

Khaira:
Samaan dong Khaira, aku sering buat sendiri di rumah :D

Reply
avatar
keke naima
AUTHOR
12 Mei 2013 pukul 08.24 delete

jajanan kaki lima itu juara, deh. Sy suka juga jajan di kaki lima. byk yg enak. Semoga menang kontesnya :)

Reply
avatar
13 Mei 2013 pukul 18.50 delete

Iya mbaaak...enak dan murah.
Maksih mbka chi :)

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
17 Juli 2013 pukul 14.09 delete

bkn di lupakan mbak, tp pedagang k5 skrg gak jujur. Bnyk pakai bhn tak halal. Bisa jg seh resto2 pake bhn tak halal, tp tak bnyk.
- naomi -

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
17 Juli 2013 pukul 14.10 delete

bkn di lupakan mbak, tp pedagang k5 skrg gak jujur. Bnyk pakai bhn tak halal. Ada jg seh resto2 pake bhn tak halal, tp tak bnyk sprti pdgng k5.
- naomi -

Reply
avatar
17 Juli 2013 pukul 23.46 delete

Iya mbak, jajanan kaki lima memang sungguh nikmat. muah meriah tapi. Tapiii..kita mesti waspada sekarang ya. Pedagang sekarang banyak yang nakal-nakal ya. Kasihan pembeli ya mbak

Reply
avatar
26 Mei 2016 pukul 17.30 delete

Kapan ya mie aceh bisa jadi jajanan kaki lima, di mana mana mie aceh selalu di sajikan di tempat tampat mewah, warung kopi, atau kafe kafe, jarang sekali di banda aceh ada yang menjual di lapak kapak kaki lima pinggir jalan.

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky