Ceritanya,
ini adalah postingan yang super duper telat. Saya agak kurang sehat dalam
beberapa hari kemarin, sehingga momen yang sudah lewat lebih dari seminggu lalu, baru selesai
ditulis sekarang *curcol :D
Tahun
ini, saya kembali merayakan hari kemerdekaan RI di Thailand. Ya, meski ini
tahun terakhir buat saya, tapi hari gini saya masih di sini saja
*curcol-mahasiswa-hampir-selesai-tapi-masih-harus-berurusan-dengan-revisi-akhir*
Saya
pikir, ada untungnya juga sih, ya, tahun terakhir tetapi saya betul-betul
menikmati sisa hari-hari terakhir menjelang kepulangan saya ke tanah air.
Sedikiiiiit lagi, tetapi yang ‘sedikiiiiit’ itu ternyata masih membutuhkan waktu
juga.
Khususan
untuk kegiatan hari kemerdekaan RI, untungnya adalah kapan lagi saya bisa
terlibat langsung dengan kegiatan ini kalau saya tidak sedang berada di negara
orang? Mengikuti upacara bendera, ikut masuk dalam barisan, ikut menghormat
kepada sang merah putih, ikut menyanyikan lagu Indonesia raya, ikut menghening
cipta… ini semua adalah kegiatan 17-an yang terahir kali saya pernah terlibat
langsung ituuu… 17 tahun lalu, tahun terakhir saya di SMA *langsung ketauan
umur*. Setelah tamat SMA, nyaris mustahil bisa terlibat langsung atau menjadi
peserta upacara 17 Agustus. Saya sendiri, malah nggak pernah lagi, hahaa. Gitu
kan ya biasanya? Yang jadi peserta upacara biasanya kan yang golongan ini;
pelajar (SD-SMA), guru, TNI-Polisi, pejabat daerah setempat, … (dan apalagi ya?
Tolong bantu diisi). Mahasiswa termasuk nggak sih? Tapi selama saya menjadi
mahasiswa, nggak pernah tuh diminta ikut upacara 17 Agustus.
Sebenarnya
siapa saja boleh ikut upacara bendera, as long as you are Indonesians. Iya nggak, sih? Atau nggak? Correct
me if I’m wrong, ya. Tapi sudah umum lah ya, yang jadi peserta upacara
adalah mereka yang terlibat langsung dengan lembaga formal/pemerintah (contohnya
yang di atas tadi). Masyarakat sipil biasanya merasa cukup menjadi penonton
saja dari jauh (di luar lapangan atau malah menonton dari TV saja atau malah
ada yang cuek saja). Barulah di ragam kegiatan pendukungnya, lomba ini itu
misalnya, masyarakat sipil ikut serta. Iya nggak, sih?
Karena
alasan-alasan itulah, saya menyebut terakhir kali saya ikut upacara bendera itu
adalah 18 tahun lalu.
Maka,
inilah salah satu poin plusnya saya menjadi WNA di negara orang, yaitu bisa
mengikuti upacara 17 Agustus, LOL.
***
Pagi-pagi
sekali di tanggal 17 Agustus, saya dan teman-teman di Hatyai berangkat ke kota
Songkhla. As usual, kami berangkat naik tuk-tuk. Dress code hari
itu adalah batik. Ya, apapun
acaranya, batik selalu menjadi dress code kami di sini.
Upacara dilaksanakan tepat pukul 9 pagi. Sengaja dilaksanakan jam 9 supaya masyarakat
Indonesia yang tinggal di berbagai provinsi di Thailand Selatan bisa ikut serta
dalam upacara ini. Iyes, upacara 17 Agustus di sini boleh diikuti oleh
siapa saja kok, tak hanya mereka yang terlibat langsung dengan lembaga
formal/pemerintah.
Seperti
yang sudah-sudah, menjelang 17 Agustus, para staf konsulat sibuk menghubungi
mahasiswa Indonesia di universitas tempat saya belajar. Jadi tim pengibar bendera,
jadi pembaca semua tek-teks, jadi pemimpin upacara, dan sebagainya. Tetapi
tahun ini, kami nyaris tidak dilibatkan sama sekali, cuma seorang senior saya
yang diminta menjadi pembaca teks Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945. Bukan
karena tidak dibutuhkan lagi, tetapi mungkin untuk penyeragaman saja. Apalagi,
dari tahun ke tahun, WNI di Thailand Selatan, jumlahnya semakin meningkat. Beda dengan dulu-dulu, sudahlah WNI
tinggalnya jauh-jauh dari KRI Songkhla, jumlah mahasiswa pun cuma seupil *upil
siapa?*
Sekarang?
Mahasiswa Indonesia yang melanjutkan kuliah di sini jumlah bejibun. Soalnya
biaya kuliah di sini agak lumayan murah, jika dibanding kuliah di Australia
atau negara-negara di Eropa, tetapi dengan kualitas pendidikan yang hampir
sama.
Jadi,
tahun ini ada banyak orang yang bisa diberdayakan oleh Konsulat, untuk
terlaksananya upacara bendera 17 Agustus.
Ketika
upacara dimulai. Matahari sudah meninggi. Jam 9 tidak terlalu kesiangan
sebenarnya, juga tidak terlalu kepagian, tetapi sinar matahari sudah begitu
menyengat.
Bapak
Triyogo Jatmiko selaku Konsul RI di Songkhla –yang baru bertugas selama 5 bulan
di Thailand– menjadi inspektur upacara hari itu, sementara pemimpin upacaranya
adalah salah seorang mahaiswa di salah satu universitas di Indonesia yang sedang
praktik di Thailand.
Pemimpin upacara. Mahasiswa di Indonesia tapi sedang praktik di Thailand. Gagah! :D Tapi saya lupa menanyakan namanya. |
Saya
sendiri berada dalam barisan ibu-ibu, di posisi agak di belakang pula. Jadi
banyak momen yang tak terjepret oleh kamera hape saya, hiks.
Dan
karena tahun 17 Agustus ini kaum muda Indonesia sedang ramai di Thailand
Selatan, maka tahun ini ada pasukan Aubade, grup paduan suara.
Tahun-tahun sebelumnya, yang nyanyi mah kita-kita, para peserta upacara.
Soalnya nggak cukup orang untuk bikin grup paduan suara. Kalau seandainya dulu
kita sempat bikin grup paduan suara, siapa yang akan menjadi peserta upacara?
:D
Seperti
biasa juga, tim pengibar bendera hanya terdiri dari tiga orang saja. Lapangan
depan kantor Konsulat di Songkha memang agak lumayan luas, tetapi terlalu kecil
untuk parade pasukan penggerek bendera. Jadi, tiga orang pengibar bendera
sudah cukup untuk sebuah upacara memperingati hari kemerdekaan RI. Tahun ini,
ketiga penggerek bendera adalah perempuan. Hebaaaat euy!
Foto bawah: tim pengibar bendera, pemimpin upacara, dan tim pembaca teks (proklamasi, Pancasila, UUD 1945) berpose bersama bapak Konsul RI di Songkhla, Bapak Triyogo Jatmiko (pakai dasi merah) |
Usai
penaikan bendera dengan disertai lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’, acara
dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi, teks Pancasila, dan teks
Undang-Undang Dasar 1945.
Pak Cecep, senior saya di kampus, bertindak sebagai pembaca teks proklamasi. Beliau saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di kampus saya |
Para pembaca teks Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945 |
Yang berbeda, tahun ini inspektur upacara tidak
memberikan kata sambutan upacara. Saya kurang tahu kenapa. Apakah karena pagi
itu sudah terlalu panas atau memang beliau sudah di-set untuk tidak
memberikan kata sambutan. Lumayan bikin senang sih, biasanya ‘Kata sambutan’
adalah acara yang paling membosankan buat saya, LOL. Soalnya lama dan sangat
tekstual sekali. Iya nggak, sih? :D
Sebagai
gantinya, ada kegiatan mengheningkan cipta dan mendengarkan detik-detik
proklamasi melalu musik yang telah diatur dan disesuaikan dengan momen, dan
agak lama. Ini nih momen yang bikin terharu. Apalagi saat mendengar setelan
musik detik-detik proklamasi, jadi seolah bisa merasakan bagaimana dulu
Indonesia diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.
Sebagai
warga Indonesia, harusnya saya lebih banyak bersyukur bisa hidup tenang tanpa harus angkat senjata atau sewaktu-waktu
merasa ketakutan akibat perang. Walaupun banyak hal di tanah air yang belum
sepenuhnya bisa disebut merdeka, setidaknya kita sudah merdeka dari penjajah. Kita
lihat bagaimana negara-negara di Timur Tengah yang hare gene masih saja
berperang. Perang saudara lagi. Ya, sesama Muslim kan bersaudara.
Memang
masih banyak hal yang harus kita benahi untuk republik tercinta ini, agar
bangsa kita menjadi lebih baik lagi ke depan. Amin. Dan saya sangat percaya
sekali, suatu saat bangsa kita akan bisa disejajarkan dengan bangsa-bangsa maju
di Asia. Maju yag tetap bercirikan ke-Indonesia-an, dan bukan kemajuan yang
bablas.
Semoga.
Dirgahayu
Republik Indonesia ke-70. Mari sukseskan Gerakan Nasional ‘Ayo Kerja’.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.
― [Ir. Soekarno, Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961]
9 comments
Write commentssaya bangga mak, yakiin bangga.. lihat bendera merah putih berkibar di sana!
ReplyKalau aku, selalu ada rasa yang berbeda jika mengikuti upacara di luar negeri. Rasa lebih khidmat. Lebih bangga. Lebih haru. Merasa begitu juga ga mbak?
ReplyItu ibu2 kerudung merah yang di sebelah mbak Eki melirik ke kamera. Sadar kamera rupanya :D
Aku sudah lama banget gak ikutan upacara, mbak.
ReplyLiat ini kok seneng yaa..nunggu setahun lg biar bisa ikut upacara 17an.
Alhamdulillah mbak :D
ReplySamaaaaa mbak, sudah lama nggak merasa seterharu ini. Mungkin karena pengaruh udah lama kali gak ikut upacara 17 Agustus, juga karena pengaruh karena sedang di Indonesia ya mbak. Betul-betul terasa lebih khidmat mbak rien.
ReplyIya nih, ibu di sebelah nggak khusyuk berdoanya, lol :ng
Betulan tahun depan dirimu mau ikut upacara mbak Melly? :D
ReplySalah satu harapanku itu, bisa jalan ke LN pas hari kemerdekaan. Mau nyobain sowan ke KBRI, siapa tahu boleh masuk dan diajakin makan hahaha. Lucu ya mbak Eky? soalnya sering denger pengalaman orang gak sengaja ke KBRI pas 17 agustusan. Aku penasaran rasanya gimana (sama kayak dulu penasaran gimana rasanya menginap di bandara) :)
ReplyMas Yan, coba 17 Agustus tahun depan mas yan ke Hatyai. Di sini lumayan enak kalo mau ikut upacara. tinggal datang aja. Dan tempatnya pun nggak jauh-jauh amat dr Hatyai. Pun ada kendaraan umum yang bisa mengantar langsung ke konsulat :D
Replykereeen banget ya bisa lihat acara 17 Agustusan di Thailand :)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon