Ramadan dan
Idul Fitri sudah lama berlalu. Eh, tidak terlalu memang sih, tetapi nuansanya
sudah bukan nuansa Idul Fitri lagi kan, ya? Iyakah? In my opinion,
nuansa Idul Fitri itu adalah hari-hari selepas dua hari Hari Raya, dan biasanya
akan berangsur-angsur kembali ke hari-hari normal di saat hari kerja mulai
aktif kembali.
Walaupun
sudah tidak ‘bernuansa’ lagi, tetapi saya masih ingin menulis salah satu cerita
yang tertinggal selama beberapa kali menjalani Ramadan dan Idul Fitri di
Thailand. Berhubung juga tahun ini adalah Ramadan dan Idul Fitri terakhir saya
di negara orang, maka catatan ini lebih saya dedikasikan untuk diri sendiri,
sebagai pengingat dan kenangan bahawa saya pernah bersama mereka; mahasiswa
Indonesia, sedikit WNI yang tinggal di sini, dan yang paling berjasa buat
mahasiswa sini yaitu Bapak dan Ibu Konsul, Bapak/Ibu staf konsulat beserta
Ibu-Ibu DW-nya, hihiii… Ibu-Ibu DW wajib disebut nih, karena mereka-lah yang pekerjaannya
paling banyak, paling rempong, kalau Konsulat RI bikin acara. Acara APAPUN itu.
Jika ada
acara di Konsulat RI, yang tak ketinggalan adalah makan-makannya. Dan untuk makan-makan,
mereka jarang sekali–jika tidak bisa dibilang tidak pernah–memesan katering. Beda kalau misalnya acaranya di luar kantor
Konsulat atau Wisma, nah barulah mereka memesan katering. Apakah katering
hotel, atau di mana saja.
Karena apa?
Karena…
karena… buat kalian yang sedang/pernah tinggal di luar negeri, kapan lagi sih bisa
menikmati makanan yang Indonesia banget
kalau bukan di KRI atau KBRI. Saya pikir, orang-orang yang ada di KBRI atau di
KRI di manapun di seluruh dunia adalah orang yang paling mengerti akan kenyataan
yang satu ini, bhahahaa… Saya jadi ingat dengan pernyataan Ibu Konsul saya di
hari Idul Fitri kemarin; “We prepare that food (Indomie) for Indonesian
people because they may miss Indonesian’s noodle.”
How Lucky we are :D
Beberapa
hari lalu sempat berbalas komen dengan teman yang sekarang jadi ibu DW di
sebuah negara karena suaminya bekerja di KBRI negara tersebut (maaf dirahasiakan,
soalnya diskusi internal dan doi tidak ingin mengekspose ini :D). Dia bilang kalau
dia selalu menjadi salah satu tim sukses paling sibuk di dapur saat jelang Idul
Fitri. Lalu kemudian saya baca tulisan di blog teh Rosi yang ber-Idul Fitri di
KBRI di London. Beliau menuliskan pengalamannya saat ngobrol-gobrol dengan Ibu
Dubes dan tulisannya tersebut membuat saya terkagum-kagum, terutama di bagian
saat teh Rosi menanyakan soal makanan, karena ternyata Ibu Dubesnya yang langsung
turun ke dapur untuk memasak rendang. Tidak tanggung-tanggung, Ibu Dubes meng-handle sendiri rendang
sebanyak 87 Kg. 87 Kg? Saya yang cuma membacanya saya sudah bikin gubraks,
LOL.
Ya
begitulah, untuk menu-menu Indonesia di luar negeri, terutama yang gratis
dengan jumlah yang banyak dan melimpah ruah, di mana lagi kita bisa
mendapatkannya kalau bukan di KRI atau KBRI. Dan itu harus dimasak oleh orang
Indonesia juga tentunya.
Begitu juga di
KRI di Songkhla, kota yang berjarak lebih kurang satu jam dari kota tempat
tinggal saya.
Sepengalaman
saya tinggal di sini, acara ‘makan besar’ dengan menu-menu utama Indonesia
antara lain di waktu-waktu seperti berbuka bersama di bulan Ramadan (seminggu
sekali di tiap weekend) dan di hari-hari raya. Oh ya, ditambah dengan
waktu perayaan 17 Agustus. Tinggal beberapa hari lagi nih, hihii… siap-siap
makan enak lagiiii, LOL.
Di Konsulat
RI di Songkhla, mungkin agak berbeda dengan KBRI tempat suami teman saya bertugas,
yang mana yang menjadi upik abu-nya adalah dese dan beberapa ibu-ibu DW
lainnya. Atau di KBRI Inggris dengan Ibu Dubes-nya yang memasak sendiri rendang
sebanyak 87 Kg. Konsulat di sini punya tukang masak sendiri yang akan bekerja
di dapur di hari-hari besar yang saya maksud di atas. Tahun ini, tukang
masaknya adalah dari Thailand. Tetapi tukang masak di tahun-tahun sebelumnya
berasal dari Indonesia, tetapi sudah pulang kampong :( Pernah saya tuliskan di
SINI.
Meski punya
tukang masak sendiri, ibu-ibu DW di sini tetap ikut memasak, kok. Yang masak cuma
dua orang soalnya, sementara makanan yang harus disediakan adalah jumlah yang
banyak. Yang paling penting adalah untuk menjaga agar makanannya tetap bercitarasa
Indonesia, bukan citarasa Thailand karena pengaruh tukang masaknya dari
Thailand.
Ya karena WNI
di sini bukan hanya mahasiswa saja, ada juga WNI yang tinggal di sini dengan
berbegai latar belakang; menikah dengan orang Thailand lalu menetap di sini,
atau karena pekerjaannya memang di sini, dan berbagai alasan lainnya. Jumlahnya
ada banyak.
Terus
terang, saya tidak punya foto-foto di balik kesibukan dapur Konsulat. Setiap
kali diminta datang ke Konsulat–untuk sebuah kegiatan, datang ya tinggal datang
saja, lalu makan, lalu pulang, LOL. Kecuali jika ada kegiatan yang harus melibatkan
saya dan teman-teman mahasiswa di sini untuk ikut serta di dalamnya, misalnya seperti saat Pemilu 2014 lalu, atau perayaan
17 Agustus, maka kami akan ikut serta terlibat di dalamnya.
Alhamdulillah,
saya dan teman-teman mahasiswa Indonesia sangat ‘dimanjakan’ di sini. Setiap
kali masak, mereka pasti akan memasak dalam jumlah banyak. Itu memang
disengaja, supaya makanannya berlebih, supaya kami bisa membungkusnya dan
membawa pulang. Sehabis makan, maka plastik akan ditaruh di atas meja
prasmanan, dekat makanan. Malah kami disuruh membungkus yang banyak lho. Lebih
tidak mengapa, kan bisa dipanaskan, begitu pesan mereka. Coba, begitu besarnya
perhatian ibu-ibu Konsulat ini terhadap kami yang fakir makanan Indonesia ini,
LOL. Seperti halnya Ibu Dubes London yang selalu mengingat mahasiswa ketika
menyajikan makanan dari dapur Wisma Nusantara London.
Selain
dimanjakan dengan makanan Indonesia, mereka juga sangat perhatian sekali akan
transportasi kami. Percaya tidak kalau saya bilang, selama saya tinggal di Thailand,
saya dan teman-teman tidak pernah mengeluarkan biaya sepeserpun ketika berangkat ke kota di mana kantor konsulat
berada. Itu karena mereka membiayai transportasi saat pergi dan pulang. Sebuah
keistimewaan yang mungkin, mungkin lho ya, tidak didapat mahasiswa lain di negara
lain :D Maksud saya, soal hadir atau tidak seharusnya adalah menjadi urusan
pribadi. Tetapi di Konsulat kami di sini, mereka bukan hanya memikirkan
bagaimana agar kami bisa makan enak, tetapi juga bagaimana agar tidak
memberatkan kantong mahasiswa.
Menulis ini,
sekali lagi, adalah untuk mengenang kebaikan mereka; Bapak/Ibu Konsulat, para
staf Konsulat, dan ibu-ibu DW Konsulat RI di Songkhla, dan bukannya untuk
membanding-bandingkan mana KBRI/KRI yang lebih baik. Bukan sama
sekali. Karena saya sadar, setiap instansi dengan pemimpinnya masing-masing tentu
memiliki kebijakan yang berbeda-beda.
Dan buat
saya, kebersamaan dengan orang-orang yang saya kenal di KRI Songkhla adalah
salah satu anugerah yang saya syukuri. Mereka akan mengisi salah satu sudut di
hati saya, yang akan selalu saya ingat, kelak jika saya kembali ke tanah air
dan tidak lagi bersama mereka.
Maka saya
tuliskan ini untuk mengingat mereka selamanya.
Karena…
37 comments
Write commentsKebersamaan yang seperti itu tentu sangat berkesan sekali ya, Mbak :)
ReplySaya bisa membayangkan betapa senangnya.
Di Manchester juga gitu kak... Setiap kali ada acara kumpul Indonesia, yg paling dinanti adalah sesi makan2nya... Biasanya ibu2 pengajian yang repot. Hehe
Replykayaknya opor ayam menjadi menu wajib tuh mbak ecky.. emang rempah2 disana lengkap mbak kalo mau masak indonesian food.
Replyasik ya bisa berkumpul dengan teman2...seru dan pastinya bahagia :)
Replywah,enak ya mbak transportasinya ditaggung,PP pula hehehe...
ReplySeruuu ya mba...Lihat makanannya jadi laper mba hehe...
ReplyAsyik x ya kak. Jd pengen skolah d luar jg lah. Hehehee
ReplyAsyik x ya kak. Jd pengen skolah d luar jg lah. Hehehee
ReplyMeskipun jauh dr tanah air, tapi tetap punya 'keluarga' ya mak di sana :)
Replyiya jadi pengen sekolah ke luar negeri..
ReplyKalo lg di LN, emang masakan Indonesia paling mbikin kangen yaaa... Huhuu.. Seru bgt itu acaranya ya mbaa
ReplyIya kang Azzet. Alhamdulillah :)
ReplyAda sesi bungkus membungku juga ggak?
ReplyIni nanti malam mau posting cerita bungkus membungkus ini, LOL
Iyaaaa.... apalagi kalau ibu-ibu DW-nya biki ketupat, opor ayam pasti nggak ketinggalan, hehee
ReplyBumbu Alhamdulillah lengkap mbak :D
Iya, itu yang paling enak, hahaaaa.
ReplyAyolah Sri sekolah ke luar, apply beasiswa duluuuu :D
ReplyAlhamdulillah, sangat terasa kekeluargaannya :D
ReplyIya mb Nurul. makanan Indonesia mah is the best, hahaa
ReplyKayanya abis acara ini bu dubes udah ga nafsu lg liat rendang. 87 kg? Wuiikkss..... dr mulai ngiler sampe eneg x ya kak hehehe...
ReplyAda kak, biasanya pake bungkus-membungkus juga :)
ReplyIya, pengeeeeeeenn. untuk sekarang msh banayak tapinya kak. Ufff -___-"
ReplySelalu menyenangkan membaca cerita-cerita teman-teman yang tinggal di luar Indonesia :)
ReplyIbaratnya, Kedubes atau Konsulat itu rumah orangtua ya.
Serunya bisa kumpul-kumpul, apalagi sambil makan makanan Indonesia ya, Mak...
ReplyEh busyet bikin rendang 87 kg, gimana tuch capek ngaduk bumbu nya ihik ihik
ReplyIya mbak, seru lagi :D
Replyhehee..
Replyhahahahaaaa...itu juga yang kupikirkan kak? masak sendiri gitu lho. tapi itu bukan dubes kami sih :D
ReplyBetul mbak Indah, mana mereka sayang banget sama orang Indonesia di sini. Dilayani baik-baik, selama kami juga bersikap baik-baik selama tinggal di negara bersangkutan :D
ReplyIya mak, seru banget :D
Replytentu capek beliau ya. Kalau aku mungkin udah pingsan, LOL
ReplyAlamakjang, lapar-lapar begini ngeliat rendang. :)
ReplyMb Ekyyy aku suka banget quote di akhir tulisan. Keceeee
Samaaaa mas yayayn, yang bikin juga kece kaaaan, hahaa
Replymakasih mas yayan
ini yang paling kusuka kalau ada undangan ke KBRI, makan masakan Indonesia. Juga ketemu sudara serumpun.
Reply87 Kg? berenang dalam rendang :)
Keemudian kelelep dalam rendang :D
Replypapa mertuaku diplomat mbak.. jd mama mertua sering bgt gimana mereka, para ibu2 DW, sibuuuk bgt masak tiap acara 17 agustusan, ato lebaran ato hari2 besar... dari sekian banyak negara yg pernah jd pos nya mertuaku, itu korea utara dan bulgaria yg WNI nya ga terlalu banyak... sehingga mereka ga terlalu repot masaknya kayak pas di finland , jepang , amerika ato jerman :D.. nah kalo di negara 4 yang terakhir itu WNI nya banyak, jd kerepotan masaknya juga berkali lipat :D ..aku baru sekali doang ngerasain makan2 di KBRI dan serunya gabung ama WNI2 yg lain , itu pas di serbia ama bulgaria.. seru itu.. :D
ReplySerunya bisa kumpul-kumpul, apalagi sambil makan makanan Indonesia ya, Mak...
Replywikkk berapa lama ya itu prepare nya :o
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon