Salah
satu yang menjadi ciri khas pada perayaan 17 Agustus di Konsulat Songkhla
adalah potong tumpeng, begitu juga dengan perayaan 70 Tahun Kemerdekaan Indonesia kali ini.
Seusai
upacara 17 Agustus, kami semua disuguhi makanan ala sarapan; minuman dan aneka
kue-kuean. Ya, soalnya banyak yang belum sarapan sih, termasuk saya dan
beberapa teman-teman. Berdiri di bawah terik matahari yang sangat menyengat
pagi itu, membuat perut kian bertambah lapar. Untung Bapak Konsul tidak
memberikan kata sambutan upacara 17 Agustus, sebagaimana semestinya. Kalau tidak,
tidak bisa kubayangkan. Panasnya itu, lho. Bilang saya (sok) manja, saya memang
sangat tidak tahan panas. Saya cepat merasa pusing jika berdiri di bawah terik
matahari dalam waktu lama.
Saya
termasuk jarang mengikuti upacara 17 Agustus di konsulat. Ada sih sekali, waktu pertama kali saya sampai
di Thailand, tetapi saya lupa apa waktu itu ada potong tumpeng atau tidak. Jika
saya memeriksa foto-foto di tahun itu, saya tak menemukan ada tumpeng.
Atau
mungkin terlewatkan oleh saya? Mungkin saja.
Tumpeng
kali ini spesial karena tahun ini Indonesia sudah 70 tahun merdeka. Hasil penjumlahan
angka-angkanya juga cocok dengan tahun kemerdekaan kita di tahun ini. 17+8+45 =
70. Betul? Betul sih kalau mau dicocok-cocokkan, ha ha. *tiba-tiba teringat
ilmu cocokologi, lol*
Lebih
spesial lagi karena yang membuat tumpengnya adalah orang Indonesia. *ya iya
laaah, siapa lagi kalau orang Indonesia, ya? Hi hii…
Kira-kira
pukul setengah sebelas, dimulailah acara pemotongan tumpeng, yang mana
dilakukan oleh Bapak Konsul, dengan didampingi oleh Ibu Konsul. Seorang pria
yang saya duga dia adalah seorang wartawan *karna sibuk jeprat jepret sejak di
lapangan, dengan berbagai angle*, berdiri paling depan, paling dekat
dengan posisi tumpeng. Sayapun tak mau kalah, saya harus berdiri juga di posisi
paling depan. Untung tubuh saya kecil, sehingga saya bisa nyelip-nyelip cantik
di antara orang-orang. Lalu hap, saya berdiri di depan, persis di
samping pak kusir yang sedang bekerja eh pria yang saya duga wartawan tadi. Tetapi
kalahnya saya adalah; kalau dia jepret jepret dengan kamera bagus, saya mah
cukup pakai kamera hape Samsung Galaxy Young saja,
lol.
Sebelum
memotong tumpeng, ada berpatah-patah kata dari Bapak Konsul, Bapak Triyogo
Jatmiko. Nggak pakai lama kok. Singkat, padat, jelas; itu beberapa ciri khas
beliau saat memberikan sedikit kata sambutan. Tak lupa beliau sesekali
menyelinginya dengan humor. Itu semua yang saya suka dari gaya beliau.
Pokoknya, asik dan enjoy banget mah bapak Konsul kami ini.
Ibu
Konsul? Wah, 11 12 sama Bapak, alias sama baiknya dan sama asiknya. Itulah yang
disebut jodoh kali, yak. Hahaaa.. ini kenapa ngelantur ke mana-mana ini yak,
lol.
Tapi
maaf ya sodara-sodara, saya lupa nama Ibu Konsul saya ini, cuma tahu nama Bapak
doang *kemudian-dipecat-jadi-WNI-di-Thailand, lol* Maklum, Konsul ini baru saja
bertugas di Thailand, jadi belum sempat tanya-tanya nama Ibu Konsul :D
Bismillah,
Bapak Konsul memotong tumpengnya. Bagian puncaknya terlebih dahulu. Potongan
pertama diberikan kepada pemimpin upacara kami yang hari itu terlihat gagah
berwibawa. Potongan selanjutnya diberikan kepada mahasiswa PhD Indonesia
(beliau dari Aceh tepatnya, yeaaayy) yang menjadi ketua organisasi perkumpulan
mahasiswa internasional di sini. Keren kan orang Aceh, hihii :p
Tumpeng
kemerdekaan ini berupa nasi kuning ala Indonesia banget. Perlu disebut nasi kuning Indonesia, soalnya
ada juga nasi kuning Thailand, tapi menurut saya lebih enak nasi kuning
Indonesi, sih, lol. Saya pikir, seru juga ya nasi tumpengnya adalah nasi kuning.
Jadi, bisa dimakan untuk makan siang :D Kalau di kampung saya di Aceh Selatan
sana, tumpeng biasanya terbuat dari nasi
ketan dan inti kelapa, dan dimakan sebagai kudapan. Sering digunakan sebagai pelengkap kegiatan Peusijuk atau tepung tawar.
Meski
nasi kuningnya dijadikan tumpeng kemerdekaan, tetapi ada banyaaaak nasi kuning
lainnya yang dimasak oleh ibu-ibu konsulat dibantu oleh tukang masak mereka.
Nasi kuning tersebutlah yang menjadi jamuan makan siang untuk seluruh WNI yang datang
pada hari itu. Tahun ini, yang datang mengikuti upacara 17 Agustus sangat ramai
sekali, sehingga nasi kuningnya ludes, bahkan tak cukup. Orang dapur sampai kewalahan
lho melayani ramainya WNI yang datang. Idul Fitri kemarin aja masih kalah
ramai. Wuiiih… pada semangat nih mengikuti acara 70 tahun Indonesia merdeka.
Semoga tetap semangat dan bangga jadi orang Indonesia yaaaa.
Dan
kegiatan hari itu diakhiri dengan pencabutan nomor undian. Ini nih yang menjadi
salah satu tradisi di Konsulat RI di Thailand setiap 17 Agustus datang; cabut
undian. Tahun ini hadiahnya keren-keren karena sponsornya ada banyak. Pemenang grand
prize mendapatkan gadget keren. Pemenang utama lainnya ada yang mendapat
hadiah jalan-jalan ke Krabi, ke Phuket, ke Phi Phi Island, atau menginap di
hotel-hotel berbintang di Hatyai. Saya berharap sekali bisa dapat hadiah
jalan-jalan ke salah satu pulau di atas. Di tahun pertama, saya pernah dapat hadiah
payung yang sekarang sudah hilang. Tapi tahun ini, jangankan hadiah ke Phi Phi
Island, gagang payung pun saya nggak dapat, lol.
Alhamdulillah,
acara 17 Agustus di Konsulat Songkhla berjalan sukses.
Yeaaay... dapat tumpeng juga dari Bapak Konsul *boong banget, padahal numpang tumpeng ini mah :v |
12 comments
Write commentsWaah bagi donk tumpengnya...Mau makan-makan bareng Bapak dan ibu konsul juga...
ReplyPestinya gurih bgt ini tumfengbhihihi
ReplyKok aku jd pingin nimbrung maem
kakak enak, di thailand.. apalah kami yang di banda aceh nih yang hanya nungguin kakak pulang ke banda aceh :D
Replywah asiknya ya makan tumpeng di negeri oarng pasti bikin kangen indonesia
Replymakan2..waduh lauknya amat sangat menggoda :)
ReplyAyoooo ke sini mbak Nunung :ng
ReplySini mbak, biar ikut nimbrung nih :ng
ReplyYudi malah lebih enaaaak, di Aceh, kami ini apalah, udah bosan di sini :ng
ReplyBetuuuul mbak. Indonesia memang ngangenin :D
ReplySangat mbak, hihiii
Reply....kangen makan nasi tumpeng bareng rekan kantor.... ^^
Replynasi kuning maksudnya ya, hahahaaa...
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon