Merayakan 70 Tahun Indonesia Merdeka di KRI Songkhla, Thailand


Ceritanya, ini adalah postingan yang super duper telat. Saya agak kurang sehat dalam beberapa hari kemarin, sehingga momen yang sudah lewat lebih dari seminggu lalu, baru selesai ditulis sekarang *curcol :D

Tahun ini, saya kembali merayakan hari kemerdekaan RI di Thailand. Ya, meski ini tahun terakhir buat saya, tapi hari gini saya masih di sini saja *curcol-mahasiswa-hampir-selesai-tapi-masih-harus-berurusan-dengan-revisi-akhir*

Saya pikir, ada untungnya juga sih, ya, tahun terakhir tetapi saya betul-betul menikmati sisa hari-hari terakhir menjelang kepulangan saya ke tanah air. Sedikiiiiit lagi, tetapi yang ‘sedikiiiiit’ itu ternyata masih membutuhkan waktu juga.

Khususan untuk kegiatan hari kemerdekaan RI, untungnya adalah kapan lagi saya bisa terlibat langsung dengan kegiatan ini kalau saya tidak sedang berada di negara orang? Mengikuti upacara bendera, ikut masuk dalam barisan, ikut menghormat kepada sang merah putih, ikut menyanyikan lagu Indonesia raya, ikut menghening cipta… ini semua adalah kegiatan 17-an yang terahir kali saya pernah terlibat langsung ituuu… 17 tahun lalu, tahun terakhir saya di SMA *langsung ketauan umur*. Setelah tamat SMA, nyaris mustahil bisa terlibat langsung atau menjadi peserta upacara 17 Agustus. Saya sendiri, malah nggak pernah lagi, hahaa. Gitu kan ya biasanya? Yang jadi peserta upacara biasanya kan yang golongan ini; pelajar (SD-SMA), guru, TNI-Polisi, pejabat daerah setempat, … (dan apalagi ya? Tolong bantu diisi). Mahasiswa termasuk nggak sih? Tapi selama saya menjadi mahasiswa, nggak pernah tuh diminta ikut upacara 17 Agustus.

Sebenarnya siapa saja boleh ikut upacara bendera, as long as you are  Indonesians. Iya nggak, sih? Atau nggak? Correct me if I’m wrong, ya. Tapi sudah umum lah ya, yang jadi peserta upacara adalah mereka yang terlibat langsung dengan lembaga formal/pemerintah (contohnya yang di atas tadi). Masyarakat sipil biasanya merasa cukup menjadi penonton saja dari jauh (di luar lapangan atau malah menonton dari TV saja atau malah ada yang cuek saja). Barulah di ragam kegiatan pendukungnya, lomba ini itu misalnya, masyarakat sipil ikut serta. Iya nggak, sih?

Karena alasan-alasan itulah, saya menyebut terakhir kali saya ikut upacara bendera itu adalah 18 tahun lalu.

Maka, inilah salah satu poin plusnya saya menjadi WNA di negara orang, yaitu bisa mengikuti upacara 17 Agustus, LOL.
***
Pagi-pagi sekali di tanggal 17 Agustus, saya dan teman-teman di Hatyai berangkat ke kota Songkhla. As usual, kami berangkat naik tuk-tuk. Dress code hari itu adalah batik. Ya, apapun acaranya, batik selalu menjadi dress code kami di sini.


Upacara dilaksanakan tepat pukul 9 pagi.  Sengaja dilaksanakan jam 9 supaya masyarakat Indonesia yang tinggal di berbagai provinsi di Thailand Selatan bisa ikut serta dalam upacara ini. Iyes, upacara 17 Agustus di sini boleh diikuti oleh siapa saja kok, tak hanya mereka yang terlibat langsung dengan lembaga formal/pemerintah.

Seperti yang sudah-sudah, menjelang 17 Agustus, para staf konsulat sibuk menghubungi mahasiswa Indonesia di universitas tempat saya belajar. Jadi tim pengibar bendera, jadi pembaca semua tek-teks, jadi pemimpin upacara, dan sebagainya. Tetapi tahun ini, kami nyaris tidak dilibatkan sama sekali, cuma seorang senior saya yang diminta menjadi pembaca teks Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945. Bukan karena tidak dibutuhkan lagi, tetapi mungkin untuk penyeragaman saja. Apalagi, dari tahun ke tahun, WNI di Thailand Selatan, jumlahnya semakin meningkat.  Beda dengan dulu-dulu, sudahlah WNI tinggalnya jauh-jauh dari KRI Songkhla, jumlah mahasiswa pun cuma seupil *upil siapa?*

Sekarang? Mahasiswa Indonesia yang melanjutkan kuliah di sini jumlah bejibun. Soalnya biaya kuliah di sini agak lumayan murah, jika dibanding kuliah di Australia atau negara-negara di Eropa, tetapi dengan kualitas pendidikan yang hampir sama.

Jadi, tahun ini ada banyak orang yang bisa diberdayakan oleh Konsulat, untuk terlaksananya upacara bendera 17 Agustus.

Ketika upacara dimulai. Matahari sudah meninggi. Jam 9 tidak terlalu kesiangan sebenarnya, juga tidak terlalu kepagian, tetapi sinar matahari sudah begitu menyengat.

Bapak Triyogo Jatmiko selaku Konsul RI di Songkhla –yang baru bertugas selama 5 bulan di Thailand– menjadi inspektur upacara hari itu, sementara pemimpin upacaranya adalah salah seorang mahaiswa di salah satu universitas di Indonesia yang sedang praktik di Thailand.

Pemimpin upacara. Mahasiswa di Indonesia tapi sedang praktik di Thailand. Gagah! :D Tapi saya lupa menanyakan namanya. 

Saya sendiri berada dalam barisan ibu-ibu, di posisi agak di belakang pula. Jadi banyak momen yang tak terjepret oleh kamera hape saya, hiks.

Saya dalam barisan ibu-ibu. Candid. Mungkin disengaja candid pas lagi berdoa, biar pada nggak sadar kamera. Tapiiiii... Ibu di sebelah saya sadar kamera tuh. Idih Ibu, ketauan nggak khusyuk baca doanya tuh, LOL

Dan karena tahun 17 Agustus ini kaum muda Indonesia sedang ramai di Thailand Selatan, maka tahun ini ada pasukan Aubade, grup paduan suara. Tahun-tahun sebelumnya, yang nyanyi mah kita-kita, para peserta upacara. Soalnya nggak cukup orang untuk bikin grup paduan suara. Kalau seandainya dulu kita sempat bikin grup paduan suara, siapa yang akan menjadi peserta upacara? :D


Seperti biasa juga, tim pengibar bendera hanya terdiri dari tiga orang saja. Lapangan depan kantor Konsulat di Songkha memang agak lumayan luas, tetapi terlalu kecil untuk parade pasukan penggerek bendera. Jadi, tiga orang pengibar bendera sudah cukup untuk sebuah upacara memperingati hari kemerdekaan RI. Tahun ini, ketiga penggerek bendera adalah perempuan. Hebaaaat euy!

Foto bawah: tim pengibar bendera, pemimpin upacara, dan tim pembaca teks (proklamasi, Pancasila, UUD 1945) berpose bersama bapak Konsul RI di Songkhla, Bapak Triyogo Jatmiko (pakai dasi merah)

Usai penaikan bendera dengan disertai lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’, acara dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi, teks Pancasila, dan teks Undang-Undang Dasar 1945. 
Pak Cecep, senior saya di kampus, bertindak sebagai pembaca teks proklamasi. Beliau saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di kampus saya
Para pembaca teks Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945

Yang berbeda, tahun ini inspektur upacara tidak memberikan kata sambutan upacara. Saya kurang tahu kenapa. Apakah karena pagi itu sudah terlalu panas atau memang beliau sudah di-set untuk tidak memberikan kata sambutan. Lumayan bikin senang sih, biasanya ‘Kata sambutan’ adalah acara yang paling membosankan buat saya, LOL. Soalnya lama dan sangat tekstual sekali. Iya nggak, sih? :D

Sebagai gantinya, ada kegiatan mengheningkan cipta dan mendengarkan detik-detik proklamasi melalu musik yang telah diatur dan disesuaikan dengan momen, dan agak lama. Ini nih momen yang bikin terharu. Apalagi saat mendengar setelan musik detik-detik proklamasi, jadi seolah bisa merasakan bagaimana dulu Indonesia diperjuangkan hingga titik darah penghabisan.


Sebagai warga Indonesia, harusnya saya lebih banyak bersyukur bisa hidup tenang  tanpa harus angkat senjata atau sewaktu-waktu merasa ketakutan akibat perang. Walaupun banyak hal di tanah air yang belum sepenuhnya bisa disebut merdeka, setidaknya kita sudah merdeka dari penjajah. Kita lihat bagaimana negara-negara di Timur Tengah yang hare gene masih saja berperang. Perang saudara lagi. Ya, sesama Muslim kan bersaudara.

Memang masih banyak hal yang harus kita benahi untuk republik tercinta ini, agar bangsa kita menjadi lebih baik lagi ke depan. Amin. Dan saya sangat percaya sekali, suatu saat bangsa kita akan bisa disejajarkan dengan bangsa-bangsa maju di Asia. Maju yag tetap bercirikan ke-Indonesia-an, dan bukan kemajuan yang bablas.

Semoga.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-70. Mari sukseskan Gerakan Nasional ‘Ayo Kerja’.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.
[Ir. Soekarno, Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

9 comments

Write comments
26 Agustus 2015 pukul 02.14 delete

saya bangga mak, yakiin bangga.. lihat bendera merah putih berkibar di sana!

Reply
avatar
Katerina
AUTHOR
26 Agustus 2015 pukul 06.42 delete

Kalau aku, selalu ada rasa yang berbeda jika mengikuti upacara di luar negeri. Rasa lebih khidmat. Lebih bangga. Lebih haru. Merasa begitu juga ga mbak?

Itu ibu2 kerudung merah yang di sebelah mbak Eki melirik ke kamera. Sadar kamera rupanya :D

Reply
avatar
Melly Feyadin
AUTHOR
26 Agustus 2015 pukul 10.47 delete

Aku sudah lama banget gak ikutan upacara, mbak.
Liat ini kok seneng yaa..nunggu setahun lg biar bisa ikut upacara 17an.

Reply
avatar
27 Agustus 2015 pukul 23.31 delete

Samaaaaa mbak, sudah lama nggak merasa seterharu ini. Mungkin karena pengaruh udah lama kali gak ikut upacara 17 Agustus, juga karena pengaruh karena sedang di Indonesia ya mbak. Betul-betul terasa lebih khidmat mbak rien.
Iya nih, ibu di sebelah nggak khusyuk berdoanya, lol :ng

Reply
avatar
27 Agustus 2015 pukul 23.32 delete

Betulan tahun depan dirimu mau ikut upacara mbak Melly? :D

Reply
avatar
31 Agustus 2015 pukul 16.57 delete

Salah satu harapanku itu, bisa jalan ke LN pas hari kemerdekaan. Mau nyobain sowan ke KBRI, siapa tahu boleh masuk dan diajakin makan hahaha. Lucu ya mbak Eky? soalnya sering denger pengalaman orang gak sengaja ke KBRI pas 17 agustusan. Aku penasaran rasanya gimana (sama kayak dulu penasaran gimana rasanya menginap di bandara) :)

Reply
avatar
4 September 2015 pukul 01.34 delete

Mas Yan, coba 17 Agustus tahun depan mas yan ke Hatyai. Di sini lumayan enak kalo mau ikut upacara. tinggal datang aja. Dan tempatnya pun nggak jauh-jauh amat dr Hatyai. Pun ada kendaraan umum yang bisa mengantar langsung ke konsulat :D

Reply
avatar
Naqiyyah Syam
AUTHOR
4 September 2015 pukul 23.52 delete

kereeen banget ya bisa lihat acara 17 Agustusan di Thailand :)

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky