Perempuan di Era Digital: Pilihan Bekerja di Rumah atau di Luar Rumah


Gambar dari SINI
Zaman sudah berubah. Pola pikir dan gaya hidup ikut berubah. Begitu juga dengan tuntutan dan gaya hidup perempuan. Perempuan di era digital dituntut bergerak cepat dan tanggap terhadap perubahan zaman. Saat ini, jumlah perempuan yang bekerja di berbagai sektor mengalami peningkatan jika dibandingkan jumlah perempuan yang bekerja pada beberapa dekade silam. Setidaknya begitulah data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang menyebutkan bahwa selama periode 2006-2008,  jumlah tenaga kerja perempuan mengalami peningkatan meski tidak secara signifikan. Menurut Ratna P. Tjaja dalam tulisannnya “Wanita Bekerja dan Implikasi Sosial”, peningkatan ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain; 1) tuntutan ekonomi, 2) gengsi, 3) sudah adanya persamaan hak laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan dan mencari pekerjaan, 4) mudahnya akses lapangan pekerjaan untuk perempuan, dan mudahnya fasilitas pendidikan tinggi yang bisa dijangkau bahkan dari luar kota sekalipun [1]. Contohnya di provinsi saya, Aceh. Di Aceh, hampir di semua kabupaten baik kabupaten yang sedang berkembang maupun yang berada jauh dari ibukota provinsi, sudah dibuka universitas negeri/swasta. Jadi anak-anak daerah yang tinggal di kabupaten tidak perlu harus ke Banda Aceh untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.  Dulu, ketika saya menamatkan SMA di tahun 1998, saya dan teman-teman  di daerah berbondong-bondong datang ke ibukota provinsi karena tidak ada pilihan lain di daerah. Namun sekarang, semua menjadi sangat mudah. Anak-anak daerah, termasuk perempuan, bisa mencicipi bangku perguruan tinggi. Apalagi dengan ditunjang mudahnya fasilitas internet di mana-mana, perempuan-perempuan di daerah bisa mengikuti kuliah pendidikan jarak jauh. Salah satu media untuk mengikuti pendididan jarak jauh adalah tersedianya komputer dan jaringan internet. Pendidikan dengan sistem jarak jauh bisa jadi alternatif terbaik bagi sebagian orang karena biayanya yang relatif murah dibandingkan harus mendaftar di universitas swasta yang dibuka di daerah, serta memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran kapan saja dan di mana (time and place flexibility). 
Mungkin sudah umum kita mendengar pendapat awam seperti ini; untuk apa anak perempuan disekolahkan tinggi-tinggi jika tidak menjadi pegawai. Pegawai di sini tidak berarti harus pegawai negeri, bisa menjadi pegawai kantoran atau bekerja di mana saja. Intinya, orangtua memiliki harapan, setelah mereka menyekolahkan anak perempuannya, mereka mengharapkan si anak bisa bekerja di bidang tertentu.
Nah, dilihat dari segi agama, bagaimanakah Islam memandang hal ini?
Islam menempatkan perempuan dalam empat peranan, yaitu perempuan sebagai anak, sebagai istri, sebagai ibu, dan perempuan dalam peranan sosial. Perempuan sebagai anak berlaku selama sebelum dan setelah perempuan menikah. Meski demikian, setelah menikah tanggung jawab atas perempuan seperti nafkah, bukan lagi dibebankan pada orangtuanya melainkan pada suaminya. Perempuan sebagai istri dan ibu adalah saat di mana perempuan dan suaminya berbagi peran dalam menggerakan berlangsungnya sebuah rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak dan tanggung jawabnya masing-masing. Suami berkewajiban mencari nafkah dan memberikan nafkah tersebut kapada anak dan istrinya di samping kewajiban lainnya seperti kasih sayang. Sementara istri berkewajiban mengasuh anak-anak dan pengatur rumah tangga.
Sekalipun perempuan telah dijamin nafkahnya oleh suaminya jika sudah menikah atau oleh orangtua/wali jika belum menikah, bukan berarti Islam tidak membolehkan perempuan bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Islam membolehkan perempuan memiliki harta dan penghasilan sendiri. Bahkan perempuan pun boleh berusaha mengembangkan hartanya agar semakin bertambah. Sebagaimana Allah Swt berfirman : “… Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan” (Qs An Nisa 32).
Dalam  wilayah domestik, sebagian besar tugas-tugas ini  memang didominasi oleh perempuan; mengurus keluarga, memastikan rumah bersih, dan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya. Tapi bukan berarti haram hukumnya laki-laki  memasuki wilayah ini. Di era modern seperti ini,  pekerjaan seperti memasak atau membersihkan rumah bukan lagi pekerjaan yang tabu dilakukan oleh laki-laki. Dalam rumah tangga, laki-laki dan perempuan harus saling tolong menolong. Suami yang baik, jika memiliki banyak waktu luang berada di rumah, akan menolong istrinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Istri pun demikian, tak tertutup kemungkinan menolong menambah pendapatan anggaran rumah tangga dengan bekerja di instansi pemerintah, swasta, atau memiliki usaha sendiri. Semua pilihan terbuka lebar, tentu saja dengan berbagai konsekuensinya. Yang penting dari semua itu adalah tetap ingat tanggung jawab dan kodratnya sebagai perempuan.
Dalam hal peranan sosial, tidak ada satu pun ayat Al Qur’an atau hadist yang mengekang  atau menghambat perempuan berkembang dan mengambil peranan aktif di luar rumah asalkan tetap dalam koridor yang baik dan tidak mengabaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.  Lihatlah contoh ibu kita yang berprofesi sebagai guru. Pulang ke rumah lewat tengah hari. Setelah pulang dari sekolah, seabrek pekerjaan rumah sudah menunggu; memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan lain sebagainya. Sebelum berangkat ke sekolah, pagi-pagi sekali ibu kita sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Jadi beliau tetap dapat bekerja meski harus mengurus keluarga.
Jadi, adalah hal yang lumrah dan dibolehkan, jika perempuan berada di luar rumah untuk berbagai kegiatan selama agenda dan topik pembicaraan adalah hal-hal positif  menyangkut pengembangan dan pemberdayaan diri.  Perempuan tidak dilarang untuk tampil cantik dengan mengikuti mode yang berlaku saat ini, asal mode tersebut tidak menyalahi aturan berpakaian  dan kesopanan ala budaya timur. Kita tidak bisa menampik hadirnya budaya baru (asing). Yang mesti kita lakukan adalah kita yang harus memengaruhi (beradaptasi dengan baik) terhadap budaya asing bukannya terpengaruh oleh budaya tersebut. 

Dilema perempuan bekerja
Apakah perempuan yang hidup di era digital identik dengan perempuan yang bekerja di luar rumah saja? Jawabannya tentu saja tidak. Ada banyak perempuan yang memutuskan untuk memilih profesi mulia ini yaitu menjadi ibu rumah tangga saja. Ketika seorang perempuan, terutama yang sudah menikah, memutuskan untuk bekerja di luar rumah, jelas akan menimbulkan berbagai konsekuensi. Konsekuensi yang paling nyata dan utama adalah saat harus meninggalkan anak di rumah dalam waktu lebih kurang delapan jam waktu kerja yang umum di Indonesia. Hal ini menimbulkan dilema terutama jika anak tidak mau ditinggal dan waktu si ibu bersama si anak menjadi semakin berkurang. Hal yang sama pernah saya rasakan ketika sempat bekerja sebagai pegawai kontrak di sebuah universitas negeri di kota saya, Banda Aceh. Saya mendapat panggilan kerja setelah melalui berbagai tes.  Saat itu anak saya masih berumur enam bulan dan masih sangat bergantung dengan ASI. Setelah mendapatkan seorang  penjaga anak yang notabene masih saudara sendiri dan saya ajak tinggal bersama saya, saya tinggalkan anak sejak pagi sampai sore. Ternyata meninggalkan anak pada orang lain selain orangtuanya itu tidak mudah. Selama dua minggu pertama, anak saya menangis tak henti-henti dari sejak saya tinggalkan hingga menjelang saya pulang. Dia hanya akan berhenti menangis jika tertidur saja. Hal ini tentu sangat menyakitkan buat saya sebagai ibunya.
Di atas hanya sebuah satu contoh dilema yang dihadapi perempuan menikah yang bekerja di luar rumah. Belum lagi dengan kenyataan saat ini sulitnya mendapatkan orang yang mau tinggal di rumah sebagai penjaga anak. Sulit karena tak ada lagi orang yang mau bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan sedikitnya orang yang bisa dipercaya untuk tinggal di rumah. Tentu masih banyak lagi dilema yang dihadapi perempuan bekerja di luar rumah seperti; tekanan di tempat kerja, pekerjaan yang overload, jauhnya lokasi tempat bekerja, dan lainnya sehingga sebagian perempuan berpikir cukuplah hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Dan, menjadi ibu rumah tangga itu juga sebuah profesi, lho. Coba deh diingat-ingat saat kita mengisi formulir kependudukan, formulir berobat, dan lainnya, dalam daftar pilihan pekerjaan pasti selalu tercantum  ‘Ibu Rumah Tangga’. Ini artinya, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga juga mendapat pengakuan yang layak oleh banyak instansi. Bahkan boleh dibilang lebih dari layak, pekerjaan ibu rumah tangga adalah pekerjaan mulia. 
Pekerjaan mulia ini tentu saja akan lebih bermakna jika perempuan bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih berdaya guna. Dengan begitu, kehidupan perempuan tidak hanya akan berkutat seputar sumur, dapur, dan kasur saja. Di era ini, di mana dunia sudah berada dalam genggaman, dengan mudahnya perempuan bisa menjangkau akses internet di mana saja dan kapan saja, perempuan sudah bisa eksis melalui dunia maya dan nyata. Di dunia maya, semisal di jejaring sosial, banyak perempuan yang tadinya hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa, kini tiba-tiba saja menjadi seorang enterpreuner
Lihat saja saat ini, online shop dengan menggunakan akun facebook sudah menjamur dengan beragam isi dan gaya. Dari jualan alat rumah tangga, pakaian, kosmetik, hingga template untuk tampilan blog. Pengelola bisnis tinggal mengunggah foto-foto barang atau jasa dagangannya, pajang harga, promosi semenarik mungkin di dinding facebook, selesai. Tinggal dinilai oleh siapa yang sempat membaca. Jika tertarik, tinggal pesan, transaksi dimulai, dan barang dikirim. Alangkah mudahnya memiliki ‘toko’ saat ini. Tidak perlu repot dan pusing mengeluarkan uang banyak untuk menyewa toko nyata. Bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang suka berbisnis dan belum punya modal banyak untuk menyewa toko yang sebenarnya. Pekerjaan seperti ini tentu tidak akan terlalu memberatkan bagi ibu rumah tangga karena tidak ada tuntutan harus bekerja di luar rumah dengan aturan jam kerja yang ketat. Selain menggunakan situs jejaring sosial sebagai media untuk berbisnis, tak sedikit pula perempuan mulai mengembangkan bisnisnya melalui blog atau website untuk menunjukkan keseriusan usahanya atau usaha tersebut sudah mulai maju misalnya. Media jejaring sosial dianggap terlalu kecil untuk promosi, maka dibuatlah sebuah web produk di internet.
Sebagai contoh nyata perempuan yang berdaya guna tidak hanya untuk keluarga, berikut saya tampilkan dua perempuan hebat dari Aceh. Tulisan di bawah ini adalah hasil wawancara  singkat saya dengan mereka.

Afrida Arfah; mompreuner  yang menggeluti bidang internet dan properti

            Life
            Nama lengkapnya Afrida Arfah, biasa dipanggil Fida saja. Saya mengenalnya pertama sekali melalui jejaring facebook karena berbagai faktor, antara lain; sama-sama tinggal di Aceh meski saat saya mengenalnya saya masih berada di negeri seberang, sama-sama suka menulis, dan karena kami sama-sama sebagai ibu. Pertemuan nyata saya dengannya terjadi Oktober tahun lalu. Perempuan cantik berkacamata ini tidak neko-neko dalam hal penampilan. Dia tidak suka berdandan berlebihan dan berpakaian yang aneh-aneh. Sejak nyantri di sebuah pesantren dulunya, Fida konsisten mengenakan pakaian muslimah dan jilbab sebagai pakaian sehari-hari. Baginya, pakaian seperti ini akan melindunginya tidak hanya dari sengatan panas matahari, juga mencegahnya memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya pada orang lain selain suaminya.   
            Dulu, Fida hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Yogyakarta tahun 2004, Fida yang merupakan warga asli Medan, Sumatera Utara, diboyong oleh suaminya tinggal di Lhokseumawe karena tugas suaminya di kota ini. Setelah tsunami, mereka pindah ke Banda Aceh karena mutasi tugas suaminya. Pilihan menjadi ibu rumah tangga baginya bukanlah pilihan karena tak ada lowongan pekerjaan tapi memang sejak sebelum menikah Fida sudah menetapkan bahwa dia akan memilih menjadi ibu rumah tangga saja jika kelak menikah. Setelah menikah dan punya anak, Fida dan suaminya semakin sepakat memutuskan bahwa Fida tidak memilih pekerjaan kantoran demi kepentingan anak.
Work
Ketika mendapati ada banyak waktu kosong, maka Fida mulai berpikir untuk berbisnis demi mengembangkan kemampuannya dengan pertimbangan bahwa dengan berbisnis Fida masih bisa membawa serta anaknya ke manapun dia pergi. Fida memilih bisnis yang bisa dikelola di tenpat tinggalnya atau minimal tidak begitu jauh dari tempat dia tinggal, sehingga dia merasa enjoy dan dekat dengan anak-anak. Maka pilihan bisnisnya jatuh pada bidang internet dengan membuka sebuah warung internet (warnet) di Banda Aceh.  Saat ditanya apa alasannnya memilih bidang yang sangat jarang ditekuni oleh perempuan ini, Fida menjawab karena sejak kuliah dulu dia sudah tertarik dan sangat menikmati dunia internet. Ketika Fida pindah ke Banda Aceh, dia melihat ada banyak warnet bertebaran tetapi konsep yang mereka pakai sangat tidak menyenangkan dan membuat pengunjung tidak nyaman. Fida yang pernah lama tinggal di Yogyakarta dan pernah melihat serta menikmati konsep warnet yang menarik dan unik di kota tersebut, tertarik untuk terjun ke bisnis  internet dengan membuka usaha warnet. Didukung oleh suaminya yang seorang ahli di bidang IT,  maka pada akhir 2005, Fida me-launching usaha warnetnya dengan label ‘Waroeng Multimedia’ atau biasa disebut ‘WM’ saja. Berikut penampakan warnet ‘Waroeng Multimedia’ yang sempat terekam kamera. Foto-foto yang saya muat dalam tulisan  ini sudah mendapat ijin dari yang bersangkutan.

Love
Warnet WM yang dikelola oleh Fida dengan suaminya dan seorang temannya yang juga ahli dalam bidang IT. Modal awal berasal dari kantongnya sendiri ditambah bantuan dari orangtuanya dan temannya tadi. Dengan seorang suami yang ahli IT ditambah temannya yang juga memiliki keahlian di bidang yang sama, maka berkembanglah warnet WM tersebut dan dikenal oleh banyak orang. Fida sendiri bertindak sebagai direktur sementara suaminya hanya berperan sebagai tehnisi ahli saja. Sebuah kerjasama yang solid antara suami dan istri ini. Meskipun menjabat sebagai direktur, Fida tetaplah seorang Fida seperti sebelumnya, yaitu seorang ibu rumah tangga yang lebih mengutamakan keluarga dan anak-anaknya. Fida dan keluarga juga tinggal di lantai dua ruko warnet tersebut. Jadi, Fida bisa berbisnis dari rumah sendiri. Sambil memantau bisnisnya, Fida masih tetap bisa memantau perkembangan anak-anaknya. Untuk operator warnet, Fida memperkerjakan mahasiswa di sekitarnya dengan sistem shift sehingga tidak akan menganggu jadwal kuliah mereka. Dalam usaha warnet ini, Fida tidak hanya fokus pada internet saja, di samping itu Fida menyediakan komik sebagai bahan bacaan serta studio musik. Inilah yang membuat WM menjadi menarik dibandingkan  dengan warnet lainnya. 
Waroeng Multimedia milik Fida termasuk warnet yang paling sering dikunjungi oleh mahasiswa dari dua universitas terkemuka di Aceh. Tempatnya sangat strategis karena berada di kawasan dua universitas itu berada. Di daerah tersebut juga banyak perumahan yang dijadikan tempat kost. Saya sendiri, ketika masih berstatus sebagai mahasiswa dan belum mengenal Fida seperti saat ini, pernah menikmati warnet WM sebagai tempat langganan untuk surfing di internet. Dari pengamatan saya dulu, warnet milik Fida termasuk warnet yang difavoritkan oleh mahasiswa. Setiap kali saya datang ke situ, hampir dipastikan warnet sudah penuh duluan. Antrian orang yang duduk menunggu kosongnya komputer (maklum, saat itu belum banyak yang menggunakan latop seperti sekarang) tak pernah putus. Padahal, seingat saya, di deretan toko di sebelah warnet WM juga terdapat sebuah warnet. Tapi tetap saja orang selalu ingin mengunjungi warnet WM meskipun harus antri. Ini membuktikan bahwa Fida begitu serius mengelola bisnisnya. Fida tidak hanya berpikir ingin mengambil keuntungan saja tanpa mempertimbangkan kenyamanan para pelanggannya. ‘Kenyamanan’, itulah kunci Fida menarik pelanggan, sebagaimana konsep-konsep warnet yang pernah dia lihat di Yogya. 
Setelah sukses dengan WM, Fida mulai mengembangkan sayap dengan membuka menbuka NEO WM dengan konsep yang tak kalah ciamik dari konsep warnet sebelumnya dan menjadikan WM sebagai Internet Service Provider (ISP). Makanya, meski saat ini sudah banyak warnet yang tutup karena semakin mudahnya orang mengakses internet meski tanpa harus ke warnet, namun WM masih bisa bertahan sampai sekarang sebagai salah satu Internet Service Provider di Banda Aceh.    
Saat ditanya apakah Fida menikmati hasil kerjanya sekarang? Dengan mantap Fida menjawab bahwa dia sangat menikmati apa yang sudah dia kerjakan bertahun-tahun. Konsepnya menjadi mompreuner adalah bisa bekerja dari rumah dan bekerja dengan membawa serta anak-anaknya jika dia bepergian ke tempat jauh. Fida mengatakan tidak menyesal dengan memutuskan tidak menjadi pegawai negeri. Tidak pernah terlintas ‘pengandaian’ tentang karir lain di benaknya.   
Saat ini, di samping mengurusi bisnis warnetnya, Fida mulai melebarkan sayap dengan mencoba bisnis properti. Lokasi yang dia pilih berada di daerah Binjai, Sumatera Utara. Lagi-lagi Fida bersentuhan dengan bisnis yang jarang ditekuni oleh kaum perempuan. Fida mencoba bisnis ini dengan tetap mendapat dukungan penuh dari suaminya. Sesekali melakukan perjalanan pulang pergi ke Banda Aceh-Binjai untuk melihat perkembangan pembangunan perumahan yang sedang digarapnya. Tak lupa Fida selalu membawa serta anak-anaknya, kadang juga didampingi oleh suaminya. Meski baru memulai bisnis ini, namun Fida percaya ini adalah bisnis dengan prospek yang baik mengingat Medan sudah menjadi kota yang sangat padat, macet dan lahan yang semakin menyempit, sehingga banyak orang yang tinggal di seputaran kota Medan mulai berpikir untuk mencari alternatif tempat tinggal yang nyaman namun tidak begitu jauh dari Kota Medan. Berikut foto-foto tahap pembangunan perumahan yang saat ini sedang dikerjakan:


Spiritual
Begitulah kisah sukses seorang perempuan bernama Afrida Arfah. Ketika bertemu dengannya tahun lalu, saya menangkap kesan ramah dan bersahaja yang dia coba ulurkan ke saya. Bahwa hidup tidak semata mencari kesombongan dunia berupa materi serta menjaga silaturahmi itu lebih penting dari apapun, mungkin begitu jugalah konsep yang dia miliki. Kebahagiaannya saat ini; anak-anak yang tumbuh sehat, suami yang senantiasa mendukung setiap kegiatan dan langkah apapun yang diambilnya, adalah kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan apapun. Fida selalu merasa beryukur pada Tuhan atas kebahagiaan yang dia miliki saat ini. Syukur yang senantiasa membuat dia merasa dekat dengan Tuhan.    

Beby Haryanti Dewi; penulis buku anak, editor, dan trainer menulis

Life
Mendengar nama Beby Haryanti Dewi, tentu sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Dialah penulis dari Aceh sekaligus editor, trainer menulis, dan penulis skenario. Tujuh tahun lalu, ketika Beby mulai memasuki dunia menulis, namanya belum seterkenal sekarang.
Saat itu (sekitar tahun 2005), Beby masih tinggal di Jerman, mengikuti suaminya yang sedang melanjutkan pendidikan master dan doktoralnya di sana. Di Jerman, selain mengikuti kelas bahasa Jerman, Beby hanya berdiam di rumah saja, menjadi istri dan ibu yang baik untuk ketiga buah hatinya.
Sebelum tinggal di Jerman, Beby pernah bekerja di sebuah bank swasta di Sigli (ibukota kabupaten Pidie, Aceh).  Saat itu Beby sudah menikah dan bekerja sebagai teller. Pekerjaan ini dilakoni Beby karena permintaan orangtuanya yang menginginkan Beby bekerja di bank. Orangtua Beby menganggap bahwa bekerja di bank adalah pekerjaan elit. Jadilah Beby bekerja di bank tersebut karena ingin menyenangkan kedua orangtuanya. Namun saat kemudian Beby hamil, Beby memutuskan untuk berhenti bekerja. Pekerjaan sebagai teller bank sangat menguras energi dan waktunya karena harus bekerja dari pagi hingga menjelang malam. Beby mengaku, selama bekerja di bank, dia jarang pulang sore. Akhirnya Beby memutuskan untuk resign demi anak dalam kandungannya. Bertepatan dengan itu, suaminya pindah ke Jerman dan Beby memutuskan untuk ikut suaminya ke sana.
Selama di Jerman, Beby masih bisa berhubungan dengan teman-teman dan keluarganya di Indonesia melalui internet. Beby aktif ngeblog. Dari sinilah saya mengenal Beby. Melalui blognya, Beby sering menulis catatan-catatan hariannya selama di Jerman; menulis tentang adaptasi di negeri orang serta menulis tentang kelucuan yang terjadi dalam keluarganya. Tujuan awalnya hanya untuk berbagi cerita untuk keluarga dan teman-temannya di Indonesia. Seringnya Beby menulis kejadian-kejadian lucu di blognya, membuat Beby kemudian dikenal sebagai  salah satu penulis cerita-cerita kocak di negeri ini.
Work
Sampai kemudian Beby berkenalan dengan seorang penulis senior perempuan Indonesia. Penulis senior ini sangat perhatian sekali pada calon-calon penulis muda dan berbakat. Hampir setiap tahun beliau membuka audisi menulis buku bersama. Saya pernah masuk dalam salah satu bukunya. Begitu juga dengan Beby. Perkembangan menulis Beby sangat pesat. Setelah lolos di satu buku, menyusul di buku lainnya lagi dan lagi. Sampai kemudian Beby memutuskan bahwa dia akan menjadi penulis profesional di samping tetap menjadi seorang ibu. Satu persatu buku solonya mulai terbit. Bahkan catatan hariannya di blog kemudian diminta oleh penerbit untuk dibukukan. Judul bukunya adalah ‘Diary Dodol Seorang Istri’. Di Jerman, Beby rajin mengikuti kelas menulis online melalui internet. Beby memilih kelas menulis cerita anak. Dari kelas ini, kemudian Beby mulai sering menulis cerita anak dan beberapa di antaranya dimuat di majalah anak di Indonesia.
Tahun 2007, Beby kembali ke Aceh setelah sempat tinggal sebentar di Australia bersama suaminya. Di Aceh, Beby kembali melanjutkan kegiatan menulisnya. Buku “Diary Dodol Seorang Istri’ mengalami cetak ulang, sehingga kemudian penerbitnya memintanya untuk menulis buku “Diary Dodol Seorang Istri’ jilid 2. Dalam buku kedua ini, Beby lebih banyak bercerita tentang kekonyolan keluarganya, terutama anak-anaknya saat beradaptasi dengan iklim dan suasana di Aceh, termasuk bahasa, makanan, dan gaya hidup.
Dalam kurun waktu tujuh tahun sejak tulisan pertamanya dimuat di sebuah antologi, kini Beby sudah memiliki 28 buku dengan 9 buku yang ditulisnya sendiri, 19 buku antologi, dan 2 buku duet. Sebuah pencapaian yang luar biasa bagi seorang Beby mengingat Beby mulai menulis ketika berusia 32 tahun. Usia memang bukan sebuah patokan untuk belajar dan berkarya. Buktinya, Beby mampu melampaui prestasi beberapa teman penulisnya yang dulu sama-sama belajar dengannya di kelas menulis online. Selain dikenal sebagai penulis cerita anak nasional, Beby juga menulis novel lucu. Dua genre inilah yang kemudian menjadi bidang yang ditekuninya dengan serius dalam hal menulis. Beby bercerita, sejak kecil dia suka membaca dan gila buku. Hanya saja, dulu dia tidak menyadari memiliki bakat menulis.
Love
Jika membandingkan pekerjaannya dulu sebagai teller bank dan sekarang sebagai penulis, Beby mengatakan dia lebih menikmati pekerjaan yang sekarang; menjadi istri, ibu untuk ketiga buah hatinya, editor dua penerbit nasional, dan penulis skenario untuk beberapa FTV.  Apakah dengan pekerjaan sebanyak itu tidak membuat Beby kerepotan?  Beby menjawab tidak. Justru pekerjaan yang dilakoni dari rumah, membuat Beby bisa tetap dekat dengan anak-anaknya. Anak-anak dan suaminya juga bisa menemuinya kapan saja jika diperlukan. Beby membiarkan anak-anaknya bermain di samping meja kerjanya sehingga  anak-anak tidak akan kehilangan sosok ibunya.
Untuk urusan pekerjaan rumah, Beby mengaku tidak pernah memakai jasa pembantu rumah tangga. Selama ini, semua pekerjaan dilakoninya sendiri. Setelah  menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, mempersiapkan anak-anaknya berangkat ke sekolah, barulah Beby mulai bekerja, apakah menyelesaikan tulisannya sendiri, mengerjakan orderan editan dari penerbit atau menulis skenario. Ketika anak-anaknya pulang sekolah, Beby menyudahi pekerjaannya. Setelah mereka selesai ganti baju, makan siang, dan salat, Beby kembali bekerja, sementara anak-anaknya bermain di sampingnya. Sore sampai waktu salat Isya adalah saat-saat penting bagi keluarga Beby. Ketika anak-anaknya beranjak tidur ke kamar masing-masing, Beby mulai bekerja lagi. Begitulah rutinitasnya setiap hari. Rutinitas yang sangat dia nikmati karena Beby mencintai pekerjaannya ini.
 Dulu, Beby sempat berpikir bisa memiliki pekerjaan yang disukainya tanpa meninggalkan rumah dan berpenghasilan besar. Suaminya sempat menertawakannya dengan mengatakan tidak ada pekerjaan seperti itu. Namun kini Beby bisa membuktikan impiannya. Dari menulis, Beby bisa ikut menambah penghasilan keluarga, meski tidak begitu besar. Namun sejak Beby ditawari menjadi editor novel anak di dua penerbit nasional dan penulis skenario, penghasilannya kini jauh lebih tinggi. Ditambah lagi, saat ini Beby mendapat 'amanah' untuk menjadi trainer menulis untuk anak-anal dan remaja di Aceh.
Spiritual
Bagi Beby, bisa bekerja di rumah memberikan efek besar pada kualitas waktunya bersama anak-anak dan suami, juga pada kualitas hubungannya dengan Tuhan. Selain bisa mengurus rumah dengan baik, Beby juga bisa beribadah dengan lebih leluasa.
 “Seandainya saya masih bekerja di bank, tentu saya tidak akan memiliki banyak waktu bersama anak-anak. Pagi-pagi sekali saya sudah harus berangkat dan pulang malam. Makanya saya bersyukur dengan pekerjaan saya sekarang. Malam hari, kami biasa shalat Magrib dan Isya berjamaah, terus menemani dan mengajari anak-anak mengaji. Kualitas keimanan kian bertambah. Alhamdulillah.” begitu kata Beby saat saya mewawancarinya melalui jejaring sosial.
  
Jadi, bekerja di rumah atau di luar rumah?
            Dalam tulisan ini, meski saya mengangkat contoh nyata dua perempuan sukses yang bekerja di rumah, bukan berarti saya mengecilkan arti perempuan yang bekerja di luar rumah. Saya yang menulis artikel ini pun adalah seorang perempuan yang juga bekerja di luar rumah dan terikat dengan kantor. Setiap perempuan tentu berharga, apapun latar belakangnya, bekerja di rumah atau di luar rumah.
Perjuangan perempuan yang bekerja di luar rumah tentu lebih berat dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di rumah. Sepulang bekerja harus melakukan banyak pekerjaan yang sama seperti pekerjaan perempuan yang berbisnis atau bekerja di rumah, dalam waktu yang singkat karena pulang sudah sore. Selain itu, mereka berusaha tetap menjaga kualitas hubungan dengan suami dan anak-anak, mengajari mereka jika bertanya ini itu tentang pelajaran sekolah, meski kelelahan fisik tak bisa ditampik. Demi menjaga kualitas dan harmoni cinta, kelelahan disingkirkan. Tentu ini bukan hal mudah. Dan untuk perempuan yang mampu melakukan hal ini, sungguh perjuangannya tak kalah mulia dibanding perempuan yang bekerja di rumah saja. Maka, pilihan menjadi perempuan yang bekerja di luar rumah atau di rumah saja, ada pada perempuan, tentu saja dengan dukungan dari keluarga terdekat dan suami, dengan berbagai konsekuensinya. Tidak bisa dibandingkan mana yang lebih baik atau lebih buruk. Mana yang superior atau inferior. Keduanya sama-sama memiliki nilai ibadah, asal dilakukan semata karena ingin mencari ridho Allah. Insya Alllah.  
***
Catatan:
[1] Ratna P. Tjaja dalam “Wanita Bekerja dan Implikasi Sosial”. Departemen Kementerian Negara Transmigrasi dan Kependudukan (2000).

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Previous
Next Post »

38 comments

Write comments
Leyla Hana
AUTHOR
24 Juli 2012 pukul 12.45 delete

Pantesan dua hari nulisnya, panjang juga yah, mba Eky...
rebutan laptop nih kita :D

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 12.57 delete

Ini 12 halaman mbak. Abis menulis ini, saya merasa pusing banyak kali mikir, hehehee...

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 13.00 delete

hihihi.. emang cuma 1 ya hadiahnya?? manteepp dah mbak. padahal yang tak tungguin lomba warah nya hee

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 13.39 delete

wow, keren! Hebat sekali dua tokoh wanita ini....two thumbs up! Informasinya sangat mengispirasi nih mba... :)

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 15.17 delete

Ummu Nabilah:
Hehe..iya mbak, hadiahnya cuma satu. Untuk wardah saya malah belum buat :D

Kak Alaika:
Iya kak, saya saja salut sama mereka. Makasih udah mau baca kak :)

Reply
avatar
Anonim
AUTHOR
24 Juli 2012 pukul 15.32 delete

Subhanallah..
Postingannya keren banget mbak ^^
Bisa jadi bahan materi mentoring saya.
Makasih mbak

Salam kenal dari Medan ^^

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 16.16 delete

Boleh mbak. Silakan dipakai untuk bahan diskusi seandainya tulisan ini bisa mencerahkan banyak orang. terima sudah bekunjung ke mari mbak Sri :)

Reply
avatar
Naqiyyah Syam
AUTHOR
24 Juli 2012 pukul 17.30 delete

inspiratif banget, kisah 2 wanita daerah tapi berkatya nasional ya

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 18.19 delete

Iya mbak Naqi, saya yang nulis aja jadi terinspirasi, hehehe...

Reply
avatar
Sii Isni
AUTHOR
24 Juli 2012 pukul 18.20 delete

Waaah ternnyata tokohnya bukan saia. Hehe ya donk kan saia masih keshil. Gitu ya kak eky? Hoho...
^0^

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 19.17 delete

Yaaaah...anak keshil nanti aja saya tulis kalau udag gede. makanya cepat gedek ya :D

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 19.23 delete

baru sekali baca tulisan kak eqi, gak salah kalo kakak anak flp, nulisnya bagus, udah macam reporter aja kak, aku baca kayak baca koran kak hehe
#koment orang awam didunia tulis menulis :D

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 21.47 delete

Jiaaaahh..udah sering wara-wiri, si birulnya baru baca sekali, hehee... Saya juga masih awam kok rul dalam dunia tulis menulis :)
Makasih udah baca ya rul

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 22.28 delete

sama2 kak, besok2 kami baca yang lain kok kak, lagi sibuk aja sikit kak :D

Reply
avatar
24 Juli 2012 pukul 23.08 delete

Iyalah, maklum saya, namanya orang keren :D

Reply
avatar
Kinzihana
AUTHOR
24 Juli 2012 pukul 23.52 delete

what a great moms i ever knew.. yang ditulis dan yg menulis sama kerennnya :D

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 00.31 delete

Wah, jadi malu saya mbak hana. saya belum apa-apa dibanding mereka yang saya tulis dalam tulisan ini.
Makasih udah berkunjung ke mari mbak :)

Reply
avatar
Fida
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 05.29 delete

Kalo dalam dunia menulis, saya masih malu kak. kalah jauh sama kak eqy yang rajin update tulisan.
*miris liat blog pribadi yang udah mulai berjamur T_T

ngomong-ngomong, semoga tulisan kak eqi menang... aamiinn

*jadi kangen

Reply
avatar
winditeguh
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 05.37 delete

kerja dimana aja sama enaknya sama nikmatnya, asal ikhlas.
Bagus lyn, benar2 kena dengan temanya ;)

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 06.05 delete

Windi:
Iya win, jika ikhlas, Insya Allah akan bernilai ibadah ya :)

Fida:
Ini diaaaaa..sodara-sodara, salah satu tokoh yang saya tulis di atas.
Amin. Makasih udah berkunjung dan nitip komen di mari ya fida. Sukses selalu untukmu ya :)

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 09.11 delete

Suka banget ma topik ini... Tetap menginspirasi ya mb...

Reply
avatar
Binta Almamba
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 11.12 delete

keren.. gutlak mbak.. aku gak ikut yg ini.. peluang keciil hihi

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 13.54 delete

Anggie: Amin. Makasih ya mbak

Mbak Binta:
Makasih mbak Binta. Peluang keciil sekali memang, cuma pas lagi ada ide, nyoba aaag...
Makasih ya mbak :)

Reply
avatar
Khaira
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 14.34 delete

keren kakak.. :)
semoga sukses ya...

Reply
avatar
Lisa Tjut Ali
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 16.22 delete

semoga sukses eqi.......tulisannya mantap............tapi lebih mantap klo cerita tentang lisa............HAHAHA..............tak ada yg perlu dicerita tentang diriku..........diriku masih belajar pada dirimu.............

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 16.38 delete

Hahaaa..Kau ingin kutulis jugakah Lisa. Ayooo..tunjukkan prestasimu, biar nanti kutulis juga :D
Amin. Makasih udah betkunjung ya Lisa :)

Reply
avatar
Keke Naima
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 23.22 delete

wah baru tau sy kontes ini... ikutan gak yaaaaa...??? ternyata DLnya udah mepet bgt ya...

Semoga sukses ya.. ^^

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 23.41 delete

Ikutan aja mbak Chi. DL-nya masih lima hari lagi. Gak terlalu mepet, Insya Allah :)

Reply
avatar
Mugniar
AUTHOR
25 Juli 2012 pukul 23.56 delete

Wiiiii .. ini sih sudah super lengkap mbak, saya dah gak bisa bahas ini ntar dikira nyontek he he he *padahal gak ada ide*

Keren deh ... moga sukses ya mbak

Reply
avatar
25 Juli 2012 pukul 23.59 delete

Duh, serasa tidak percaya saya kalau mbak Niar bilang gak ada ide. Menurut saya mbak Niar malah memiliki segudang ide. Setiap hari adaaaaa saja yang mbak niar tulis. Dan itu membuat say iri. saya tidak bisa menulis setiap hari, hehee
Makasih mbak, saya berharap semoga mbak niar juga bisa ikutan. Ada banyak cacatan tentang perempuan yang sering mbak niar tulis :D

Reply
avatar
vanda
AUTHOR
26 Juli 2012 pukul 03.47 delete

Tulisannya top bgt mbak. Aku doakan dapat laptopnya ^_^

Reply
avatar
26 Juli 2012 pukul 12.18 delete

Amin.
Makasih mbak Vanda :)

Reply
avatar
Lia Javier
AUTHOR
26 Juli 2012 pukul 22.46 delete

Asiknya kalau menemukan pekerjaan yang cocok tanpa harus jauh dari keluarga ya, kak. Moga2 bisa gitu juga ;)

Reply
avatar
27 Juli 2012 pukul 05.36 delete

Iya Lia, saya juga berharap bisa begitu suatu saat :)

Reply
avatar
30 Juli 2012 pukul 23.18 delete

kak eqi, panjang bangett. tapi TOP deh dua orang yang kakak tulis. kak fida dan kak beby memang sosok wanita yang betul2 memanfaatkan teknologi digital

Reply
avatar
30 Juli 2012 pukul 23.24 delete

kak, ini liza yaaa
www.liza-fathia.com
www.daratangse.blogdetik.com

Reply
avatar
30 Juli 2012 pukul 23.51 delete

Oke liza, makasih ya udah berkunjung ke mari.
Tulisan Liza juga top. Sukaaaa bacanya.
Semoga kita semua menjadi pemenangnya ya *emang bisa, hihihiii*
Yang penting udah nulis, itulah pemenangnya :D

Reply
avatar

Instagram @fardelynhacky