Di
jaman sekarang, buka puasa bersama sudah menjadi tren walaupun sebenarnya budaya
buka puasa bersama ini bukanlah budaya baru. Sejak dulu, umat muslim Indonesia sangat
kental dengan budaya kumpul-kumpul dan silaturahmi, salah satunya adalah
berbuka puasa bersama di bulan Ramadan. Manfaat yang nyata dari berbuka bersama
ini adalah mempererat tali silaturahmi. Kondisi ini akan sangat terasa jika
kita sedang menjalani ibadah puasa di luar negeri. Di luar negeri, meski bertemu
dengan orang asing yang entah berasal
dari daerah yang belum pernah kita jajaki sekalipun, serasa bertemu dengan orang
sekampung. Dan tiba-tiba saja ada rasa persaudaraan yang hangat antara diri ini
dengan mereka yang baru pertama kali saya temui. Itulah yang saya rasakan
ketika pertama sekali saya menjalani ibadah puasa di negeri orang.
Ramadan
di tahun 2011, saya sedang berada di Thailand untuk menuntut ilmu. Indonesia
hanya memiliki satu konsulat di Thailand, yaitu di Songkhla, tempat saya
tinggal. Konsulat ini sendiri membawahi beberapa provinsi di kawasan Thailand
Selatan. Di Songkhla, suasana Ramadhan tidak jauh berbeda dengan suasana sebelum Ramadhan. Namanya
juga negara dengan penduduk mayoritas non-muslim, ya. Tapi saya bersyukur sekali saya bisa tinggal di kota ini, yang
penduduknya hidup dengan teratur dan saling menghormati antar agama sehingga
kami yang mahasiswa asing di sini bisa melaksanakan ibadah di bulan puasa
dengan tenang.
Saya
dan teman-teman mahasiswa Indonesia mendapat undangan berbuka puasa pertama sekali
dari Konsulat Jenderal di Provinsi Songkhla. Tentu saja undangan tersebut tidak
saya sia-siakan. Selain ingin berkenalan dengan Pak Konsul dan para staf di
kantor Konjen, saya juga ingin berkenalan dengan warga Indonesia lainnya
yang tinggal di kawasan Thailand
Selatan. Saya dengar dari senior saya yang setahun lebih duluan tinggal di
sini, katanya di Songkhla ada banyak sekali warga Indonesia. Macam-macam latar
belakang mereka tinggal di Songkhla; ada yang karena menikah dengan warga
Thailand, ada juga karena pekerjaan.
Berpose di depan Konsulat RI di Songkhla |
Selain itu, saya pikir, kapan lagi saya bisa menikmati
hidangan Indonesia yang enak-enak dan lezat buatan ibu-ibu konsulat jika bukan di
saat-saat berbuka bersama. Apalagi saya tidak begitu menyukai makanan Thailand.
Maklumlah, lidah saya lidah lokal bukan lidah internasional, hehe.
Jadi ketika menemukan hidangan Indonesia banget yang aneka rupa tersaji di atas
beberapa meja panjang, seperti menemukan segentong air di padang besar. Agak
lebay memang ya, tapi begitulah yang saya rasakan untuk lidah saya yang agak
anti makanan Thailand. Bayangkan kau dalam waktu sekian lama tidak melihat bakso,
rendang, tempe bacem, gado-gado, sate, kari iga sapi, mie goreng, pecel, dan
entah apa lagi nama-nama makanan Indonesia yang hanya mampu kau pelototi lewat
layar laptop ketika teman-teman facebook-mu mengupload satu persatu makanan
yang mereka masak, dan lalu kau dihadapkan pada kenyataan bahwa makanan-makanan
itu nyata, bukan foto-foto di facebook, kau pasti serasa seperti singa. Pengen diembat semua, heheuheu..
Di salah satu meja hidangan |
Melihat
hidangan Indonesia banget yang aneka rupa itu, nyaris saya lupa menyalami Bapak
Konjen, pak Heru Wicaksono. Pak Heru, beserta istrinya dan para staf Konjen
ternyata sangat ramah-ramah dan welcome terhadap semua warga Indonesia
di Songkhla. Siapapun mereka dan apapun latar belakang mereka. KJRI Songkhla
mengadakan buka puasa bersama seminggu sekali, biasanya di Sabtu Sore.
Ternyata
benar, yang datang berbuka puasa hari itu sangat ramai. Selain mahasiswa, ada
keluarga-keluarga campuran Indo-Thai, pekerja di kebun-kebun karet di Thailand, dan para awak
kapal. Bertemu dan berkumpul dengan mereka seperti sedang berkumpul di acara
keluarga. Berbagai cerita mengalir. Dari sejarah mengapa mereka menetap di
Thailand sampai ke perjuangan mengurus banyak hal, juga cerita-cerita lucu dan
menyedihkan dari para awak kapal. Meski ada banyak cerita, banyak latar
belakang, namun di hari-hari berbuka puasa di kantor Konjen tersebut adalah
hari-hari bertemu saudara, saudara setanah air. Jadi saat menyantap menu, berkumpul
dan duduk lesehan bersama, benar-benar berasa seperti di Indonesia banget, tidak sedang di Thailand.
Suatu
kali di suatu waktu berbuka bersama, ada beberapa mahasiswa pertukaran pelajar
Indonesia-Thailand, datang ke konsulat. Mereka juga membawa teman-temannya yang
berasal dari negara lain. Mereka memuji citarasa makanan Indonesia. Dan pada
kesempatan berbuka bersama di minggu selanjutnya, ternyata mereka datang lagi. Saya
sempat berkenalan dengan salah satu dari mereka. Saya lupa namanya, tapi saya
ingat dia berasal dari Malaysia. Setiap kali datang, dia tidak pernah
melewatkan untuk memakan bakso, bahkan dia nambah lagi. Katanya dia sangat suka
bakso. Saya tanya, apa di Malaysia tidak ada bakso? Jawabannya sungguh membuat
saya semakin cinta akan citarasa makanan Indonesia. Katanya, di Malaysia ada
bakso tetapi rasanya tidak sedahsyat rasa bakso Indonesia.
Begitulah
manfaat dari berbuka bersama di negara orang. Selain bisa mengenal dan menambah
teman sebangsa setanah air, mengenal muslim lain selain Indonesia, dan silaturahmi
dengan mereka pun berlanjut bahkan ketika Ramadan sudah usai. Sungguh luar
biasa persaudaraan yang tercipta antar warga Indonesia di luar negeri. Dan berbuka puasa bersama di Konsulat Songkhla akan selalu menjadi kenangan termanis dalam hidup saya.
4 comments
Write commentsKebayang deh mbak rasa rindu sama kuliner Indonesia. Berkah Ramadhan ya, bisa silaturahim dan melepas rindu makanan kesukaan.
ReplyIya mbak Niken, memang besar sekali berkah Ramadan ya mbak, apalgi buat orang-orang yang selalu menyambung tali silaturahmi.
ReplyThanks for vising mbak ;)
banyak kali menu buka puasanya ya, kalau ngumpul2 begini kerinduan utuk tanah air jadi terobati
ReplyWuiiiiiih...jangan tanya deh mak Lisa. menunya bejibuuuuun mak. Saking banyaknya gak tau makan yang mana. Trusm mana puasa kita cepat kali kenyak pulak, wkwkwk
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon