Source Picture |
Cerita ini berasal dari pengalaman seorang temanku yang pada saat kejadian, ia tinggal di Jakarta. Sebut saja namanya Ningsih (bukan nama sebenarnya). Ningsih dan suaminya Damar baru menikah 2 bulan. Ningsih ini aslinya dari Jogja, sementara Damar aslinya dari Bandung. Mereka pacaran sejak satu kampus di Unpad.
Setelah lima tahun berpacaran,
mereka akhirnya memutuskan menikah, tepat
setelah Damar dipromosikan menjadi kepala cabang sebuah bank di Jakarta. Buat
Damar, tak ada target yang mustahil. Setiap tantangan yang dikasih bossnya dia
libas. No wonder dia cepat banget naiknya. Ningsih dan Damar tadinya
menetap di Bandung setelah menikah, tapi kemudian harus pindah ke Jakarta karena
promosi Damar. Di Jakarta mereka tinggal di rumah dinas kantor Damar. Lumayan
letaknya cukup strategis di daerah Mampang, tapi kompleks itu agak sepi.
Well anyway, Ningsih yang tadinya kerja di
perusahaan swasta di Bandung harus resign dan ikut suaminya. Buat
perempuan muda berusia 29 yang biasanya aktif, tiba-tiba nganggur nggak
enak kan, ya. Baru dua minggu pindah sudah bosen banget dia. Ibu-ibu
kompleks yang lain juga malesin, kerjanya gosip, arisan, gosip, arisan,
gosip, arisan, shopping. And finding a new job is not that easy
juga, kan. Jadi Ningsih mulai nyari-nyari kegiatan yang fun tapi nggak
bikin dia kelelep kemacetan Jakarta. She found a cooking class di dekat
kompleks rumah.
Sebagai kepala cabang baru, Damar's
days at work were always hectic, pulang kerja jam 9, itu udah cepat
hitungannya. Tapi karena dia sayang banget sama istrinya, tiap malam selarut
apapun, apa saja yang dimasak Ningsih selalu dia makan. Walaupun di kantor
dikasih nasi kotak jatahan lembur, dia icip dikit buat ganjel aja. Yg
dia nanti-nantikan adalah masakan Ningsih di rumah.
This couple had a ritual: tiap Rabu, Damar mengusahakan
agar jam 7 malam dia sudah di rumah dan
menikmati makan malam di jam yang wajar dengan istrinya. Why did they choose
Wednesday? Karena itu biasanya hari yang lumayan lengang di bank. Kalau
awal minggu dan Jumat mah jangan harap. Tugas Ningsih: masak. Tugas
Damar: membawakan yang manis-manis buat dessert. Ada penjual jajanan
pasar di depan bank yg jual serabi enak banget.
That one particular Wednesday, sekitar bulan Agustus atau September,
seperti biasa jam setengah 7 Ningsih mulai siap-siap manasin hidangan
buat Damar. She always cooked his favorite on Wednesday: lasagna. Hasil cooking
class. Lasagna tapi dessert serabi, kalau sudah cinta ya nyambung
aja :p
Biasanya paling telat jam 7.15
Damar sudah nyampe rumah. Tapi hari itu, sampai jam setengah 8 tak ada
tanda-tanda Damar sampai di rumah. Ningsih mencoba menelepon ke nomor kantor
Damar. Tapi ya percuma, kalau sudah malam begitu, no operator went straight
to voice mail.
So, Ningsih waited and waited. Sampai Lasagna menjadi dingin.
Mau ngapa-ngapain juga serba salah karena kuatir. Supir Damar pun dia coba
telepon beberapa kali, tapi hapenya mati. Gimana nggak makin gregetan. ‘Ini
laki gue di mana?’ batin Ningsih.
Tiba-tiba, sekitar jam 9, ada yg
ngetuk pintu sambil ngucap salam. Suara Damar!
Ningsih bergegas ke depan buka
pintu.
As she opened the door, there he
was!
“Hello, is it me you’re looking
for?”
laki-laki itu bernyanyi dengan wajah kocak.
Ningsih langsung ketawa dan nyubit
suaminya. Damar memang suka iseng nyanyiin lagu ini buat Ningsih.
“Kamu kemana aja, sih? Dari tadi
ditungguin, ditelpon juga nggak diangkat-angkat, muncul-muncul malah nyanyi,
sember lagi suaranya."
Damar langsung ngakak. “Aku
memang sengaja nggak angkat biar kamu gregetan. Masih kangen nggak sama
suaminya.” Nyebelin, ya?
They ended up having a good laugh
over dinner that night. Cooking skill Ningsih makin oke, Lasagna-nya ludes des des. Damar
brought Serabi for dessert, like he always does. But they
decided that they wanted a different kind of ‘dessert’ that night :p
Btw, why do men always fall
asleep after sex? That’s probably a question that always lingers in Ningsih’s
mind, and maybe a lot of other women’s too.
As Damar fell asleep in bed,
Ningsih got up, put on her clothes, and walked to the kitchen. Haus. Dia buka kulkas, ambil air
dingin, lalu baru sadar ada suara bzzz… bzzz… bzzz… Ternyata hape Ningsih di
atas meja dapur yang getar-getar. A call coming in.
Dia lihat di layar hapenya nama
Damar.
Ningsih tersenyum. ‘Ini laki
gue apaan sih baru juga ditinggal bentar udah nelpon-nelpon dari kamar,’
ujarnya dalam hati.
So, Ningsih picked it up. “Apa sih, Yang?” tanya Ningsih dengan nada
manja.
“Yang, sori, tadi kamu
nelpon-nelpon, ya? Aku silent karena meeting, tiba-tiba meeting
mendadak tadi. Tapi ini aku udah di jalan pulang, kok. Maaf ya." Suara
Damar.
Ningsih langsung pucat.
“K… kamu masih di jalan?” Ningsih
tergagap.
Suara Damar kembali terdengar di
seberang telepon. “Iya, tapi ini udah dekat kok, paling 15 menit lagi nyampe. Maaf
ya, Sayang."
Then Damar hung up the phone. Ningsih masih kaku berdiri di
dapur. Tubuhnya mulai gemeter. Who did she just sleep with?
Dengan jantung yang masih
berdegup kencang, tubuh yang gemeter karena shock, Ningsih mengumpulkan
keberanian menghampiri kamar tidur.
Dia buka pintu kamarnya.
Begitu pintu terbuka, napas
Ningsih terhenti sesaat.
Masih ada punggung laki-laki yang
benar-benar mirip Damar itu membelakangi Ningsih, lelap tertidur di ranjang.
Dengan sisa keberanian yang dia
punya, Ningsih mendekat. Masih ada sedikit harapan Ningsih bahwa Damar ngerjain.
Memang Damar yang nelepon dari kamar, nakut-nakutin, pura-puranya masih di
jalan. Begitu pikir Ningsih berbaik sangka.
Baru saja Ningsih mau nowel
punggung Damar, hape di tangan Ningsih kembali bergetar.
Nama Damar yang di layar.
Dengan gerakan refleks dan
ketakutan yang sudah nggak ngerti lagi gimana rasanya,
Ningsih memencet tombol accept.
"Yang, aku tadi lupa bilang,
panasin lasagna-nya ya, aku laper banget ini." Suara Damar yang terdengar
di seberang.
Oh, shit! Batin Ningsih. Oh shit oh
shit oh shit oh shit!
"Oh iya, Yang, satu
lagi," kata Damar.
"A .. apa?" sahut
Ningsih dgn suara tercekat, sambil menatap punggung yg masih turun naik
bernapas normal di depannya. Dengan suara dengkur halus yang terdengar sangat...
manusia.
"Aku cuma mau bilang ini...,"
kembali terdengar suara Damar di telepon. Jantung Ningsih udah
tak karuan lagi detaknya. "...bilangin sama yang lagi gregetan ngikutin
cerita ini, nggak usah serius-serius amat, ini kan cuma fiksi."
***
Dari status Ika Natassa
Dari status Ika Natassa
8 comments
Write commentsSumpah saya shock berat membacanya mbak, hahahaha. Ada-ada aja =))
Replyendingya mengenaskan ya mbak, wkwkwkk :p :v
ReplyBeneran fiksi kak? Ini bukan fiksi...bukan...... :D
ReplyFiksi Fus, hehee
Replyasli lagi klimaks2 nya malah jangan terlalu serius -_- .. terus siapa tuh ya tidur disanaa :D kan masih penasaran
ReplySiapa aja boleh mbak, namanya juga fiksi iniii, xixiixii...
Replymampir ke blognya mb eki.. cerah ceria dan pas baca cerita ini ujung2nya fiksi.. hihihihi.. boleh tahu kelanjutannya gak? nebak2 mau horor gak ya? ^_^
Replyterima kasih sudah mampir ke sini mbak Primastuti. Ini bukan ceritaku mbak, jadi tak tau harus melanjutkannya, xixixiii....
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon