Daerah Aceh memang dikenal sebagai daerah
syariat Islam. Islam bukan hanya berjaya ketika Aceh mendapat julukan Daerah
Istimewa Aceh dari pemerintah, atau saat ini ketika daerah ini sedang
gencar-gencarnya memberlakuan aturan
syariat Islam dari semua aspek, namun kejayaan Islam sudah dikenal sejak jaman
dulu, sejak Kerajaan Samudera Pasai. Siapa orang Indonesia yang tidak kenal
dengan Kerajaan Islam pertama di Indonesia? Namun, dalam tulisan ini saya tak
hendak membicarakan tentang sejarah kemunculan Islam di Aceh, justru
sebaliknya, saya akan menulis tentang adanya sisa-sisa peradaban masuknya Hindu
ke daerah ini.
Sebagaimana
daerah-daerah lainnya di nusantara, Hindu juga pernah menjadi kepercayaan yang dianut
masyarakat Aceh. Bukti-bukti kejayaan Hindu sangat banyak, di antaranya adalah adanya
kerajaan-kerajaan Hindu. Sebut saja Kerajaan Majapahit, Mataram, Sriwijaya,
Singasari, Pajajaran, hingga kerajaan
Kutai. Saya ingat, ketika membuka-buka buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) waktu
saya masih SD hingga di pelajaran sejarah ketika saya SMA, saya cukup sering
mendengar nama kerajaan-kerajaan Hindu tersebut. Tapi tahukah saudara-saudara
bahwa di Aceh juga ada bekas kerajaan Hindu? Saya sedikit telat mengetahui
informasi ini, tepatnya setelah saya bermukim lama di Banda Aceh dan Aceh
Besar. Padahal pusat kejayaan kerajaan Hindu tersebut justru berada di daerah
kawasan Aceh Besar.
Secara geografis, Aceh Besar merupakan
kabupaten yang sangat berdekatan dengan Kota Banda Aceh. Jika dilihat dari
ketinggian, Kota Banda Aceh tampak terjepit karena dikelilingi oleh batas-batas
wilayah Aceh Besar, kecuali di bagian pesisir. Di dua kabupaten inilah pusat sejarah
tempo dulu mulai terkuak, yaitu bukti adanya peninggalam agama Hindu di wilayah
Aceh. Salah satunya adalah sisa-sisa kerajaan Hindu bernama Lamuri. Sisa
sejarah Hindu ini secara nyata bisa dilihat di situs sejarah Benteng Indrapatra, Lamreh, Aceh
Besar, sekitar 19 km dari pusat kota Banda Aceh.
Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Gambar: id.wikipedia.org |
Dalam bahasa Aceh, Kerajaan Lamuri
disebut Keurajeun Lhee Sagoe. Keurajeun berarti kerajaan, Lhee
berarti tiga, dan Sagoe berarti segi. Secara keseluruhan, Keurajeun
Lhee Sagoe berarti Kerajaan Tiga Segi. Tidak pernah mendengar nama ini
sebelumnya? Tenang, ini bukan nama Kerajaan, bukan pula nama daerah. Ini adalah
penyebutan untuk Lamuri itu sendiri. Menurut penelurusan yang dilakukan oleh salah
satunya tim redaksi Majalah The Atjeh, yang diperkuat dengan hasil penelusuran
berupa bukti-bukti sejarah, peninggalan-peninggalan masa lampau yang terkubur
ribuan tahun dalam tanah, sumber-sumber bacaan, dan penelitian; memang benar
bahwa dahulu di Aceh pernah berjaya sebuah kerajaan Hindu, yaitu Lamuri. Nah,
masih berdasarkan hasil penelusuran tersebut, kerajaan ini berpusat tidak hanya
di satu tempat saja, melainkan berada di tiga titik yang berbeda. Tiga titik
sentral kerajaan Lamuri tersebut ada di tiga titik daerah di Aceh Besar yaitu
Indrapatra (Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya), Indrapurwa (Kecamatan Peukan Bada),
dan Kecamatan Indrapuri. Ulasan tentang
sejarah Kerajaan Lamuri dikupas secara tuntas dan lugas oleh tim redaksi
sebuah majalah yang baru terbit di Aceh, yaitu The Atjeh. Dan berkaitan dengan
topik Kerajaan Tiga Segi ini, The Atjeh tak lupa pula memuat
tulisan ulasan oleh seorang pakar dalam bidang arsitektur sekaligus Ketua
Majelis Adat Aceh, Dr. Kamal Arif. Ulasan-ulasan dalam majalah ini benar-benar
membuka mata saya tentang aset wisata sekaligus asset budaya yang kini nyaris
punah.
Alhamdulillah, beberapa waktu lalu,
saya berkesempatan mengunjungi situs sejarah tersebut. Saat itu bisa saya lihat
betapa sisa-sisa bangunan masa silam tersebut adalah sisa-sisa bangunan yang mencoba
tetap berdiri kokoh meski tak ada memedulikannya. Dinding-dinding batu ditumbuhi lumut di
mana-mana. Sebagian tonggak-tonggak batu
lepas dan rebah di tanah, sebagian lagi tinggal menunggu nasibnya untuk
menyusul mengalami nasib yang sama. Itu jika dilihat dari segi fisik. Dari segi
peradaban sendiri, coba tanya pada anak-anak muda Aceh sekarang, apa mereka
tahu ada sejarah apa di balik tempat wisata benteng Indrapatra yang sering
mereka datangi? Benteng Indrapatra memang merupakan salah satu tempat wisata di
kasawan pesisir Krueng Raya, Aceh Besar. Setiap Sabtu dan Minggu, pantai di
sekitar Benteng Indrapatra ramai dikunjungi masyarakat untuk berekreasi.
Berpose di pintu masuk salah satu benteng. Gambar: Dok. Pribadi |
Nah, kembali ke topik tentang tiga
sudut pusat kerajaan Lamuri dulunya, saya sendiri baru menjajaki satu tempat
saja, yaitu Benteng Indrapatra ini. Sementara Indrapurwa yang berada di
kecamatan Peukan Bada Aceh, saya belum pernah menyaksikannya secara langsung,
hanya baru mengetahuinya dari baca-baca literatur saja.
Untuk bisa melihat melihat benteng
Indrapatra, bisa ditempuh melalui mobil pribadi atau angkot (orang Aceh
menyebutnya labi-labi) dari pusat kota Banda Aceh. Peninggalan Lamuri ini
disebut benteng karena konon ini memang merupakan benteng pertahanan kerajaan
agar musuh tidak bisa masuk ke daratan Aceh.
Menurut beberapa sumber, sebenarnya ada
empat benteng di kawasan tersebut, namun saat ini hanya ada dua benteng yang
masih utuh, sementara benteng lainnya hanya berupa runtuhan.
Miris juga melihat kenyataan bahwa benteng
lainnya sudah tak berbentuk lagi. Mungkin tempat ini pernah terkena bencana
alam sejak ratusan tahun, ditambah dengan kanyataan masyarakat masih kurang
menghargai benda-benda atau bangunan peninggalan sejarah.
Pelestarian Situs Sejarah Lamuri
Mengingat
bahwa Lamuri merupakan titik awal berkembangnya peradaban di Aceh, maka menyelamatkan
situs ini dari tangan-tangan jahil dan tak bertanggung jawab, adalah menjadi
tanggung jawab bersama; masyarakat bersama pemerintah setempat.
Sebagai bagian dari masyarakat yang
mendiami wilayah Aceh Besar, bahkan posisi tempat saya tinggal begitu dekat
dengan salah satu titik dari tiga titik sisa kerajaan Lamuri, yaitu Benteng
Indrapatra, maka saya harus menjadi bagian dari orang-orang yang peduli
terhadap situs tersebut. Apalagi saya suka menulis, terutama menulis di blog,
maka tindakan nyata bagi seorang blogger dalam rangka melestarikan situs bersejarah,
salah satunya adalah menulis hal-hal yang positif tentang situs tersebut di blognya.Mungkin
banyak yang belum tahu banyak atau malah tak pernah mendengar apa itu Lamuri
sebelumnya, bahkan oleh generasi muda Aceh sendiri. Selain itu, saya akan
mengajak teman-teman di komunitas saya untuk
napak tilas ke situs ini. Saya baru saja membuat sebuah komunitas blogger di
Aceh yang kebetulan anggotanya terdiri dari anak-anak muda Aceh yang mencintai aset-aset
wisata di daerah ini. Minggu lalu, komunitas kami baru saja mengunjungi sebuah
kuil Hindu yang berada di kawasan titik nol-nya kota Banda Aceh, yaitu kampung
Pande. Semoga pada kegiatan napak tilas selanjutnya, tujuan kami adalah ke
Benteng Indrapatra.
Tindakan nyata lainnya adalah dengan
membuat brosur atau booklet yang berisi foto-foto sisa peninggalan
Lamuri dan penjelasan tentang sejarah Lamuri itu sendiri di dalam brosur. Dulu
waktu saya masih koass di rumah sakit, membuat brosur dan booklet adalah
kegiatan yang paling sering saya dan teman-teman lakukan dalam rangka peyuluhan
kesehatan. Brosur atau booklet yang dibuat harus menarik tentunya, dan
juga bisa bertahan lama.
4 comments
Write commentsAda jejak majalah Atjeh di situ,,, seperti dugaanku. Terus yang surprise lihat foto Mas Ferhat yang masih unyu-unyu :-)
Replywkwkwk...itu harus dimasukin sebagai satu-satunya sumber akurat yang saya punya, wkwkwk...
ReplyIya...itu waktu kami masih muda, makanya masih unyu-unyu :p
Benteng ini kena tsunami nggak mbak. Kalau iya, berarti kokoh banget ya bentengnya
Replyperasaan anda itu dari dulu kalo foto kepalanya mereng selalu ya.. :)
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon