Rupa-rupa ASEAN. Gambar dari SINI |
ASEAN
itu seperti Indonesia; sukunya beragam, bahasanya banyak, ada yang udah maju
ada juga yang masih berkembang, dan… perbedaan pendapat dan selisih pahamnya
juga banyak, hehee…
Melihat
potensi yang dimiliki ASEAN, bahkan meski itu potensi konflik, maka ASEAN
menggagas sebuah komunitas besar berorientasi masa depan yang lebih baik
bernama ASEAN Community. Gagasan ini awalnya dilontarkan saat pertemuan
para pemimpin negara-negara ASEAN di Bali pada Oktober 2003. Tiga pilar utama
yang menjadi fokus pencapaian adalah Asean Economis
Community (AEC), Asean Politic-Security Community (ASC), dan Asean
Socio-Cultural Community (ASCC). Targetnya adalah di tahun 2020. Namun,
setelah pertemuan tahun 2003 itu, mungkin para pemimpin ASEAN mikir lagi,
kayaknya bakal kelamaan kalau harus menunggu tahun 2020, sementara ‘kebutuhan’
negara-negara ini untuk segera bisa bergandeng tangan untuk masa depan ASEAN
yang lebih baik, sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Maka pada konferensi selanjutnya
yang dilaksanakan di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, kesepuluh pemimpin
negara ASEAN untuk
mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN menjadi tahun
2015. Penegasan ini sekaligus dilakukan
dengan penandatangan Deklarasi Cebu tentang
Percepatan Pembentukan Komunitas
ASEAN pada tahun 2015.
Mari
kita bahas bagaimana ASEAN mencapai tujuan untuk satu kesatuan ASEAN
berdasarkan masing-masing pilar.
Asean Economis
Community ; Masih Ada Jurang Pemisah di Cinta Kita
Saat menuliskan tentang kemungkinan masuknya bisnis kecantikan Thailand ke Indonesia, saya udah bahas sedikit
tentang pilar ekonomi ini. Intinya sih,
nanti di tahun 2015, ASEAN bakal punya single market. AEC akan membentuk ASEAN sebagai
pasar tunggal dan
basis produksi sehingga ASEAN
bisa lebih
dinamis dan kompetitif dengan mekanisme baru dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan ekonomi yang
sudah
ada; mempercepat
integrasi regional di berbagai sektor, memfasilitasi pergerakan
bisnis, tenaga kerja
yang terampil
dan berbakat, dan memperkuat kelembagaan
mekanisme ASEAN.
Nah,
melihat latar belakang perkembangan ekonomi yang berbeda-beda di 10 negara
ASEAN, apakah mungkin poin penting di atas bisa dilaksanakan? As you know
that bahawa sebagian negara di ASEAN, yang maju semakin maju teruuuus… sementara itu
masih ada beberapa negara yang masih tertinggal dan bahkan masih menutup diri
terhadap dunia luar, makin ketutup sama benderangnya negara tetangga. Secara logika aja, jika melihat kondisi
kesenjangan begini, tentu kita akan mikir kayak gini; udah pasti negara-negara
kayak Laos, Myanmar, dan Kamboja akan
kalah saing di dunia pasar bebas ASEAN. Lha ngurus negaranya aja mereka
masih ngos-ngosan, bahkan di Laos, lapangan kerja saja sulit, apa lagi jika
mereka ikut dalam lingkaran ini, apalagi jika ikut bersaing. Untungnya, tujuan
AEC bukan tentang liberalisasi perdagangan, lebih dari itu AEC akan lebih melibatkan integrasi ekonomi negara-negara
di ASEAN,
termasuk di dalamnya
fasilitasi gerakan
modal, gerakan buruh,
harmonisasi
peraturan kepabeanan,
standar barang, dan
kebijakan ekonomi antara negara-negara
ASEAN. Jadiiii…
pasar bebas bukan berarti kita bebas bersaing saja. Memang nantinya, skill
dan ilmu yang mumpuni lebih diutamakan, namun demikian, memberi kesempatan kepada
negara-negara yang masih tertinggal tetap menjadi prioritas.
Nah, melihat adanya ‘jurang’ yang lebar menganga
di antara kita, maka pada saat
dilaksanakannya KTT ASEAN ke-22 di Brunei Darussalam pada April 2013 lalu, salah
satu poin penting yang dibahas adalah tentang kesenjangan ekonomi ini.
Sebanyak
259 kebijakan yang ditentukan dalam cetak biru Persatuan Ekonomi ASEAN telah
dilaksanakan, persentase kinerjanya mencapai 77,54 persen, di antaranya
pengurangan pajak mencapai kemajuan nyata, 6 anggota ASEAN yang relatif maju
antara lain Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan Brunei telah
menghapus 99,65 persen pajak impor, 4 negara ASEAN yang relatif tertinggal
yakni Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam menurunkan 98,86 persen pajak impor di
bawah 5 persen.
Meski
demikian, menghadapi ketidakseimbangan perkembangan ekonomi dalam kawasan
ASEAN, Sekjen ASEAN Le Luong Minh menyatakan bahwa tantangan-tantangan yang
harus dihadapi tersebut dalam proses pewujudan target Persatuan Ekonomi ASEAN.
"Tahapan
paling sulit dimulai dari saat ini hingga akhir tahun 2015. Masalah utamanya
terletak pada perubahan besar pada sistem yang ada saat ini, misalnya di bidang
investasi, transportasi dan bea cukai, namun kami telah mengkaji kebijakan dan
langkah-langkah yang harus diambil hingga tahun 2015.”
Itu
yang ngomong di atas, Le Luong Minh, adalah Sekretaris Jenderal ASEAN, berasal
dari Vietnam, yang notabene termasuk negara ‘tertinggal’ di ASEAN. Meski
demikian, suara Le Luong Minh adalah suara bersama, bukan suara atau pendapat
perorangan. Yang pasti, mereka, negara-negara tertinggal ini, masih butuh kita.
Mungkin mereka masih malu-malu dan menutup diri, namun dengan adanya tangan
terbuka dan selalu welcome, bukan mustahil AEC ini akan menjadi kuat di
masa depan. Jurang yang ada harusnya tidak menjadi alasan untuk tidak bersatu.
Gimana
cara mengatasi jurang yang dalam itu? Mungkin kita bisa buat ‘jembatan’, atau malah
‘jalan layang’. Supaya perjalanan kita ini mulus tanpa harus harus terjatuh ke dalam
jurang. Mungkin butuh waktu. Membuat ‘jembatan’ apalagi ‘jalan layang’ di atas
jurang kan bukan pekerjaan mudah. Sulit memang, tapi bukan berarti tidak
mungkin, kan?
Asean
Political-Security Community; Peace dong, ah!
Poin
yang tak kalah penting yang dibahas saat pelaksaan KTT ke-22 di Bandar Seri
Begawan adalah tentang keamanan dan kestabilan
politik negara-negara ASEAN. Sesuai
dengan tujuan APSC yaitu untuk memastikan bahwa negara-negara di kawasan ini hidup damai satu sama lain di lingkungan yang adil, demokratis dan harmonis. Termasuk
komponen penting dalam APSC ini adalah perkembangan politik, membentuk dan berbagi norma, pencegahan konflik, resolusi konflik, pembangunan perdamaian
pasca-konflik, dan mekanisme
pelaksanaannya.
Itu
baru masalah yang berkaitan dengan sesama negara ASEAN. Lebih lanjut, saat dilaksanakannya
KTT ke-22, perwakilan-perwakilan negara ASEAN juga membahas isu-isu
internasional, misalnya sengketa laut China Selatan. Dari beberapa sumber yang saya baca, sejumlah negara ASEAN
sampai saat ini masih berebut klaim dengan China, atas sejumlah pulau di Laut China
Selatan, yang disinyalir kaya dengan hasil laut dan sumber energi. Mereka adalah Vietnam,
Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Saya sendiri baru tahu, ternyata perseteruan ini sedang menjadi perhatian dunia, lho.. Karenanya saya jadi
penasaran dengan posisi empat negara tersebut dengan posisi Laut China Selatan. Yuk ah.. kita lihat petanya sama-sama :D
Gambar dari SINI |
Beberapa
pulau kecil dalam peta di atas, diklaim oleh China sebagai milik mereka. Lihat
garis merah putus-putus sebagai batas teritorial klaim dari China. Kalau saya
melihat peta di atas, kayaknya China udah kelewatan banget deh nge-klaimnya.
Secara kasat mata aja, batas wilayah yang diklaim tersebut sudah masuk banget ke
wilayah laut negara lain, kayak Brunei Darussalam misalnya (Lihat Brunei dalam gambar). Dan kalau memang sampai
begitunya wilayah laut tersebut diklaim China sebagai milik mereka, kasihan banget
ya Brunei Darussalam, mereka jadi punya apa? Untungnya, negara kecil ini kaya banget,
jadi daratan dan laut yang kecil tidak membuat mereka jadi ‘kecil’ di mata
ASEAN, bahkan dunia. Faktanya, China teteuuuup
ngotot atas klaim yang mereka berikan. Bahkan kabarnya, perang pun mereka mau
demi mempertahankan wilayah tersebut. Weleh-weleh… jangan sampai deh
terjadi perang. Ngeriii… imbasnya nanti ke kita juga di Indonesia (untuk lengkapnya,
baca aja di SINI ya, panjang soalnya kalo dibahas di sini, heuheu..).
Nah,
pada KTT ke-22 tersebut, Brunei sebagai ketua ASEAN 2013 meminta negara-negara
terkait (empat negara tadi) agar lebih bisa menahan diri, menghindari
penggunaan kekuatan senjata atau ancaman militer, sehingga dapat menyelesaikan
perselisihan secara damai. Ckckck…luar biasa ya Brunei. Udah segitunya
wilayahnya dicaplok sama China, masih bisa ‘mengelus-elus’ teman-temannya yang sama-sama
punya masalah sengketa wilayah laut dengan China.
Ups,
hampir lupa. Terlalu banyak membahas masalah ASEAN dengan dunia internasional,
jadi lupa nulis bahwa sesungguhnya masalah serupa juga terjadi dalam
wilayah ASEAN, saaaangat banyak, dan saaaaangat complicated. Rasanya tidak usahlah saya
urutkan satu persatu, jadinya seperti mengulang apa-apa yang udah saya bahas
delapan hari kemarin :D
Then,
so what? Hidup ini disebut hidup karena kita punya masalah,
kalo udah mati baru nggak punya masalah lagi, heuheu… Jadi begitulah ya,
kehidupan bersosial; orang perorang hingga kehidupan sosial antar negara, tidak
luput dari yang namanya perpecahan, sengketa lahan, salah paham, dan
sebagainya, dan seterusnya. Selayaknya
kita bisa belajar dari sikap legowo-nya Brunei, bahwa memecahkan masalah
itu bukan dengan gontok-gontokan, apalagi sampai perang. Tapi ingat juga, diam
bukan berarti menyerahkan semuanya atas apapun yang orang lain caplok. Membela
hak itu wajib, maka kita juga wajib dong membela sesuatu yang kita rasa itu
punya kita. Caranya? Ajak negara-negara ASEAN lainnya untuk duduk dan berunding,
trus ngomongin masalah tersebut ke negara tujuan, kalau dirasa akan menimbulkan
konflik, bisa pakai negara lain sebagai pihak ketiga. Di antara 10 negara
ASEAN, masa tidak ada satupun yang bisa dijadikan pihak ketiga? Pasti ada dong,
ya ;)
Apa
gunanya melakukan semua itu? Pertama, secara otomatis kita, khususnya Indonesia
udah nunjukin bahwa asas NKRI memang betul, salah satunya, berdasarkan
musyawarah mufakat, jadi nggak hanya omong doang. Kedua, supaya tercapai yang namanya kedamaian. Kalo ngomongin
kedamaian, kesannya basa basi banget, ya. Tapi sebagai seseorang yang pernah
hidup di daerah yang pernah bersiteru dengan Indonesia, saya merasakan sekali
bagaimana tidak enak dan tidak nymannya hidup di bawah bayang-bayang terror dan
rentetan senjata. Saya rasa, siapapun setuju bahwa damai itu lebih indah ;)
Asean
Socio-Cultural Community ; Jangan Ada Dusta di
Antara Kita
ASCC
bertujuan memberikan
kontribusi untuk
mewujudkan Komunitas ASEAN yang berorientasi pada orang dan bertanggung jawab secara sosial dengan maksud untuk mencapai solidaritas dan persatuan abadi antara bangsa-bangsa dan negara-negara anggota ASEAN. ASCC
berusaha untuk membentuk identitas bersama, serta membangun rasa
kepedulian dan
rasa saling berbagi antar sesama anggota, untuk kesejahteraan masyarakatnya
yang lebih baik. Lebih lanjut, ASCC difokuskan pada memelihara sumber daya manusia, budaya dan alam untuk pembangunan berkelanjutan ASEAN yang
harmonis dan pemberdayaan
manusia.
Bidang
ini sebenarnya tidak menjadi poin penting dalam pembahasan KTT ke-22 yang lalu,
tapi tetap menjadi poin penting demi tercapainya ASEAN Community 2015 nanti.
Menurut saya, justru di poin inilah –di samping AEC yang menjadi sasaran utaman
ASEAN Community– kita bisa tunjukkan solidaritas kita sebagai ASEAN yang
harmonis. Dalam Plan of Action yang dijabarkan untuk ASCC, ada banyak sekali rencana dan
tindakan yang akan dilakukan demi tercapainya ASEAN yang harmonis ke depannya,
salah satunya bisa saya sebut adalah meningkatkan penggunaan berkelanjutan untuk
daerah pesisir
dan kelautan ASEAN sebagai sumber pasokan makanan dan warisan alam.
Nah, Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di Asia
Tenggara dan yang lautnya menyimpan banyak kekayaan,
berpotensi membantu negara tetangga dalam hal pemberdayaan manusia. Kenapa saya
mengangkat yang ini dari sekian banyak plan of action ASCC? Hmm…entah
kenapa saya jadi teringat Laos. Ingat kan ya saat kemarin kita sama-sama
tertuju pada Laos? Laos yang… masih tertinggal, yang lapangan pekerjaannya
sangat sempit, serta tidak punya laut. Nah, kita sebagai negara yang udah lebih
maju dibanding Laos, bisa tuh kayaknya mengajak Laos untuk bekerjasama memanfaatkan
kekayaan laut kita. Kerjasamanya dalam bentuk impor mengimpor barang. Jadi,
Indonesia mengimpor hasil olahan lautnya ke Laos dengan minim pajak (jika tidak
bisa dibilang tanpa pajak) supaya Laos tidak terbebani dengan biaya yang besar.
Dengan adanya kegiatan ini, setidaknya akan menambah sedikit lowongan pekerjaan
untuk masyarakat Laos.
Mustahil?
Saya rasa tidak kalau kita bisa mengajak negara-negara maju ASEAN lainnya agar kerjasama
Indonesia dan Laos menjadi mulus. Yang tak kalah pentingnya lagi adalah saling keterbukaan antar negara, tidak
memiliki rasa superior agar ‘anak-anak bungsu’ ASEAN tetap merasa dihargai.
We
are One!
Kalo Indonesia punya slogan ‘keramat’
Bhinneka Tunggal Ika, yang dengan slogannya itu mampu meleburkan semua
perbedaan yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh di bawah naungan NKRI, maka
untuk ASEAN, saya sangat optimis bahwa ke depan kita juga akan mampu bergandeng
tangan lebih erat, saling merangkul dengan hangat, melangkah bersama, berjalan
dan berlari bersama, dalam satu kesatuan; ASEAN Community! Komunitas ini
akan menjadi besar dan bergandeng tangan dengan komunitas-komunitas besar
lainnya di dunia. Atas dasar semua perbedaan yang sudah melebur, sudah seiya
sekata sepakat seirama, maka apa lagi yang tidak mungkin dicapai selain ‘Satu
untuk masa depan ASEAN yang lebih baik’? Seperti lirik lagu We are One-nya
Lion King, maka inilah ASEAN yang satu;
We
are One for ASEAN!
Cheeeers!
***
We will stand by your side… Filled with hope and filled with pride…
We are more than we are… We are one…
We are one… you and I…
We are like the earth and sky…
One family under the sun… (Lion King)
Karna saya pernah 2 tahun tinggal di Thailad, jadi saya pinjam gambar pake bahasa Thai, dari SINI |
Referensi:
6 comments
Write commentsKerennn... duh, minder aku... ini tema tersulit emang
Replypanjang-panjang kali postinganmu soal asean ni ya ki, jurinya pasi pers keringat tu waktu bacanya
Replysaya secara khusus tertarik dengan AEC (ASEAN Economic Community).
Replypemerintah juga bersiap dan mempersiapkan warganya untuk ASEAN Economic Community.
demi melindungi warga negaranya dari 'invasi' tenaga kerja asing dan menekan angka pengangguran, maka pemerintah memberlakukan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) / IQF (Indonesia Qualification Framework) dan program PPDK (Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja).
keluaran dari KKNI adalah standar kualifikasi untuk bidang keahlian dan pekerjaan tertentu. nantinya ada semacam level kualifikasi dengan deskriptor tertentu untuk setiap bidang.
keluaran dari program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja adalah SMBD (Sistem Manajemen Basis Data) yang berisi data potensi daerah, kebutuhan dunia kerja dan ketersediaan tenaga kerja. juga ada perhitungan dan analisa indeks keterserapan tenaga kerja (Fulfillment Index) dan indeks keselarasan tenaga kerja (Alignment Index).
yuk., kita dukung demi Indonesia yang lebih baik :)
https://www.facebook.com/Penyelarasan.Pendidikan.dengan.Dunia.Kerja
http://penyelarasan.kemdikbud.go.id/
Makasih semua atas kunjungannya :)
ReplyFebrian: thanks for sharing yaaa ;)
terima kasih atas informasinya..
Replysemoga dapat bermanfaat bagi kita semua :) Mobil Sedan
Jangan berhenti untuk terus berkarya, semoga
Replykesuksesan senantiasa menyertai kita semua.
keep update! mobil baru honda
ConversionConversion EmoticonEmoticon