Aceh, Bireuen dan Dayah
Halo teman-teman saya dari luar Aceh,
mari berkenalan dengan salah satu daerah di Provinsi Aceh; Bireuen (cukup dibaca
Bireun saja, ya). Dulu, Bireuen merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh
Utara, sampai pada tahun 2000, Bireuen dan beberapa kecamatan di sekitarnya, berpisah
dari Kabupaten Aceh Utara dan menjadi kabupaten sendiri, bernama Kabupaten
Bireuen. Sebagai Kabupaten baru, Bireuen termasuk daerah yang sangat cepat
berkembang. Hanya beberapa tahun saja setelah pemekaran kabupaten tersebut,
Bireuen mulai berbenah dan mempercantik diri. Setidaknya begitulah kondisi terakhir
yang bisa saya amati saat saya melewati Bireuen ketika dalam perjalanan menuju
Medan, tahun lalu. Wilayah Bireuen memang berada pada jalur lalu lintas utama Banda
Aceh dengan Aceh bagian Timur dan Sumatera Utara.
Sejak
lama, bahkan sebelum ditetapkannya Aceh sebagai daerah syariat Islam, Bireuen sudah
dikenal sebagai kota 1001 dayah. Dayah adalah sebutan untuk lembaga pendidikan
Islam di Aceh. Dulu, saya kira dayah adalah bahasa Aceh, tapi ternyata dayah merupakan
kata serapan dari bahasa Arab; Zawiyah, yang berarti sekolah agama Agama Islam
atau Madrasah. Kita boleh menyebutnya pesantren secara umum. Di Aceh, dulu, dayah
identik dengan santri bersarung, tinggal di pondok-pondok kecil sederhana dalam
lingkungan dayah, belajar agama siang dan malam, bertahun-tahun kemudian para
santri menjadi ulama.
Di
Bireuen, ada banyak sekali dayah, hampir di tiap kecamatan ada dayah. Yang paling
terkenal dan terbesar adalah dayah MUDI MESRA
(Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiah Mesjid Raya). Dayah ini menjadi salah satu
dayah terbesar di Aceh. Salah satu ulama ternama yang turut membesarkan dayah
MUDI MESRA adalah Tengku Abdul Aziz Samalanga. Beliau adalah seorang ulama
kharismatik yang berasal dari Samalanga, Bireuen, daerah tempat berdirinya
dayah MUDI MESRA hingga saat ini.
Selain
MUDI MESRA, ada beberapa dayah lainnya di Bireuen, antara lain; Dayah
Babussalam Al-Aziziyah Juenieb, Dayah Nurul Jadid, Dayah Madinatuddiniyah
Babussalam Blang Bladeh Dayah Darul Ulum Tanoh Mirah, Dayah Darussa’dah Cot
Bada, Dayah Serambi Aceh Cot Keumude, Dayah Darul Istiqamah di Desa Geulanggang
Kecamatan Kota Juang dan Dayah Ummul Ayman Samalanga.
Kedudukan Ulama Aceh dalam
Masyarakat dan Pemerintahan
Di
Aceh, ulama memiliki kedudukan yang tinggi di mata masyarakat. Selain sebagai
pengayom, guru, penasehat (penceramah), pendakwah; ulama juga selalu diikutsertakan
dalam setiap pengambilan keputusan dalam pemerintahan. Dahulu, raja-raja selalu
melibatkan ulama dalam urusan pemerintahan. Sebut saja di antaranya adalah Syaikh Abdurrauf As-Singkili dan Syaikh
Nuruddin Ar-Raniry. Dua ulama ini memiliki peranan yang besar
dalam pemerintahan Aceh di masa lampau. Maka wajar jika kemudian nama kedua
ulama dinisbahkan menjadi nama dua universitas negeri tertua di Aceh;
Universitas Syiah Kuala dan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Pengurus Majelis Pendidikan Dayah Aceh (MPDA) Kabupaten Bireuen. Gambar: metroperistiwa.com |
Peranan
ulama dalam kepemerintahan di Aceh tetap berlanjut sampai sekarang. Apalagi
ketika keluarnya Peraturan Perundang-Undangan Tentang Syariat Islam di Aceh,
maka ulama semakin sering dilibatkan dalam menyusun berbagai qanun
(undang-undang).
Bireuen Menuju Kota Santri
2015
Syariat
Islam di Aceh semakin bergema. Hukum Islam mulai diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa jaman sudah berbeda. Ulama
di jaman global mestilah mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman, agar genderang
Islam tetap bergema hingga akhir jaman. Maka di sinilah peran dayah untuk menempa
(calon) ulama agar senantiasa terhubung dengan perkembangan jaman.
Tahun
depan, di 2015, dengan berbagai latar belakang yang saya sebut sebelumnya, Bireuen
akan dideklarasikan sebagai Kota Santri di Indonesia. Kabarnya, wacana ini sudah
disetujui oleh banyak pihak; oleh pemimpin berbagai dayah di Bireuen, pemerintah
Kabupaten Bireuen, dan pemerintah pusat. Tentunya, ini adalah kabar gembira
buat Bireuen.
Maka,
menyambut ditetapkannya Bireuen sebagai Kota Santri, sebagai blogger, ijinkan
saya memberikan sedikit sumbangsih ide untuk optimalisasi dayah-dayah di
Bireuen.
1. Ulama
dan santri dayah harus update dengan perkembangan jaman
Belajar ilmu agama bukan
berarti mengabaikan mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Apalagi saat ini ada banyak
sekali persoalan kontemporer yang berhubungan dengan dunia Islam, yang mungkin
saja tidak atau belum ada di jaman dahulu. Ulama dan santri dayah di Bireuen
harus memiliki prinsip Think Globaly, Act Localy, berpikir global namun
bertindak secara lokal, yaitu memajukan Islam di Bireuen dengan menguasai ilmu
dari berbagai belahan dunia.
2. Peningkatan
sarana dan berbagai fasilitas dayah
Dayah adalah sebuah lembaga Islamic
Boarding School atau pesantren, di mana para santrinya tinggal di satu
tempat (dayah) bersama-sama dalam waktu yang lama, sampai masa berakhirnya
menuntut ilmu. Kiranya, pemerintah Bireuen perlu metingkatkan fasiltas tempat
tinggal yang memadai untuk para santri. Dayah juga sebaiknya dilengkapi dengan
perpustakaan yang lengkap dan modern; berisi koleksi kitab-kitab karangan ulama
dari berbagai belahan dunia, koleksi buku-buku pengetahuan umum, serta berbagai
fasiltas perpustakaan yang akan memotivasi santri untuk terus belajar dan
belajar. Dayah adalah pusat peradaban (ilmu) Islam, maka pusat sumber ilmu di sebuah
dayah adalah tersedianya kitab dan buku-buku yang lengkap.
3. Tersedianya
akses internet yang memadai
Santri dayah, sebagai calon
ulama masa depan, harus melek teknologi dan melek internet. Pemerintah Bireuen
dan pihak-pihak terkait di Bireuen kiranya bisa membantu dayah dalam upaya
ketersediaan akses internet ini. Sediakan ruang computer dengan akses internet
yang cepat. Mengingat jumlah santri dayah yang bejubel, pihak dayah bisa
menggilir penggunaan komputer dayah agar merata, agar semua santri mendapatkan
perlakuan yang sama dalam menggunakan teknologi dan mengakses internet. Pihak
dayah bisa bekerjasama dengan tenaga IT dalam rangka meminimalisasi
konten-konten negatif di internet.
4. Promosikan
dayah secara luas
Saya teringat dengan salah
satu pondok pesantren terbesar di pulau Jawa. Santrinya berasal tidak hanya
dari berbagai daerah di Indonesia, tapi juga dari negara-negara tetangga seperti
Malaysia, Thailand, dan Singapura. Maka, setelah nantinya Bireuen dideklarasikan
sebagai Kota Santri, Insya Allah Bireuen juga bisa seperti pesantren-pesantren
di pulau Jawa. Tentu saja dengan sedikit usaha mempromosikan kelebihan-kelebihan
dayah di Bireuen. Promosi yang paling mudah adalah promosi di internet dengan
membuat website dayah. Lalu beri kesempatan santri dari daerah lain, bahkan negara
tetangga, untuk datang ke Bireuen.
5. Perbanyak
Majelis Ilmu
Sesekali dayah perlu membuat
semacam seminar keislaman, baik tingkat lokal maupun nasional (dengan dibantu Pemerintah
Bireuen) agar silaturahmi sesama ulama tetap terjaga, dan yang pasti bisa berbagi
ilmu-ilmu terbaru.
6. Tanamkan
jiwa wiraswasta pada santri dayah
Santri yang tinggal di dayah sebaiknya tidak
hanya belajar-makan-tidur-belajar-makan-tidur. Di masa depan, mereka akan
menjadi ulama atau minimal menjadi guru mengaji di meunasah-meunasah (meunasah
= musala kampung, Pen), namun di sisi lain mereka juga tetap manusia biasa
yang senantiasa memiliki kebutuhan. Untuk itulah sebaiknya mereka dipersiapkan memiliki
jiwa wiraswasta.
7. Galakkan
(kembali) kegiatan menulis bagi santri dayah
Tahun 2006, beberapa santriwati dayah
MUDI MESRA Samalanga, Bireuen, pernah menulis buku antologi bersama. . Buku
tersebut berjudul ‘Wanita dan Islam; Kumpulan Tulisan Santriwati Aceh’,
diterbitkan oleh penerbit LAPENA bekerjasama dengan Sartker BRR Pemulihan dan
Peningkatan Kualitas Kehidupan Keagamaan NAD-Nias Desember 2006.
Waktu itu,
kiranya saya beruntung bisa menghadiri peluncuran buku tersebut di Gedung AAC
Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, dan sempat pula berkenalan dengan beberapa
penulisnya, para santriwati dayah di Bireuen tersebut. Keenam penulis
santriwati ini menulis tentang dunia perempuan dalam Islam. Tentang jilbab,
aurat perempuan, warisan, hubungan pria dengan perempuan dan poligami. Karya mereka
akan menjadi bukti nyata pemikiran santri dalam sebuah karya tulis. Semoga ke
depan akan lahir banyak santri dan ulama dayah, khususnya di Bireuen dan umunya
di Aceh, yang mampu meninggalkan rekam jejak keilmuannya dalam sebuah buku. Semoga.
Buku kumpulan Tulisan Santriwati Dayah di Bireuen |
Referensi:
http://aceh1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=dayah|
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/04/07/19544/2015-bekas-ibu-kota-nkri-akan-dideklarasikan-sebagai-kota-santri.html#.VCcl3Mhfv5M
http://pikiranmerdeka.com/read/6213/2014/03/16/dayah-diharapkan-akomodatif-terhadap-perkembangan-teknologi
http://www.modusaceh.com/tgk-abdul-aziz-samalanga/
14 comments
Write commentsMantap kak, semoga bireuen selalu berjaya
ReplySemoga dayah-dayah di Bireun juga di kabupaten lain semakin maju dengan mutunya ya kak Eqi...
ReplyBireun itu selalunya jadi tempat persinggahan makan siang atau beli-beli oleh-ole. kalau Nufus pulang-pergi Kuala simpang-Banda Aceh dulu. :)
Good Luck kak
Amiin... Semoga pendidikan dayah di Bireuen menjadi model bagi daerah lain, ke depannya. :D
ReplyWuih kece ni tulisannya kak, mudah-mudahan makin bireuen terus ya :)
ReplyKalau dayahnya makin bermutu, kebayang kota ini jadi makin "adem'. Seneng kalau ada santri yang nggak hanya pandai ilmu agama saja. Met ngontes mbak Ecky. Pengen ikutan tapi jadi melipir nih baca tulisan mbak Ecky ^^
ReplySubhanallah walhamdulillaah...
ReplySemoga di 2015 terwujud ya, Mbak.
Aamiin
ReplyLha, bukannya nufus orang Bireuen tho? :D
ReplyAamiin
ReplyHahaa..mudah-mudahan makin Bireuen :D
ReplyWaduh, ini tulisannya biasa aja mbak Ika :D
ReplyIya mas Azzet. terima kasih mas azzet
Replykereen nih semoga tercapai deh pokonya
ReplyKerennn.. smoga makin Bireun. siap menang :D
Replysukses kak :D
ConversionConversion EmoticonEmoticon