Gambar: iStockphoto.com |
Gak salah sih kalau ada yang bilang
bahwa salah satu tanda orang sukses adalah jalannya cepat. Kalo kemudian saya
yang ketika berjalan kayak ada yang ngejar-ngejar, selain karena saya juga
ingin menjadi orang sukses (heuheu…), juga karena memang sudah dari sononya saya
jalannya cepat.
Awal kuliah dulu, tempat tinggal saya lumayan jauh dengan tempat di mana
saya biasa menunggu angkot. Kira-kira dua kiloan meter deh. Dan untuk ke situ,
setiap pagi saya berjalan kaki dari tempat saya tinggal ke simpang tempat
angkot lewat. Lalu setiap siang berjalan di bawah teriknya matahari saat pulang
kuliah. Berjalan kan butuh waktu. Jika jaraknya makin jauh, makin banyak
pula waktu yang dibutuhkan untuk berjalan (yang ini kayaknya gak perlu
dijelasin lebih jauh deh, hahaaa…).
Nah, karena suka berkejaran dengan waktu, dan seiring berjalannya waktu,
kecepatan saya berjalan makin bertambah saja. Kalau saya jalan bareng cewek
yang jalannya diatur sedemikian rupa, yang jalannya kayak pengantin kena wasir,
pasti langsung saya tinggal sambil saya bilang; Aku duluan yaaa… Hahaaa…
Oleh karena itu, dulu, saya merasa tak cocok pakai high heel,
sandal maupun sepatu. Tapi keadaan berkata lain. Saya kuliah di tempat yang
mengharuskan mahasiswinya pakai sepatu high heel. Seharusnya sepatu itu
bisa bertahan maksimal dua tahun, tapi sepatu saya hanya bisa bertahan tak
sampai setahun.
Ditambah dengan kenyataan bahwa saya adalah orang yang suka keringatan,
kaki dan tangan. Untuk itulah sepatu saya jarang bisa bertahan lama. Memang
sih, ada faktor lain, misalnya karena saya masih mahasiswa, saya beli sepatu
yang murah meriah aja. Pernah beli sepatu yang harganya tak sampai 50 ribu,
sebulan kemudian sepatu itu menganga kayak mulut buaya. Namun, setelah bekerja
dan menikah, persepsi saya berubah ketika memutuskan ingin membeli sesuatu. Ada
harga ada rupa. Dulu, apapun barangnya, saya asal beli aja yang penting murah.
Tapi menyesal belakangan. Bukan berarti yang murah sudah pasti tidak bagus. Ada
juga yang murah tapi tak murahan. Namun, yang murah tapi tak murahan adalah
sesuatu yang langka.
Cara saya membeli sepatu sebelum menikah sangat berbeda dengan cara suami
saya membeli sepatu. Suami saya kalau beli sepatu haruslah yang benar-benar high
quality. Soal harga, itu belakangan. Terbukti ketika baru menikah, dia
membawa sepatu-sepatu yang dibelinya saat masih lajang dan masih bagus sampai
sekarang, setelah lebih dari empat tahun kami menikah. Dia tanya berapa harga
sepatu saya? Saya jawab, rata-rata harga sepatu saya harganya tak sampai 50
ribu rupiah, bahkan lebih rendah dari itu. Berapa lama sepatumu mampu bertahan?
Hmm…hanya dalam hitungan bulan karena saya memakainya setiap hari.
Lalu dia memberi ilustrasi seperti ini;
“Anggap saja sepatumu seharga 50 ribu. Karena kau memakainya setiap hari,
maka sepatu itu hanya mampu bertahan tiga bulan saja. Jika kau membeli sepatu
dengan harga yang sama lagi dan lagi, maka setahun kau akan membeli empat
sepatu, artinya kau menghabiskan uang sebesar 200 ribu rupiah. Dengan uang yang sama namun kau membeli satu saja sepatu yang
bagus, sepatumu bukan saja bisa bertahan sampai setahun, tapi lebih lama lagi
dari itu.”
Sejak itulah persepsi saya ketika membeli sepatu dan apapun, berubah.
Biar mahal yang penting tahan lama.
Lalu bagaimana dengan high heel? Apa yang membuat saya berubah dan
mulai menyukainya?
Ya sejak kuliah itu, sejak kampus saya mengharuskan mahasiswanya pakai high
heel. Dipikr-pikir, enak juga ya pakai high heel, saya jadi terlihat
lebih feminim, cantik dan lebih tinggi tentunya. Saya yang tingginya cuma
semekot alias semeter kotor, sering sekali dipanggil si mungil karena tubuh
saya yang kurus dan tinggi badan yang tidak terlalu tinggi. Tapi tetap, meski
mulai suka high heel, syaratnya mesti high heel-nya-gak-pakai-terlalu-tinggi.
Saya merasa kurang cocok pakai high heel yang terlalu tinggi selain kaena
saya memang tidak pede, heuheuheu… Lagian, kalau saya pakai high heel
setinggi 10 senti misalnya, akan kentara sekali saya yang terlihat tinggi
menjulang karena tipuan high heel. Oleh karenanya, high heel yang
cocok buat saya adalah jenis Mid-Low Heels.
***
Saya mengenal Zalora sejak saya masih tinggal di Thailand. Ketika membuka
laptop dan menghubungkannya dengan internet, sering sekali iklan produk Zalora
wara-wiri di depan saya. Dulu, saya pikir Zalora hanya menjual sepatu saja,
karna yang sering nongol memang produk sepatu. Ternyata, lebih dari itu, Zalora
adalah sebuah toko fashion online terbesar di Indonesia. Saya kadang suka window
shopping di Zalora, soalnya saya pikir susah juga buat pesan barang karna
posisi saya sedang berada di luar negeri. Menariknya, belanja di Zalora itu
gratis ongkos kirim dengan syarat belanja minimal 200 ribu rupiah untuk daerah
saya. Ini yang saya suka banget. Soalnya saya suka keki kalo belanja online
karena mahal di ongkir. Maklum saya tinggal di Aceh, ongkirnya ituuuu…suka
bikin kecele.
Di Zalora, saya punya sepatu yang saya favoritkan, yaitu high heel
jenis Mid-Low Heels. Colcci Heels Pump, sepatu ini cocok jika saya pakai
untuk bekerja nantinya. Terlihat simpel namun elegan. Warnanya yang hitam bisa dipadupadankan
dengan baju warna apa saja. Bentuknya yang simpel cocok dipakai untuk acara
formal maupun nonformal.
Colcci Heels Pump, I like it!
Kamu, suka yang mana?
2 comments
Write commentsKami pakainya yang senyawa/sampan kak, jadi nyaman aja jalannya. Tapi paling tggi 5cm sih, hahahha klau ga siap-siap gedebakgedebuk . :D
ReplyIya samaan dong kalo gitu Isni, paling tinggi yang berani saya pake adalah 5 cm, hehee
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon