Penulis
: Kwon Bee-young
Penerbit
: Bentang
Tahun
terbit : Juni 2012
Tebal
: 365 halaman
ISBN
: 978-602-8811-76-7
Joseon
adalah nama sebuah dinasti besar di Korea, yang merupakan dinasti terakhir
sebelum Korea berubah menjadi Republik. Konon, dinasti Joseon yang berpusat di
Hanseong (kota Seoul saat ini) merupakan satu-satunya dinasti terpanjang masa
kepemerintahannya di kawasan Asia Timur.
Pada
tahun 1910, Jepang menjajah Korea. Saat itu Korea dipimpin oleh raja Gojong,
yang merupakan raja terakhir dinasti Joseon. Raja Gojong meninggal setelah sembilan
tahun Jepang menduduki Korea. Disinyalir Raja Gojong meninggal karena diracun
oleh mata-mata Jepang, yang bertujuan agar penjajahan Jepang di Joseon bisa
berjalan mulus tanpa pengaruh kekuasaan raja. Setelah itu, simbol-simbol kerajaan
dan pengaruh Joseon di berbagai aspek mulai disingkirkan, sedikit demi sedikit
digantikan dengan semua hal tentang Jepang, termasuk di antaranya; mulai
membatasi perayaan-perayaan besar kerajaan, memasukkan tentara Jepang ke istana
kerajaan, dan menyekolahkan putra dan putri raja di sekolah Jepang.
Semua
itu tidak seberapa jika dibandingkan ketika pihak kerajaan yang berpihak pada
Jepang membawa putra dan putri raja Joseon ke Jepang. Dengan dalih ingin
menyekolahkan mereka, Jepang nyatanya tidak pernah mengembalikan ‘harta’ Joseon
kembali ke negaranya. Ya, bagi rakyat Joseon, putra dan putri raja merupakan
‘harta’ berharga, tak tergantikan oleh apapun. Tanpa mereka berarti tidak ada
lagi simbol kerajaan dan penerus raja. Ini adalah hal yang sangat menyakitkan
bagi rakyat Korea.
Nyatanya,
setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang, putra dan putri raja terakhir Joseon
tidak pernah dikembalikan ke negara tempat mereka dilahirkan. Sebaliknya, mereka
dipaksa menikah dengan orang Jepang dan mengalami masa-masa sulit selama
tinggal di Jepang. Salah satunya adalah Putri Deok Hye, putri bungsu Raja
Gojong.
Kisah
Putri Deok Hye yang tragis ternyata menginspirasi seorang penulis dari Korea,
Kwon Bee-young, untuk menulis ulang kisah hidup putri terbuang tersebut, yang
kemudian tertuang dalam sebuah novel berjudul The Last Princess of Chosun
Dynasti Deokhye. Dalam versi terjemahan Bahasa Indonesia, novel ini berjudul
Princess Deokhye.
Novel
Princess Deokhye dibuka dengan cerita beberapa tokoh yang tidak begitu
penting bagi kerajaan Joseon namun merupakan tokoh kunci dalam usaha
menyelamatkan Putri Deok Hye kembali ke negaranya. Dalam novel ini, diceritakan
bahwa Deok Hye kecil adalah seorang putri yang periang. Namun semua berubah
ketika ayahandanya meninggal secara mendadak. Sejak hari ketika Raja Gojong
dimakamkan, maka sejak itulah sikap Putri Deok Hye berubah. Dia menjadi seorang
gadis yang pemurung sepanjang hari, terkadang suka menyendiri, berbicara
sendiri, dan berjalan tak tentu arah. Meski demikian, Putri Deok Hye masih bisa
membedakan mana pihak yang masih setia dengan kerajaan dan mana pihak yang
menjadi penjilat tentara Jepang. Sejak ayahnya meninggal, hidup Deok Hye memang
tidak lagi sama. Namun asal semua dijalani di negaranya, dia tidak pernah
mempermasalahkan dan ambil pusing saat melihat pengkhianatan orang-orang di
sekelilingnya, yang dulu setia dan taat kepada Raja Gojong. Satu-satunya yang
membuat jiwanya berontak adalah ketika diputuskan bahwa Deok Hye harus
berangkat ke Jepang untuk menuntut ilmu.
Sejak
berada di Jepang, Deok Hye tidak pernah lagi merasa bahagia. Setiap saat yang
dipikirkannya hanya Joseon, Joseon, dan Joseon. Puncak kehancuran hidupnya
adalah saat Deok Hye dipaksa menikah dengan seorang laki-laki Jepang, Tso
Takeyuki. Selama ini Deok Hye berpikir bahwa raganya boleh berada di Jepang
tapi tidak dengan jiwanya. Dan pernikahan tersebut bagi Deok Hye adalah bentuk
pengekangan raga serta jiwa Joseon-nya. Sebenarnya Deok Hye cukup beruntung
menikah dengan Tso Takeyuki karena ternyata pria itu sungguh-sungguh mencintai
Deok Hye. Namun Deok Hye telah menutup mata dan hatinya untuk segala hal yang
berhubungan dengan Jepang, meski itu suaminya. Bahkan sampai saat mereka
memiliki seorang anak, Deok Hye tidak pernah membuka hatinya untuk Tso
Takeyuki. Ditambah dengan kenyataan, semakin bertambah umur, sikap posessif
Deok Hye terhadap anaknya dan segala hal tentang Joseon semakin menjadi-jadi. Melihat kenyataan ini, akhirnya Takeyuki
menyerah.
Aku
tidak tahu mengapa semuanya jadi seperti ini. Aku tidak tahu bahwa ternyata
sangat sulit mempunyai istri putri Kerajaan Joseon. Aku mungkin terlalu
menyepelekannya. Gadis itu tentunya tidak akan pernah bisa menjadi orang
Jepang. Padahal, aku sudah yakin dapat mengubahnya dengan suatu usaha yang
kulakukan. Ternyata percuma saja (Tso Takeyuki, halaman
292-293).
Menurut
catatan sejarah, Takeyuki menceraikan Deok Hye pada tahun 1953, saat Deok Hye
sedang dirawat di rumah sakit jiwa di Tokyo karena menderita Skizofrenia. Saat
itu Jepang sudah tidak lagi menjajah Korea setelah Jepang menyerah kalah pada
tentara sekutu.
Bagaimanakah
kisah Deok Hye selanjutnya? Temukan kisah hidup putri yang sempat terlupakan ini
dalam novel setebal 365 halaman ini. Dengan memadukan antara fiksi dan kisah nyata, Kwon
Bee-young mampu meramu kisah miris seorang putri yang terlunta-lunta menjadi
sebuah cerita yang memikat. Kisah yang mungkin akan menyentak kesadaran kita bahwa
mencintai tanah air seharusnya sepenuh jiwa dan raga. Satu pelajaran penting,
bahwa perang, bagaimanapun bentuknya selalu membawa kesengsaraan. Bagi pembaca
yang ingin tahu banyak cerita di balik runtuhnya kejayaan Joseon, buku ini
layak dibaca.*
5 comments
Write commentsSeperti seru ya... cuma pasti bakal sulit mengingat nama tokoh2nya. haha..
Replytemplate baru ya kak? nice
Hi..was here today..visit back..have a nice day
ReplyAku udah nonton filmnya 2016 Jdulnya the last princes. sangat menyentuh ..
Replylast princess...so sad..at the end of the story
ReplyThe last princess...derita tahanan hidup putri raja
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon